Pekerjaan yang pertama-tama dilakukan dalam menyelenggarakan urusan mayit adalah memandikannya, yang mempunyai dua macam cara:
CARA YANG PERTAMA:
Yaitu cara minimal, asal memenuhi arti mandi, yang dengan demi¬kian maka terlepaslah kita dari dosa, ialah asal najis yang barangkali ada pada tubuh si mayit hilang, kemudian siramlah seluruh tubuhnya dengan air secara merata.
CARA KEDUA:
Yaitu cara mandi yang sempurna sehingga memenuhi as-Sunnah, yakni agar orang yang memandikan mayit melakukan hal-hal berikut :
- Letakkanlah mayit di tempat kosong, di atas tempat yang agak tinggi, papan umpamanya, dan tutuplah auratnya dengan kain atau semisalnya.
- Mayit didudukkan di tempat mandi, condong ke belakang, sedang kepalanya disandarkan pada tangan kanan orang yang memandikannya, sementara tangan kirinya menekan keras-keras perut si mayit, supaya isinya yang mungkin masih tersisa ke luar. Sesudah itu balut-lah tangan kiri itu dengan kain atau sarung tangan, dan basuhlah kemaluan dan dubur si mayit. Kemudian, bersihkan pula mulut dan lubang hidungnya, lantas diwudhu'kan seperti wudhu’ orang hidup.
- Kepala dan wajah si mayit dibasuh dengan sabun atau pembersih lainnya. Lepaslah rambutnya, kalau dia mempunyai rambut panjang. Dan kalau ada yang tercabut, maka rambut itu harus dikembalikan dan ditanam bersamanya.
- Sisi kanan mayit sebelah depan dibasuh terlebih dahului, barulah kemudian sisi depan sebelah kiri. Sesudah itu, basuh pula sisi kanannya sebelah belakang, kemudian sisi belakang sebelah kiri. Dengan demikian, maka seluruh tubuhnya bisa diratai air. Ini semua adalah basuhan pertama. Selanjutnya, disunnatkan mengulangi basuhan seperti itu dua kali lagi. Dengan demikian terlaksanalah tiga kali basuhan. Lain dari itu, air supaya dicampur dengan sedikit kafur pada basuhan yang terakhir, manakala si mayit tidak sedang ihram.
Dalil atas keterangan di atas adalah hadits riwayat al-Bukhari (163) dan Muslim (939), dari Ummu 'Athiyah al-Anshariyah RA, dia berkata:
دَخَلَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نُغَسِّلُ ابْنَتَهُ، فَقَالَ:اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا اَوْ خَمْسًا اَوْ اَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ اِنْ رَاَيْتُنَّ، بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَاجْعَلْنَ فِى اْلاَخِرَةِ كَافُوْرًااَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُوْرٍ، وَابْدَأْنَ بِمَيَامِِنِهَاوَمَوَاضِعِ الْوُضُوْءِ مِنْهَا
Rasulullah SAW menemui kami ketika kami tengah memandikan putrinya, lalu bersabda: "Mandikanlah ia tiga atau lima kali, atau lebih banyak lagi kalau itu baik menurut kalian, dengan air dan< bidara. Dan pada yang terakhir kali mandikanlah dengan kafur, atau sedikit kafur. Dan mulailah dari bagian-bagian tubuh sebelah kanan dan anggota-anggota wudhu'nya.
Sidr: bidara, ialah daun dari sejenis pohon (bidara) yang telah ditumbuk, biasa digunakan untuk bahan pembersih.
Kafur: kelopak bunga kurma.
Tetapi, kalau mayit itu sedang dalam keadaan ihram, maka harus dimandikan seperti biasa, tanpa dikenai kafur atau lainnya yang berbau harum.
Menurut riwayat al-Bukhari (1208), dari Ibnu 'Abbas RA:
اَنَّ رَجُلاً وَقَصَهُ بَعِيْرُهُ، وَنَحْنُ مَعَالنَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ فِى ثَوْبَيْنِ، وَلاَتُمِسُّوْهُ طِيْبًا وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ فَاِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّدًا، وَفِى رِوَايَةٍ: مُلَبِّيًا
Bahwa seorang lelaki terinjak oleh untanya ketika kami menyertai Nabi SAW, sedang dia ddlam keadaan ihram. Maka sabda Nabi SA W: "Mandikan dia dengan air dan bidara, dan bungkuslah dengan dua lem¬bar kain, dan jangan kenai dia dengan wewangian, dan jangan pula tutupi kepalanya. Karena Allah sesungguhnya akan membangkitkan dia pada hari kiamat dalam keadaan rekat rambutnya." Sedang menurut riwayat lain: "dalam keadaan bertalbiyah."
Wiqashabu:membantingnyake atas tanah lalu menginjak lehernya.
Mulabbidan: dari kata at-Talbid, yaitu memberi sedikit getah atau semisalnya pada rambut kepala ketika ihram, supaya rekat satu sama lain, sehingga tidak ada yang gugur dan tidak timbul padanya binatang kecil, seperti kutu dan lain-lain.
Mulabbiyan: dalam keadaan membaca talbiyah, sebagaimana keadaannya ketika meninggal dunia.
Mayit laki-laki wajib dimandikan oleh laki-laki, dan mayit perempuan oleh perempuan pula, sebagaimana yang bisa disimpulkan dari hadits-hadits tersebut di atas. Hanya saja, bagi mayit laki-laki boleh dimandikan oleh isterinya, dan mayit perempuan oleh suaminya. Kalau untuk memandikan mayit perempuan, hanya ada seorang laki-laki yang bukan muhrimnya, dan untuk memandikan mayit laki-laki, hanya ada seorang perempuan yang bukan muhrimnya, maka gugurlah kewajiban memandikan mayit itu, dan diganti dengan tayammum.
Dan ketahuilah, bahwasanya memandikan mayit itu disyari'atkan tak lain demi menghormatinya, di samping membersihkannya. Ini memang wajib dilakukan terhadap tiap-tiap mayit yang muslim, selain orang yang mati syahid di medan perang, sebagaimana akan Anda pelajari nanti.