Mengurangi Keinginan Kepada Dunia dan Bentuknya

Zuhud adalah mengurangi keinginan kepada dunia, dan menjauhi daripadanya dengan penuh kesadaran dan dalam hal yang mungkin dilakukan (menurut pendapat Imam Al- Ghazali). 

Sebagian Ulama' berpendapat bahwa Zuhud itu adalah meninggalkan (hal, perbuatan, barang) yang haram sebab hal yang halal telah diperbolehkan dan dianjurkan oleh Allah SWT., dan apabila Allah telah memberikan kenikmatan dan hamba mau bersyukur, maka Allah SWT. akan membalas dengan balasan yang setimpal. ' 

Sedangkan menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah berkata bahwa Zuhud artinya adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat untuk kepentingan akhirat. 
\
Menurut pendapat Abdullah bin Al-Mubarak dan Syaqiq serta Yusuf bin Asbath, mengenai zuhud ini semua adalah sama yakni percaya kepada Allah SWT. dengan disertai kecintaan kepada kemiskinan. 

Zuhud itu didasarkan pada tiga perkara yaitu : 

  • Meninggalkan hal-hal yang haram, ini adalah merupakan zuhudnya orang-orang yang awam. 
  • Meninggalkan hal-hal yang berlebih-lebihan di dalam hal yang halal, dan ini adalah merupakan zuhudnya orang- orang yang khusus.
  • Meninggalkan kesibukan selain dari Allah, dan ini adalah merupakan zuhudnya orang-orang yang memiliki tingkatan Ma'rifat. 
Adapun menurut Sufyan Ats Tsauri yang dimaksud dengan suhud itu ialah memperkecil cita-cita, bukan memakan sesuatu yang keras dan bukan pula memakai pakaian mantel yang telah kusut. 

Tidak merasa bangga dengan kenikmatan dunia dan tidak bukan mengeluh juga telah kehilangan dunia, itulah jiwa orang yang zuhud, sedangkan menurut dari pendapat Abu Utsman bahwa zuhud itu adalah meninggalkan kenikmatan dunia dan lidak pernah memperdulikan kepada orang yang dapat menikmatinya.

Tetapi menurut dari Ibnu Qudamah Al-Muqadasi bahwa yang dimaksud dengan zuhud itu ialah pengalihan suatu keinginan dari sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik. 

Ada tiga sifat yang harus dimiliki oleh orang-orang yang zuhud, di antaranya adalah : 

Sedikit sekali menggemari makan dunia, dalam menggunakan segala hak milik itu selalu dengan sederhana, selalu menerima apa adanya, dan tidak memikirkan segala sesuatu yang sudah tidak ada, akan tetapi giat di dalam bekerja, karena mencari rizki adalah suatu kewajiban.Ia berpandangan bahwa celaan dan juga pujian orang itu sama saja, sebab ia tidak akan senang jika mendapatkan pujian dan tidak merasa sakit hati "bila mendapatkan hinaan atau celaan.Lebih dahulu melaksanakan ridha Allah SWT. daripada ridha manusia atau merasa tenang jiwanya hanyalah bersama dengan Allah SWT. dan berbahagia sebab mendapat kan manfaat tuntunan Allah SWT.. 

Allah SWT. memberikan gambaran tentang zuhud kepada manusia dengan firman-Nya: 

Artinya : "Katakan Muhammad, kesenangan dunia itu adalah seben tar dan akhirat itu lebih baik bagi orang yang taqwa". (QS. An-Nisa': 77). 

Yang pasti, para Ulama' sudah sepakat untuk berpendapat bahwa Zuhud itu adalah merupakan perjalanan hati dari kampung dunia menuju untuk menempatkannya di akhirat, dan atas dasar inilah orang-orang yang terdahulu telah sepakat pula untuk menyusun buku atau kitab-kitab zuhud, di antaranya ialah Ibnul Mubarak, Al-Imam Ahmad, Waki', Hanad bin As- Siry dan lain-lain. 

Seseorang itu tidaklah layak untuk mendapatkan sebutan zuhud kecuali dia telah menghindari enam macam ini, karena zuhud itu berkaitan dengan enam macam diantaranya enam macam itu ialah : Harta, rupa, kekuasaan, manusia, nafsu dan hal-hal selain Allah SWT.. Maksudnya itu bukan menolak hak milik. 

Telah berkata Nashr Abadzi r "Yang dimaksud dengan orang zuhud itu ialah orang yang terisolir di dalam kehidupan dunia. Sedangkan menurut satu pendapat, barangsiapa. yang zuhudnya lebih benar, maka dia akan menjadi orang yang rendah hati di dunia ini, oleh karenanya dapat dikatakan bahwa seandainya songkok itu telah jatuh dari langit, maka ia tidak akan jatuh di atas kepala orang yang menginginkannya. 

