مَاتَرَكَ مِنَ الْجَهْلِ شَيْئًا مَنْ اَرَادَ اَنْ يُحْدِثَ فِى الْوَقْتِ غَيْرَمَا اَظْهَرَهُ
اللَّهُ فِيْهِ٠
“Adalah termasuk orang bodoh, mereka meninggalkan apa yang sudah dimilikinya, karena hendak mencari yang baru, dalam satu waktu, padahal Allah swt telah memilih baginya pada waktu itu."
Jikalau Allah swt menegaskan kepada para hamba tentang hal ihwal sesuatu, tidaklah bertentangan dengan hukumnya sendiri, sehingga dijelaskan tentang tatacara dan adab yang baik sesuai pula dengan ikhtiar manusia. Tujuan peraturan dari Allah swt bagi manusia yang berkaitan dengan pekerjaan yang telah dianugerahkan Allah. Seorang hamba dengan apa yang telah dianugerahkan kepadanya, sebaik-baiknya tetap teguh kepada pekerjaannya.
Hanya orang bodoh yang akan meninggalkan pekerjaannya dan akan merubahnya dengan mencari yang baru, padahal Allah swt belum berkehendak untuk itu. Semua perilaku dan amal ibadah hamba telah ditetapkan oleh Allah sejak semula di zaman azali. Merubah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah sangat mustahil, kecuali Allah telah menghendakinya.
Perubahan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain ditetapkan oleh Allah adalah juga sesuai dengan sunatullah dan peraturan alamiyah dan kebiasaan pada manusia sendiri. Adalah sangat tidak padi tempatnya (bodoh) apabila seorang ingin merubah keadaannya di waktu Allah telah menetapkan dirinya pada satu waktu yang telah ditentukan.
Tidaklah benar seorang yang sedang sakit meminta disembuhkan pada waktu itu juga. Orang miskin minta menjadi kaya tanpa adab dan cara, pada waktu tertentu.
Ketetapan Allah bagi manusia dengan kodrat dan iradat-Nya tidak menyalahi kondisi manusia itu sendiri yang alami. Kehendak Allah atas manusia adalah pemberian Allah yang ditetapkan sesuai dengan rahmat dan kasih sayang-Nya. Iradat Allah atas manusia sesuai pula dengan ikhtiar manusia untuk dirinya. Kehendak Allah (taqdir) adalah hukum yang tak dapat dirubah, sedangkan ikhtiar manusia adalah izin Allah yang ditugaskan kepada manusia untuk mendapatkan rahmat Allah. Hasil dari ikhtiar itulah yang dinamakan taqdir. Menerima taqdir Allah hendaklah dengan rida, sabar dan tawakal.