Pemilik mempunyai hak penuh pada harta miliknya, maka ia harus menafkahkan harta miliknya bagi kepentingan dirinya sendiri, dan bagi orang-orang yang di bawah asuhannya, anak-anaknya, istrinya dan anggota familinya. Kata nafkah yang wajib diberikannya oleh pemilik mencakup kebutuhan sandang, pangan, tempat tinggal, pengobatan, pendidikan dan pengajaran serta segala apa yang menjadi syarat dan kebutuhan hidup.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. pada suatu hari bersabda kepada para sahabatnya:
تصدّقوا. فقال رجل: ارسول الله. عندى دينار. قال أنفقه على نفسك قال: إنّ عندى أخر، قال: أنفقه على زو جتك، إنّ عندى أخر، قال: أنفقه على ولدك، قال: عندى أخر، قال: أنفقه على خادمك قال: عندى أخر، قال: أنت أبصر به
“Bersedekahlah kamu,” sabda Rasulullah, lalu seorang sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, aku punya satu dinar.” Rasulullah menjawab: “Nafkahkanlah untuk dirimu”. Bertanya lagi sahabat itu: “Aku punya lagi satu dinar.” Rasulullah menjawab: “Nafkahkanlah untuk istrimu.” Bertanya lagi sahabat itu: “Ada lagi satu dinar, Ya Rasulullah”. “Nafkahkanlah untuk anakmu”, jawab Rasulullah. Berkata lagi sahabat itu: “Masih ada lagi satui dinar”. “Nafkahkanlah untuk pelayanmu”, sabda Rasulullah. Dan ketika sang sahabat berkata lagi bahwa ia masih mempunyai satu dinar, besabdalah Rasulullah saw.: “Terserah padamu, engkau lebih mengetahui bagaimana menggunakannya.”
Dan apa yang disyaratkan oleh Islam dalam hal menafkahkan harta milik itu ialah hanya agar dilakukannya tidak dengan cara berlebih-lebihan sehingga ia ermasuk orang mubazir atau terlampau irit sehingga ia menjadi orang yang patut disebut bakhil. Karena kedua sifat itu sangat dicela oleh Allah dan membawa madharat bagi pemilik sendiri dan bagi umum. Firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al-Furqan 67).
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra’ 29).
Maka Allah swt. melarang orang berlaku bakhil dengan menggambarkan orang yang demikian itu seperti orang yang membelenggukan tangannya pada lehernya sehingga ia seakan-akan tidak dapat melakukan sesuatu. Juga orang dilarang membelanjakan hartanya secara boros dan berlebih-lebihan dengan menggambarkannya seperti orang yang terlalu mengulurkan dan membuka tapak tangannya lebar-lebar sehingga ia seakan tidak dapat menangkap dan memegang sesuatu.