Jika kedudukan harta-harta demikian rupa dalam pandangan Islam, maka seorang muslim harus berusaha mencarinya untuk membutuhkan nafkahnya dengan jalan yang halal sesuai dengan patunjuk Allah dan Rasul-Nya. Ia dianjurkan untuk memperoleh rezki itu, kalau perlu, agar merantau dan bepergian menyelusuri bumi Allah yang luas. Allah swt. berfirman:
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.” (Al-Mulk 15)
Akan tetapi kewajiban agama harus didahulukan dan pencaharian nafkah jangan sampai menghalangi orang menunaikan kewajiban agamanya. Allah swt. berfirman:
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.”(Al-Jum’ah 10).
Diriwayatkan bahwa tatkala beberapa sahabat Rasullullah saw. ragu-ragu dan khawatir melakukan perdagangan pada saat mereka melaksanakan kewajiban hajinya, turunlah firman Allah ini:
“ Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (Albaqarah 198).
Allah memberi keringanan dalam beribadah malam, bagi orang yang bepergian mencari nafkah sebagaimana di firmankan:
"Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” (Al-Muzammil 20).
Rasulullah saw. menerangkan bahwa Allah swt. menyintai orang-orang mu’min yang berusaha dan bekerja untuk memperoleh nafkah hidupnya dengan cara yang halal, bahkan akan diampunilah dosanya. Demikianlah Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
إنّ الله يحبّ المؤمن المحترف (رواه الطبرانى والبيهقى
“Sesungguhnya Allah menyintai seorang mu’min yang bekerja.”
Dan Siti A-isyah r.a berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
من أمسى كالاّ من عمل يده أمسى مغفوراله
“Barangsiapa berasa payah dan lelah karen kerja tangan, maka Allah mengampuninya sepanjang malam.”
Juga ditegaskan oleh Rasulullah saw. bahwa sebaik-baiknya usaha, ialah usaha pekerjaan tangan, sebagaimana telah diceritakan oleh Rafi’ bin Khadij, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, usaha apakah yang paling afdhal?” Rasulullah menjawab: “Usaha yang dikerjakan dengan tangan dan segala perdagangan yang bersih, (tidak dicampuri tipu dan khianat).” (Rw. Thabarani).
قيل يارسول الله أيّ الكسب أفضل؟ قال: عمل الرّجل بيده وكلّ بيع مبرور
Dan menurut Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda:
لأن يحتطب أحدكم حزمة على ظهره خيرله من أن يسأل أحدا فيعطيه أو يمنعه (البخارى ومسلم)
“Bahwasanya seorang daripada kamu berusaha mengumpulkan kayu, memikulnya sendiri di atas punggungnya lebih baik daripada meminta-minta dari orang, diberinya atau ditolaknya.” (Bukhari dan Muslim).
ماأكل أحد طعاما قطّ خيرا من أن يأكل من عمل يده وإنّ نبيّ الله داود كان يأكل من عمل يده
“Tidak ada makanan yang di makan oleh seseorang lebih baik daripada makanan yang dihasilkan oleh kerja tangannya sendiri, dan Nabiullah Daud selalu makan dari kerja tangannya sendiri.”
Berkata Ka’b bin Umrata:
مرّ على النّبيّ صلى الله عليه وسلّم رجل فرأى أصحاب رسول الله من جلده ونشاطه فقال يارسول الله لو كان هذا فى سبيل الله؟ فقال صلى الله عليه وسلّم: إن كان خرج يسعى على ولده صغارا فهو فى سبيل الله، وإن كان خرج يسعى على أبوين شيخين كبيرين فهو فى سبيل الله، وإن كان خرج يسعى على نفسه يعفّها فهو فى سبيل الله، وإن كان خرج يسعى رياء ومفاخرة فهو فى سبيل الشّيطان. (رواه الطبرانى
“Seorang pria lewat di depan Rasulullah, lalu bertanyalah para sahabat yang melihat ketangkasan dan kesungguh-sungguhan pria itu, “Ya Rasulullah, langkah baiknya kalau yang dilakukan oleh pria itu karena Allah dan di jalan Allah?” Rasulullah menjawab: “Kalau ia keluar berusaha (mencari nafkah) untuk anak-anaknya yang kecil mka ia berada di jalan Allah, dan kalau ia keluar berusaha untuk kedua ibu-bapaknya yang sudah tua maka ia berada di jalan Allah, dan kalau ia keluar berusaha untuk mencari nafkah bagi dirinya sendiri maka ia berada di jalan Allah dan kalau ia keluar berusaha untuk bangga-banggaan dan mencari puji maka dia berada di jalan syaitan.” (R.w Thabarani).