Akan tetapi Yahya bin Mu'adz telah mengutarakan pendapatnya yaitu seseorang itu tidak akan sampai kepada hakekat suhud, kecuali dengan tiga hal, antara lain adalah : Perbuatan tanpa ketergantungan (pamrih). Ucapan tanpa keinginan hawa nafsu. Kemuliaan tanpa kekuasaan. 

Namun lain lagi dengan pendapat Abu Hafsh, bahwa zuhud itu tidak akan terealisir kecuali dalam hal yang halal, dan demikian juga suatu hal yang halal itu pun tidak akan terealisir kecuali dengan zuhud. 

Telah diterangkan oleh Ibnu Qudamah bahwa kebutuhan manusia itu ada sebanyak tujuh macam yaitu : 

1. Makanan. 

Makanan orang yang zuhud itu hanya sekedar menahan rasa lapar dan menambah kekuatan tubuh supaya dengan tubuh yang terisi itu dapat melaksanakan ibadah kepada Allah SWT., dan makannya tidak sampai berlebih-lebihan. Telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa pada suatu hari Aisvah pernah menyampaikan kepada keponakannya Urwah, katanya : "Lihatlah wahai Urwah, berhari-hari kadang-kadang dapurku ini tidak mengepulkan atau menyala, sehingga aku sempat menjadi bingung dibuatnya". Lalu bertanya Urwah : "Makanan sehari-harimu itu apa?". 'Aisyah menjawab: "Yang menjadi pokok makanan kami adalah kurma dan air, hanya saja kalau tetangga mengantarkan sesuatu kepada Rasulullah saw, barulah kami dapat merasakan seteguk susu", jelas 'Aisyah. 

2. Pakaian 

Seseorang yang zuhud di dalam memakai pakaian itu tidaklah bermewah-mewah hanya sekedar menutupi tubuhnya demi untuk memelihara dari rasa panas dan dingin. Telah meriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim bahwa pada suatu hari telah keluar 'Aisyah dari rumah guna untuk menemui kami dengan memakai baju dan juga selendang yang sangat kasar, berkata 'Aisyah: "Rasulullah di dalam menghadapi sakaratul maut memakai pakai seperti ini. 

3. Tempat tinggal 

Seorang yang hidup dengan zuhud itu kalau memilih tempat tinggal selalu tinggal di daerah yang mudah untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT., dan di dalam mem-bangun rumah selalu dengan corak yang sangat sederhana, tidak bermewah-mewah, akan tetapi kerapian dan kebersihan itu yang selalu diutamakan. 

4. Perabot Rumah Tangga 

Sekedar barang-barang yang diperlukan untuk setiap harinya di dalam menggunakan perabot rumah tangganya, itulah ciri dari orang zuhud, dan tidak berlebih-lebihan apalagi di dalam menggunakan perhiasan. 

Dari Ibnu Mas'ud telah diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi bahwa IbnU Mas'ud pernah masuk ke dalam rumah Rasulullah saw. dan menemui Rasulullah saw. sedang berbaring di atas sepotong anyaman daun korma yang membekas di pipinya. 

Bertanya Ibnu Mas'ud : "Ya Rasulullah saw. sebaiknya aku mencarikan bantal untukmu, bolehkah ?", lalu Rasulullah saw. menjawab: "Aku tidak mempunyai keinginan untuk itu, sebab aku dan dunia ini bagaikan orang yang sedang bepergian sebentar dan berteduh di bawah pohon yang sangat rindang sekali di kala panas terik matahari, setelah s. itu berangkat untuk melanjutkan ke arah yang telah ditentukan Allah SWT.". 

Dan masih banyak lagi contoh tentang kehidupan dari Rasulullah saw. dan mengenai latar belakang keluarga atau rumah tangga beliau. Istri Seorang yang zuhud itu bukan berarti tidak kawin, sebab Rasulullah saw. sendiri juga kawin, hanya saja orang zuhud itu kawin dengan tujuan yang positif. 

Supaya dia hidup selalu tenang, dapat mengembangkan keturunan, untuk memelihara kehormatan agar tidak terjatuh kepada suatu kebinasaan, untuk beribadah kepada Allah SWT., sebab dengan memberi nafkah kepada istri adalah merupakan suatu ibadah dan kewajiban. 

