Allah mengizinkan (memubahkan) orang berpoligami yang dibatasi hanya sampai empat istri, namun diwajibkan sebagai syarat mutlak harus berlaku adil di antara istri-istrinya dalam soal pangan, sandang, papan dan giliran bermalam serta semua apa yang berupa materiil, tanpa membedakan antara yang kaya dan miskin, yang dari kalangan bangsawan dan yang dari rakyat biasa.
Jika ia khawatir tidak dapat berlaku adil dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka secara merata, maka diharamkanlah ia berpoligami. Dan jika ia hanya dapat memenuhi kewajibannya terhadap tiga istri saja, maka ia diharamkan menikah dengan yang keempat. Demikian seterusnya jika ia hanya sanggup memenuhi kewajibannya terhadap dua orang, ia diharamkan menikah dengan yang ketiga dan jika tidak sanggup memenuhi kewajibannya terhadap duia istri, maka hendaklah ia bermonogami. Allah berfirman:
"Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (An-Nisa’ 3).
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
من كانت له امرأتان فمال إلى إحداهما جاء يوم القيامةوشقّة مائل
“Barangsiapa beristerikan dua orang, lalu lebih condong kepada salah satu dari mereka, akan tiba di hari kiamat dalam keadaan tubuhnya miring sebelah.” (Rw. Abu Dawud).
Dan tidak ada pertentangan antara apa yang diwajibkan oleh Allah dalam ayat tersebut di atas tentang kewajiban berlaku adil, dengan ayat tersebut di bawah:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. “ (An-Nisa’ 129).
Karena keadilan yang dituntut ialah keadilan dalam hal-hal lahiriah yang berada dalam kekuasaan manusia dan bukanlah keadilan dalam soal cinta dan simpati, hal mana adalah di luar kekuasaan manusia. Jadi keadilan yang termaksud dalam ayat tersebut di atas yang tidak dapat dilakukan oleh seorang suami ialah keadilan dalam cinta, simpati yang ditimbulkan oleh daya tarik dan sifat kewanitaan yang berbeda-beda tingkatnya di antara sesama wanita. Hal mana diakui oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya:
اللهمّ هذا قسمى فيما أملك فلا تلمنى فيما تملك ولا أملك
“Ya Allah, inilah yang aku miliki yang dapat aku bagikan secara adil kepada istri-istriku dan janganlah Engkau mencela aku dalam hal yang Engkau miliki dan tidak aku miliki.”