Hadits Shaheh yakni hadits Rasulullah saw. yang menyata¬kan bahwa "Khalaqa Adam kashuratihi" yaitu "Adam seperti gambaran Tuhan". Di mana kalimatnya cukup terasa sangat menakjubkan.
Sehubungan dengan banyaknya ucapan sehingga penulis telah kemukakan, yakni ungkapan dan juga ujaran dari kalang¬an tokoh Shufi yang dalam nada seperti tersebut.
Dan apabila telah menemukan ungkapan, ujaran atau ucapan seperti tersebut di atas, maka janganlah langsung melampiaskan sebuah tuduhan yang negatif kepada mereka, sebab Al-Qur'anul Karim sendiri dan juga kitab-kitab Suci yang lain¬nya telah banyak berisi kalimat-kalimat yang metamor, sindiran serta kinayah.
Sebagaimana firman Allah :
Artinya :
"Allah SWT. buat beberapa perumpamaan (Tamsil) untuk manusia, dan Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesu¬atu". (QS. An-Nur : 35).
Rasulullah saw. pun selanjutnya bersabda:
اِنَّ فِى الْقُرْآنِ سَبْعَةُ بُطُو˚نٍ
Artinya :
"Sesungguhnya di dalam Al-Qur'an itu terdapat tujuh pengertian yang tersembunyi”.
Kadang-kadang kalimat yang diucapkan oleh para 'Arif itu cukup menghebohkan, namun dapat dimengerti.
Dilihat dari lahir sebuah kalimat, lebih-lebih dipandang dari sudut kaedah-kaedah yang berlaku, dan juga bila dilihat dari yang tersirat di balik yang tersurat akan dapat dirasakan kema¬nisan dan juga keindahannya.
Ucapan dari Syekh Junaid yaitu: "Lahir batin Allah SWT., luar dalam Allah SWT.", ada yang memahaminya bagaikan gelas dengan air sama warnanya. Namun pemahaman seperti itu adalah bagaikan i'tibar yang sangat membahayakan, bila tidak ada kejelasan secara rinci maka kemungkinan besar orang akan beranggapan bahwa diri sama dengan Tuhan".
Oleh karena itu haruslah dilihat dulu siapa sebenarnya beliau itu, guna untuk memahaminya pada hal-hal semacam itu.
Pengertian yang benar adalah seorang 'Arif Billah itu bukanlah seorang yang munafiq, yakni lain di luar lain pula di dalam, dengan kata lain adalah indah pada batinnya maka indah pula pada perilaku hidupnya.
Ma'rifat itu adalah cermin bagi dirinya untuk dapat dilihat dan dibaca, sehingga dalam musyahadah akan terasa betapa nyatanya Allah SWT. itu, ungkapan tersebut adalah pendapat dari Syekh Ruwaim yang telah mengibaratkan dengan sebuah cermin.
Kadangkala di dalam perilaku sehari-hari seseorang terlihat agak ganjil, seperti ada seseorang yang mendatangi sebuah acara selamatan, di mana dia datang dengan memakai baju yang sudah lusuh dan sobek-sobek dia taruh di luar, sedangkan baju bagus dia taruh di dalam, kemudian ada seseorang berta¬nya: "Kenapa harus begitu ?", sambil berbisik dia menjawab : "Yang di dalam kalau dikeluarkan selalu jelek bagaikan kotoran yang dikeluarkan oleh manusia". Dan pada waktu yang lain, dia ditanya oleh seseorang, dan dengan tangis memelas ia menjawabnya : "Kelak dagingku ini akan lebih busuk dari baju ini". Setelah direnung-renungkan, kedua kalimat tersebut memanglah sangat benar dan nyata sekali.
Yang seharusnya adalah "Di dalam" amat berbahaya bila "Dikeluarkan" atau mungkin diucapkan KALAM QADIM yang telah datang pada "Sir" yakni bagian dalam pada hati dan perasaan, itu hanya untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain.
Sebagaimana apa yang telah diucapkan oleh Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, meskipun lafadhnya berbeda namun maksudnya adalah sama yaitu :
"Bilamana.kuuraikan apa yang kudapat dari Rasulullah saw. (ilmu batin) maka pasti akan kamu potong leherku ini, atau kamu katakan bahwa aku ini adalah kafir". (Abu Hurairah dan Ibnu Abbas).
Maka di sinilah ternyata kuncinya, dengan apa yang dimaksudkan perkataan "Tahayyur" atau "Asyaddu Tahayyur" (sa¬ngat bingung atau kagum), pasti seorang bertanya : "Kenapa jadi bingung dan kagum?".
Jawabnya adalah sebab manusia itu penuh dengan keterba¬tasan, dan tidaklah semua apa yang dia rasakan itu dapatlah diungkapkan dengan sebuah tulisan ataupun lisan.
Sebagai contoh di sini adalah: Seorang penonton film horor, sekembalinya dari menonton ditanya di rumah mengenai ceritanya, dia hanya menjawabnya : Hebat, luar biasa.
Atau mungkin dia menjawab dengan jawaban yang lain lagi yaitu : "Saya ngeri kalau dibohongi, tapi hati senang", dari jawaban ini mengisyaratkan betapa sulit seseorang untuk menggambarkan apa yang telah ia rasakan.
Agar ditingkatkan rasa Tahayyurnya, maka seorang tokoh Shufi melukiskan hajatnya melalui bait syairnya :
"Ya Tuhan, Tambahkanlah untukku rasa hairah karena cintaku melebihi batas, sayangilah sepenuhnya panas membara".