5. Harta Kekayaan 

Orang yang zuhud di dalam mencari rizki selalu berusaha dengan jalan yang halal, setelah memperolehnya dipergunakan kepada jalan yang benar yang telah diridhai oleh Allah SWT., yaitu antara lain adalah : 

Untuk menyebarkan Agama, untuk membantu orang- orang yang hidupnya terlantar atau sengsara, untuk membuat tempat-tempat peribadatan, dan lain sebagainya. Orang hidupnya zuhud itu tidak senang di dalam menumpuk harta benda atau menimbun harta kekayaan, sebab antara hati dengan harta kekayaan itu tidaklah melekat, dan bukan untuk bermewah-mewahan. 

Rasulullah saw. pernah berjalan bersama dengan Ibnu Umar, telah diterangkan di dalam sebuah hadits, sambil bersabda Rasulullah saw. memegang pundaknya Ibnu Umar, adapun sabdanya itu ialah : 

Artinya : "Jadilah kamu di dunia ini bagai orang asing atau orang perantau". (HR. Bukhari dan Ibnn Majah). 

6. Penghormatan 

Bahwa orang hidup di dunia ini dan hidup sesama manusia tidak lepas dari suatu rasa penghormatan dari orang lain, sebab itu sudah menjadi watak dari manusia. Maka orang yang zuhud itu senantiasa berusaha agai penghormatan dan juga pujian dari manusia itu jangan sampai menjadi penghalang dirinya di dalam beribadah kepada Allah SWT.. 

Jikalau sampai riya', maka sifat seperti itu nantinya dapat membahayakan pada amal ibadahnya sendiri dan dapat rnembatalkan semua perbuatan yang telah ditujukan hanya kepada Allah SWT.. 

Telah berkata Muhammad bin Fadhl: "Mengutamakan zuhud ketika dalam keadaan kaya (serba cukup) dan mengutama- f kan fitnah atau cobaan ketika dalam keadaan fakir (sangat butuh), sebagaimana firman Allah, 

Artinya : ''Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas mereka sendiri, meskipun mereka sangat butuh (apa yanj', mereka berikan)". (QS. Al-Hasyr : 9). 

Sedangkan Al-Kattani pernah berkata : "Masalah zuhud adalah berbagai persoalan yang tidak pernah diperselisihkan oleh ulama' Kufah, Madinah, Irak dan juga Syam. Di samping masalah zuhud juga masalah kemurahan hati (jiwa), juga memberikan nasehat kepada orang lain yakni tidak seorang pun dari ulama' yang berpendapat bahwa berbagai persoalan tersebut merupakan prilaku yang sangat tidak terpuji". 

Seseorang telah bertanya kepada Yahya bin Muadz : "Kapan saya dapat memasuki suatu tempat pesanggrahan tawakkal, mengenakan selendang zuhud dan duduk bersama-sama lengan orang-orang zuhud ?". Dia menjawab, "Jika engkau lelah dapat melatih dirimu dengan jiwamu secara samar-samar .. dalam batas-batas yang seandainya Allah SWT. tidak memberikan rizki kepadamu selama tiga hari, jiwamu itu tidak akan menjadi lemah. 

Jika seandainya jiwamu atau dirimu itu tidak sampai kepada kedudukan ini, maka dudukmu di atas permadani orang- orang yang zuhud adalah merupakan sia-sia belaka, sehingga engkau telah mengalami (mendapatkan) kecacatan". 

Yang paling baik dari pengertian zuhud dan yang paling menyeluruh adalah seperti yang telah dikatakan oleh Al-Hasan atau selainnya yakni: "Zuhud di dunia itu bukan berarti mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta, akan tetapi lebih meyakini apa yang ada di tangan Allah SWT. daripada apa yang ada di tangan sendiri, dan jika ada suatu musibah yang telah menimpah diri, maka pahala atas musibah itu lebih disukai daripada tidak ditimpa oleh suatu musibah sama sekali 

Pada masa sekarang ini apakah musibah ini masih mungkin ataukah tidak ?, itulah perbedaan pendapat dari orang-orang mengenai zuhud. Dan kecuali dalam hal-hal yang halal maka zuhud itu tidak akan berlaku, sementara di dunia saat ini sudah tidak ada yang halal, yang mana sudah tidak ada lagi zuhud, menurut pendapat Abu Hafah. 

Akan tetapi oleh orang banyak pendapat tersebut telah disangganya, dengan alasan bahwa di dunia ini masih banyak dan ada masalah yang halal, meskipun masalah yang haram itu banyak, sebagai contoh taruhlah di dunia ini sudah tidak ada lagi masalah yang halal, maka justru keadaan seperti ini lebih mendorong seseorang kepada zuhud, yang harus diterima layaknya orang yang terpaksa untuk menerimanya, bagaikan keterpaksaan seseorang dalam memakan bangkai. 