Berkata Anas r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda:
ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان إلاّ كان له به صدقة
“Seorang muslim yang menebarkan benih atau menanam tanaman, kemudian memakan dari tanaman itu burung atau manusia, maka itu merupakan sedekah dari padanya.” (Bukhari/Muslim).
Diriwayatkan oleh Anas pula bahwa Rasulullah saw. bersabda:
سبع يجرى للعبد أجرهنّ وهو فى قبره بعد موته: من علّم علما أو أجرى نهرا أو حفر بئرا أو غرس نخلا أو بنى مسجدا أو ورّث مصحفا أو ترك ولدا يستغفر له بعد موته.
“Tujuh macam amal yang pahalanya diterima oleh manusia selama ia di dalam kuburnya sesudah matinya: Mengajarkan sesuatu ilmu, menyalurkan sungai, menggali sebuah sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan Qur’an dan meninggalkan anak yang beristighfar bagi dia sesudah matinya”. (R.w. Albazzar dan Albaihaqi).
Rasulullah saw. selalu memberi petunjuk kepada para sahabatnya bagaimana cara berusaha mencari nafkah. Berkata Anas r.a.:
أنّ رجلا من الأنصار أتى النّبيّ فسأله، فقال: أما فى بيتك شيئ؟ قال بلى، حلس نلبس بعضه ونبسط بعضه وقعب نشرب فيه من الماء، قال: إئتنى بهما فأتاه بهما، فأخذهما رسول الله بيده وقال من يشترى هذين؟ قال رجل: أنا أخذهما بدرهم، قال رسول الله: من يزيد على درهم مرّتين أو ثلاثا، قال رجل: أنا أخذهما بدرهمين، فأعطاهما إيّاه، فأخذ الدّرهمين وأعطاهما الأنصاريّ وقال: إشتر بأحدهما طعاما فانبذه إلى أهلك واشتر بالأخر قدوما فأتنى به، فأتاه به فشدّ فيه رسول الله عودا بيده ثمّ قال: إذهب فاحتطب وبع، ولا أرينّك خمسة عشر يوما، ففعل فجاء وقد أصاب عشرة دراهم فاشترى ببعضها ثوبا وببعضها طعاما، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: هذا خير لك من أن تجيئ المسألة نكنة فى وجهك يوم القيامة.
“Seorang pria dari sahabat anshar datang kepada Rasulullah saw. meminta-minta. Bertanya Rasulullah kepadanya: “Tidakkah engkau mempunyai apa-apa di rumah?” Si Anshari menjawab: “Hanya sehelai hamparan dan sebuah bejana tempat air minum.”
“Bawalah keduanya ke sini,” sabda Rasulullah. Sejurus kemudian kembalilah sang sahabat membawa kedua benda itu dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Oleh beliau ditawarkannya kedua benda itu dengan cara lelang kepada para sahabat yang berada di tempat dan terjuallah kedua benda itu dengan harga tertinggi, yaitu dua dirham yang segera diserahkannya uang itu kepada sang sahabat pemilik seraya bersabda: “Belilah engkau dengan satu dirham barang makanan untuk keluargamu dan dengan dirham yang lain belilah sebuah kapak dan bawalah kapak itu kemari.”
Setelah melaksanakan perintah Rasulullah, kembalilah sang sahabat membawa kapak yang dibelinya, kepada Rasulullah. Diterimalah kapak itu oleh beliau, lalu diikatkan pada sebuah tongkat dan dikembalikannya kepada sang sahabat seraya bersabda: “Pergilah dari kayu dengan kapak ini dan juallah hasil kayumu dan jangan nampakkan dirimu kepadaku selama lima belas hari.”
Setelah lalu masa lima belas hari datanglah sang sahabat yang telah berhasil mengumpulkan uang sepuluh dirham yang sebagiannya dibelikan pakaian sedang yang lain dibelikan makanan. Maka bersabdalah Rasulullah kepadanya: “Ini adalah leih baik daripada engkau datang di hari kiamat dengan wajahmu bernoda tanda minta-minta.” (Rw. Abu Daud).
