Bapak Abu Hanifah
Bapak Abu Hanifah dilahirkan dalam Islam. Ada beberapa pendapat ahli sejarah tentang bapaknya. Di antaranya mengatakan bahwa dia berasal dari Anbar dan ia pernah tinggal di Tarmuz dan Nisa.
Bapak Abu Hanifah seorang pedagang beliau satu keturunan dengan bapak saudara Rasulullah. Manakala neneknya Zuta adalah hamba kepada suku (Bani) Tamim.
Ada pula pendapat yang tidak setuju dengan pengabdian, mereka berkata Abu Hanifah dari bangsa Persia.
Ibu Abu Hanifah
Ibu Abu Hanifah tidak terkenal di kalangan ahli-ahli sejarah tetapi walaupun bagaimanapun juga ia menghormati dan sangat taat kepada ibunya. Dia pernah membawa ibunya ke majlis-majlis atau perhimpunan ilmu pengetahuan. Dia pernah bertanya dalam suatu masalah atau hukum tentang bagaimana memenuhi panggilan ibunya.
Beliau berpendapat bahwa taat kepada kedua adalah suatu sebab mendapat petunjuk dan sebaliknya bisa membawa kesesatan.
Abu Yusuf pernah menceritakan bahwa Abu Hanifah pernah membawa ibunya bersama-sama di atas keledai untuk menghadiri majlis ilmu pengetahuan Umar bin Zar untuk memenuhi kehendak ibunya. Beliau berkata aku pergi ke majlis
Umar bin Zar untuk menanyakan beberapa masalah yang berkenaan dengan keinginan ibunya. Apabila ia ditanya mengapa ia bertanya, jawabnya ibuku menyuruhku bertanya.
Umar bin Zar berkata kepada Abu Hanifah, engkau bertanya kepadaku tentang masalah, padahal engkau lebih mengetahui, beliau menjawab ibuku yang menyuruh aku bertanya.
Umar berkata kepada Abu Hanifah jawablah pertanyaan ini supaya akan kuberitahukan kepadamu. Abu Hanifah pun pulang ke rumah serta menceritakan kepada ibunya jawaban dari Umar.
Pada suatu ketika ibunya minta pendapat tentang suatu hukum, beliau pun membeikan fatwa. Ibunya tidak menerima dengan fatwa itu dan ia pun berkata aku tidak terima fatwa selain dari fatwa Zar’ah Al-Qas.
Ibunya mengajak Abu Hanifah untuk menemui Zar’ah. Lalu beliau berkata : Ibuku minta fatwa atau hukum dalam masalah ini.
Zar’ah berkata : Engkau lebih mengetahui masalah itu daripada aku, jawablah sendiri. Abu Hanifah memberitahu Zar’ah aku telah menjawabnya tetapi ibuku enggan menerimanya.
Zar’ah pun berkata kepada ibunya bahwa hukum tentang ini ialah sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Hanifah. Pernah ditawarkan kepada Abu Hanifah agar mau memangku jabatan hakim pada masa pemerintahan Marwan, beliau enggan menerimanya. Mereka memukul kepalanya dengan kuat. Ia tidak takut kepada tahanan atau pukulan bahkan berkata : Bahwa kelalaianku terhadap ibuku lebih sakit dan pedih daripada pukulan di kepalaku.