Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah bin al-Husaib, ia mengatakan: Saya mendengar Abu Buraidah mengatakan: Bersabda Rasulullah saw:
فِي الإِنْسَانِ ثَلاَثُ مِائَةٍ وَسِتُّوْنَ مِفْصَلاً ٬ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ ٠ قَالُوا ׃ وَمَنْ يُطِيْقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اﷲِ ؟ قَالَ ׃ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْ فَنُهَا ٬ وَالشَيءُ تُنَحِّيْهِ عَنْ الطَّرِيْقِ ٬ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتًا الضُّحَى تُجْزِئُكَ٠
"
Sesungguhnya manusia mempunyai tigaratus enampuluh sendi. Masing-masing sendi, wajib mengeluarkan sedekah. Maka berkatalah sahabat-sahabat: Siapa yang mampu sedekah sebanyak ini wahai Nabiyyullah? Maka Nabi menjawab: (sedekahlah engkau) dengan menimbun ingus yang ada di dalam masjid, atau engkau hilangkan duri yang ada di jalan, jika engkau tidak mendapatkan, cukuplah dua rakaat shalat dhuha, cukuplah ia sebagai sedekah bagimu." (HR. Abu Daud)
Konon suatu hari seorang karyawan berangkat ke tempat kerjanya. Di tengah jalan, ia dihentikan oleh seorang peminta. Nampak memang ia perlu dibantu dan dikasihani. Sang peminta sembari mengulurkan tangannya, mengharap uluran beberapa rupiah untuk menghilangkan kelaparan. Sang peminta terlihat sudah tua bangka dan amat lemah. Penampilannya tak karuan. Pakaiannya compang-camping.
Si karyawan pun hatinya iba dan merasa pedih atas kebutuhannya. Ia rogoh kantong bajunya, namun serupiah pun tak didapatkan. Ia rogoh kantong yang lain. Namun hasilnya sama, nol. Lantas ia rogohi semua kantong celananya. Namun betul-betul kosong. Wajahnya pun memerah karena malu dan sulit menghindar. Akhirnya ia pun dengan memberanikan diri mengulurkan tangannya dengan menggigil dan rasa malu ke tangan sang pengemis dan menyalaminya. Sang pengemis pun lantas tersenyum dan bercucuran kedua matanya. Lantas ia mengatakan: Yang demikian —wahai tuanku— juga sedekah namanya. Terus keduanya pergi ke tempat tujuannya masing-masing.
Benar wahai, pemuda-pemudi Islam ... Rasul juga pernah mengatakan:
لَتَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ ٠
"Senyumanmu di saat bertemu kawanmu, terhitung sedekah."
Artinya, sedekah tidaklah terbatas dengan harta semata. Namun lebih dari sekadar itu. Karenanya sahabat-sahabat —ridhwanullahi alaihim— tatkala Nabi saw melemparkan hadis ini dan memberi instruksi bersedekah tigaratus enampuluh macam, mereka keheran-heranan seraya berujar: Siapa yang mampu melakukan sedekah sebanyak ini? Sebab mereka tahu sejauh mana keberatan mereka jika tigaratus enampuluh sedekah ini benar-benar dilakukan. Hartawan yang terkaya sekalipun di antara mereka. Sebab mereka punya perspektif, ucapan Nabi berkaitan dengan sedekah harta. Lantas Nabi menerangkan makna yang lebih general dari apa yang mereka pahami, atau hilangkan duri yang berada di tengah jalan. Kemudian Nabi saw menambah: Jika kau tidak mendapatkan (kesempatan) ini, cukuplah dua rakaat dhuha terhitung sebagai sedekah bagimu.
Artinya, jika engkau tidak bisa menghilangkan duri di jalan, entah karena memang tak ada, atau mungkin engkau kesulitan melakukannya, dua rakaat dhuha sudah cukup terhitung sedekah.
Dua rakaat dhuha, maksudnya ialah dua rakaat shalat (sunnah) yang didirikan seorang muslim sebagaimana diajarkan Rasul saw kepada pamannya Abbas bin Abdul Muttalib ra.
Lantas kenapa persendian perlu diambil sedekah?
Kami berpendapat —wallahu a'lam— karena persendian dalam jatidiri manusia adalah pendorong gerakan dan penyebabnya. Dan gerakan adalah tanda kehidupan. Sebab gerakan meliputi beraktivitas, berjalan, berdiri, duduk, dan lain-lain. Sekiranya manusia dicipta sepotong tulang tanpa persendian sebagai pembantu bergerak, niscaya akan terus diam. Di samping nikmat kehidupan yang telah Allah anugerahkan kepada manusia, adalah nikmat teragung dan terbesar secara niscaya, sehingga perlu ditarik sedekah. Maha suci Allah yang men- cipta manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.
Karenanya kalian, dengan kemampuan seoptimal mungkin bagaimana bisa bersedekah dari persendian ini!
Sebelum pembicaraan saya akhiri, saya ingin sedikit mengetengahkan persoalan penting dari pesan hadis tersebut. Yaitu masalah jumlah persendian manusia yang disebutkan Nabi saw. Mungkin ada yang bertanya: Bagaimana Nabi saw bisa mengerti jumlah ini? benarkah?
Ketahuilah bahwasanya ilmu pengetahuan Nabi saw bukan ilmu pengetahuan mentah dari beliau. Inilah sebagai salah satu bukti kenabian. Lebih dari satu kali saya katakan: "Tidaklah Nabi berbicara dari hawa nafsu. Ucapannya tiada lain adalah wahyu yang diisyaratkan kepadanya. Yang diajarkan oleh Jibril yang maha kuat dan perkasa." (QS. an-Najm: 3-5)
Adapun kebenaran jumlah dan kepastiannya, saya pikir ilmu biologi dan kedokteran tak akan menyelisihi. Silahkan bertanya dokter jika kalian menghendaki.
Maka marilah kita tunaikan bersama nasihat Nabi saw, sebab ia merupakan sebaik-baik perbekalan. Amin.