Dalam lain riwayat, dalam arti yang sama bersabdalah Rasulullah:
من طلب الدّنيا حلالا إستعفافا عن المسألة وسعيا على أهله وتعطّفا على جاره بعثه الله يوم القيامة ووجهه مثل القمر ليلة البدر ومن طلبها حراما مكابرا بها مفاخرا لقي الله عزّ وجلّ وهو عليه غضبان.
“Barangsiapa mencari harta yang halal untuk menghindari minta-minta dan untuk mencukupi nafkah keluarganya dan bermurah hati kepada tetangganya, akan dibangkitkan oleh Allah di hari kiamat dengan wajah bercahaya seperti bulan purnama. Dan barangsiapa mencarinya untuk bersombong-sombong dan berbangga-bangga akan menemui Allah di hari kiamat dalam keadaan marah kepadanya.
Agama Islam menganjurkan dan mendorong orang melakukan penggarapan tanah dan membenarkan pembagian tanah dan memilikkannya kepada orang-orang yang sanggup menggarapkannya serta memanfaatkannya.
Bersabda Rasulullah saw.:
من أعمر أرض ليست لأحد فهو أحقّ بها
“Barangsiapa melihat sebidang tanah yang tidak bertuan, maka ialah yang berhak memilikinya.”
Bersabda Rasululah saw. :
من أحيا مواتا فهوله
“Dan battangsiapa menghidupkan ( mensuburkan) tanah yang sudah mati (gersang) maka tanah itu adalah miliknya.”
Bersabda Rasulullah saw.:
إلتمسوا الرّزق من خبايا الارض
“Carilah rezki dari sela-sela perut bumi.”
Adalah wewenang para penguasa untuk membagi-bagikan tanah kepada orang-orang yang sanggup menggarapnya dan memeliharanya guna kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Hal mana telah diberi contoh oleh Rasulullah saw. tatkala menyerahkan lembah ‘Al-A’qiq” kepada Bilal bin Elharits Almuzani untuk dipelihara dan digarapnya. Akan tetapi ternyata tatkala Saiyidina Umar ibnul Khatthab menjadi khalifah menggantikan Saiyidina Abubakar, bahwa tanah itu ditinggalkannya nganggur, tidak dipelihara dan digarap.
Melihat keadaan yang demikian itu berkatalah Umar kepada Bilal: “Hai Bilal, engkau telah diberi oleh Rasulullah sebidang tanah yang lebar dan panjang, namun engkau tidak berdaya memeliharanya dan memanfaatkannya, maka pertahankanlah bagimu sebagian dari tanah itu yang engkau rasa dapat memanfaatkannya, sedang yang lain serahkanlah kepadaku untuk kubagikan kepada para muslimin yang sanggup menggarapnya.” Bilal menjawab: “Demi Allah aku tidak akan menyerahkan kepadamu sesuatu yang telah diberikannya kepadaku oloh Rasulullah saw.” Umar menjawab: “Demi Allah engkau akan melakukannya”. Dan diambillah sebagian dari tanah Bilal itu dan dibagikannya kepada para muslimin.
Agama Islam mendorong juga para penganutnya untuk berdagang dan berniaga, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said bahwa Rasulullah saw. bersabda:
ألتّاجر الصّدوق الأمين مع النّبيّين والصّدّيقين والشّهداء
“Pedagang yang jujur dan amanat tempatnya adalah bersama para nabi, para shiddiqin dan para syuhada.” (R.w. Attermidzi)
Berkata Saiyidina Usman kepada putranya: “Hai anakku, berlindunglah dengan pencaharian dari kemiskinan, karena tiada seorang yang jatuh miskin, melainkan ia dihinggapi tida perkara: agamanya menipis, akalnya menjadi lemah dan sifat kesatrianya hilang, sedang yang lebih berat dari ketiga perkara itu adalah pandangan rendah orang-orang kepadanya.”
Berkata Abu Sulaiman Addarani: “Bukanlah ibadah itu, menurut pandangan kita, bahwa engkau menjejerkan kedua tapak kakimu bershaf (sembahyang) sedang lain orang memberimu makan (nafkah). Akan tetapi carilah nafkahmmu lebih dahulu kemudian beribadahlah.”