Meminta Kepada Allah Untuk Perubahan

لاَ تَطْلُبْ مِنْهُ اَنْ يُخْرِجَكَ مِنْ حَالَةٍ لِيَسْتَعْمِلَكَ فِيْمَا سِوَاهَا فَلَوْ اَرَادَكَ لاَ سْتَعْمَلَكَ مِنْ غَيْرِ اِخْرَاجٍ ٠ 

“Jangan engkau menuntut pada Allah, agar mengeluarkan lumu dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Apabila Allah swt telah menghendaki perubahan itu, pasti Allah akan mcngalihkanmu kepada keadaan yang baru, dengan tidak perlu mengeluarkan anda dari keadaan yang lama."

Apabila seseorang telah dipilih untuknya oleh Allah swt suatu tempat tertentu (pekerjaan, tempat tinggal, jabatan dan lain-lain), wajib baginya menerima dengan hati tulus, tidak boleh ia menolak apalagi mengeluh. Tidak perlu pula ia meminta selain yang telah dianugerahi Allah itu. Tidak boleh seseorang menganggap pemberian Allah itu tidak cocok atau tidak sesuai dengan keadaan dirinya. Atau ia menganggap pekerjaan itu akan mempersempit kemampuan jihad dan ibadahnya. Baik yang berhubungan dengan Allah atau pun yang berhubungan dengan sesama manusia. Kehendak seperti itu tidak dibenarkan. Perbuatan dan kehendak ini termasuk menyalahi etika kerja dan sopan santun ikhtiar.

Tabiat yang perlu menjadi pegangan seorang hamba yang beriman, lidak lain adalah menerima suatu pekerjaan sebagai anugerah besar dari Allah swt, yang perlu disyukuri, sambil memperbaiki pekerjaannya, dan meninggalkan kualitas kerja, sehingga sampai waktu yang telali ditentukan Allah baginya. Sikap seperti ini termasuk sifat hamba yang yakin kepada imannya. Ia bertahan dan sabar dalam pekerjaanya, karena Allah juga akan menilai semua perbuatannya, sampai saat Allah akan memberikan untuknya sesuatu yang baru tanpa perlu meninggalkan pekerjaannya yang lama. Itulah tabiat orang yang yakin, istiqamah dan tawakal.

Demikian juga seorang hamba yang telah dianugerahi oleh Allah makrifatullah dalam tingkat Ihsan yang tinggi, ia menganggap suatu pekerjaan kesehariannya, kebiasaan yang diamalkannya, mengganggu ibadahnya yang akrab dengan Allah . Anggapan yang ada di benaknya ini menyebabkan ia memohoh kepada Allah swt agar dilepaskan dari suasana dan perasaan yang membebani dirinya untuk mendekati Allah swt. Ia berharap dan memohon kepada Allah swt untuk hal ini. 

Permohonan dan perkiraan si hamba seperti ini tidak dapat dibenarkan dan termasuk salah. Sebab, apabila Allah swt ingin merahmati orang ini sesuai dengan permohonannya, maka Allah yang Maha Mulia dan Maha Tahu, menganugerahkan kepada orang yang taat dan tekun beribadah seperti ini, dengan tidak perlu ia meninggalkan aktivitas kesehariannya. Sikap seperti ini kembali kepada kondisi rohani hamba tersebut. 

Sikap rohani dan kondosi spiritual yang menjadi kekuatan rohani dan jasmani seorang hamba adalah benteng yang kuat dalam mengembangkan ibadahnya dan memperkokoh imannya.