Di antara hukuman dosa lainnya adalah hati menjadi terhenti dan menjauh dari ketaatan. Selain itu, hati menjadi tuli sehingga tidak dapat mendengarkan kebenaran, menjadi bisu sehingga tidak dapat mengatakan kebenaran, menjadi buta sehingga tidak dapat melihat kebenaran. Akhirnya, hubungan antara hati dan kebenaran yang merupakan satu-satunya hal yang bermanfaat baginya ibarat telinga yang tuli dan suara, mata yang buta dan aneka warna, serta lisan yang bisu dan perkataan.
Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa tuli, bisu, dan butanya hati adalah terhadap kebenaran, sementara anggota tubuh hanya mengikuti karena,
“.. .Sesungguhnya, bukanlah mata yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang berada di dalam dada.( Q.S. Al-Hajj [22] : 46)”
Keterangan ini bukan berarti menafikan kebutaan mata yang bersifat indrawi karena Allah Swt telah berfirman,
"Tidak ada halangan atas orang buta...(Q.S. An-Nuur [24] :61)”
"Ia telah bermuka masam dan berpalhig ketika orang buta itu datang kepadanya. ",(Q.S. ‘abasa [80] :1-2)
Yang dimaksudkan kebutaan hakiki di sini adalah kebutaan hati. Kebutaan mata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesempurnaan dan kekuatan hati. Nabi Saw. bersabda, "Orang yang kuat bukanlah yang menang berkelahi, tetapi orang yang mampu mengendalikan nafsunya saat marah."
Beliau Saw. juga bersabda, "Orang miskin bukanlah peminta- minta yang berkeliling untuk mendapatkan sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin adalah yang tidak meminta kepada manusia sehingga tidak diketahui bahwa ia layak diberi sedekah."
Sebenarnya, masih banyak lagi hadits-hadits yang serupa dengan dua hadits di atas. Intinya, di antara hukuman maksiat adalah hati menjadi buta, tuli, dan bisu. Dan, termasuk juga hukuman hati adalah ketenggelaman yang terjadi dalam hati, sebagaimana sesuatu dengan segala isinya yang tenggelam dalam suatu tempat hingga sampai pada titik terdalam tanpa disadari oleh pemiliknya.
Tanda tenggelamnya hati adalah tidak henti-hentinya ia berputar di sekitar wilayah rendah, kotor, dan hina. Sebaliknya, hati yang diangkat oleh Allah dan didekatkan kepada-Nya akan selalu mengitari kebaikan dan segala perkara yang luhur, baik amal perbuatan, ucapan, dan juga akhlak.
Sebagian ulama salaf berkata, "Sesungguhnya, hati itu terus bergerak. Ada yang bergerak di sekitar Arsy dan ada yang bergerak di sekitar permukaan bumi."