Bahwa zuhud itu adalah meninggalkan segala sesuatu (selain Allah SWT.) secara total (dari hati), tanpa menoleh ke arah kanan dan kiri atau ke arahnya dan tidak mengharapkan nya, itulah menurut pendapat dari pengarang buku Manazilus- Sa'irin. 

Dan di samping itu juga pengarang tersebut membagi zuhud itu menjadi tiga derajat antara lain adalah : , 
  • 1) Zuhud di dalam Subhat, setelah meninggalkan hal-hal yang haram, sebab tidak menyukaicelaan di mata Allah SWT., dan tidak menyukai kekurangan dan juga tidak senang bergabung dengan orang-orang yang fasik. Meninggalkan hal-hal yang meragukan itulah arti dari zuhud syubhat. Dalam pandangan seorang hamba apakah sesuatu itu halal ataukah haram, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam sebuah hadits An-Nu'man bin Basyir Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah saw, beliau telah bersabda, yang artinya adalah sebagai berikut : 
  • "Yang halal itu nyata dan yang haram itu juga nyata, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat, yang tidak diketahui kebanyakan manusia. Siapa yang menjauhi syubhat, maka dia telah menjauhi yang haram, dan siapa yang berada di dalam syubhat, maka dia berada di dalam hal yang haram. Seperti penggembala yang menggembala di sekitar tanaman yang dilindungi, begitu cepat dia merumput di dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tempat yang dilindungi, ketahuilah bahwa tempat yang dilindungi Allah SWT. adalah hal-hal yang diharamkannya. Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal darah, yang sekiranya segumpal darah itu baik, maka baik pula seluruh jasad, dan jika segumpal darah ini rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati".
  • Yang merupakan sekat antara halal dan yang haram itu adalah syubhat, dan antara dua hal yang saling berbeda itu telah diciptakan oleh Allah SWT., sebagai contoh adalah kematian dan sesudahnya yang menjadi sekat adalah antara dunia dan akhirat, kedurhakaan yang telah menjadi sekat antara iman dan kufur, dan lain sebagainya. 
  • 2) Zuhud di dalam perkara-perkara yang berlebih, yakni segala sesuatu yang lebih dari kebutuhan pokok, dengan cara memanfaatkan waktu semaksimal mungkin, dengan cara melepaskan segala kegoncangan hati, dan dengan cara mencontoh prilaku dari para Nabi dan Shiddiqin. Adapun kebutuhan-kebutuhan dalam hal ini adalah merupakan kebutuhan pokok yakni sandang, pangan dan juga papan. 
  • 3) Dan zuhud di dalam derajat ini adalah lebih tinggi daripada derajat yang pertama, sebab di dalam derajat ini seorang hamba telah mengisi waktunya hanya dengan Allah SWT., karena dia akan merasa kehilangan waktu, jika dia telah menyibukkan waktunya atau dirinya di dalam perkara- perkara yang bersifat keduniawian, yang telah melebihi kebutuhannya. Sementara itu waktu bagaikan pedang, apabila engkau tidak memotongnya, maka engkau sendiri yang akan terpotong. 
  • Dalam hal-hal yang berkaitan dengan sebab keduniaan itulah arti dalam melepaskan ke-goncang- an hati, dan sementara tidak dengan memotong kegundahan hati, maka zuhud itu tidak dianggap benar, juga apabila tidak dengan bergantung kepada keduniaan, entah pada saat mendapatkannya atau pada saat meninggalkannya, zuhud ini adalah zuhud hati. 
Zuhud di dalam zuhud, yang mana hanya dapat dilakukan dengan tiga cara, antara lain adalah : 
  • Menghinakan perbuatan zuhudnya. ,
  • Menyeimbangkan keadaan saat mendapatkan dan meninggalkan sesuatu, 
  • Tidak berfikir untuk mendapatkan balasan. 
Disebut pengorbanan, jika seseorang yang telah memenuhi hatinya dengan suatu kecintaan kepada Allah SWT. dan juga pengagungan-Nya, dan tidak melihat keduniaan yang ditinggalkannya. 

Sedangkan yang disebut dengan menyeimbangkan keadaan di saat mendapatkan dan juga meninggalkan sesuatu artiny.i adalah melihat apa yang ditinggalkan atau telah dilakukannya dalam kedudukan yang sama pula. Dan ini adalah merupakan suatu pemahaman zuhud yang amat detail. 

Jika seorang hamba bisa menghinakan suatu perkara yang telah dihindarinya dan menyeimbangkan keadaan di saat mendapatkan dan meninggalkan sesuatu, maka dia tidak berpikir untuk mendapatkan derajat di sisi Allah SWT. dari perbuatan nya ini, sebab dia merasa terlalu hina untuk menuntutnya.