Kisah dibangunnya Baitullah atau yang dikenal dengan nama Ka’bah itu dibangun pada masa Nabi Ibrahim AS. Ketika Allah menganugerahi Nabi Ibrahim seorang putera yang diberi nama Ismail dari istri beliau yang kedua, terjadilah percekcokan antara istri pertama dan istri kedua. Akhirnya istri pertama yang bernama Sarah meminta kepada Nabi Ibrahim agar Ismail dan ibunya dijauhkan darinya. Padahal ibu Nabi Ismail berasal dari jariah (hamba sahaya) yang dihadiahkannya sendiri kepada suaminya. Ia bernama Hajar. Tetapi setelah Hajar menjadi istri Nabi Ibrahim, dari hasil pernikahannya dengan Hajar Nabi Ibrahim mempunyai seorang anak lelaki yang diberi nama Ismail. Hal ini membuat iri hati Sarah, akhirnya terjadilah percekcokan, yang berakhir dengan dijatuhkannya Hajar dan anak lelakinya. Nabi Ibrahim kemudian berangkat dari tanah leluhurnya yaitu Syam beserta Hajar dan anak lelakinya. Beliau berjalan menuju ke arah selatan, akhirnya berhentilah pada suatu lembah, yang di kemudian hari dibangun Baitullah.
Allah telah berfirman menceritakan perihal Nabi Ibrabhim :
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (QS. 14 : 37).
Firman yang berbunyi : ‘di dekat rumah Engkau’, berarti Nabi Ibrahim telah mengetahui bahwa di situ ada tempat suci yang diberi nama Baitullah. Maksud dan tujuan Nabi Ibrahim menempatkan sebagian keturunannya di sebelah Baitullah ini agar mereka mendirikan shalat dan beribadah kepada Allah. Kesucian tempat ini sebelumnya sudah diketahui terlebih dahulu oleh Nabi Ibrahim, yang karenanya menempatkan anaknya di tempat tersebut.
Ketika Ismail tumbuh menjadi dewasa, Allah memerintahkan agar Nabi Ibrahim mendirikan tempat melakukan shalat di tempat suci, agar semua manusia menghadap ke tempat tersebut dalam melakukan shalat, sebagai rasa syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka.
Allah berfirman kepada Ibrahim :
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) : “Ya Tuhan kami, terimalah daripada kami (amal kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. 2 : 127 – 128).
Nabi Ibrahim dan anak beliau, Ismail, keduanya membangun kembali pondemen-pondemen Baitullah. Tentu saja hal ini mereka lakukan setelah terlebih dahulu Allah memberitahukan tempat Baitullah secara pasti.
Allah telah berfirman :
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku’ dan sujud (shalat). (QS. 22 : 26) .
Pengertian ayat tersebut ada dua kemungkinan. Pertama, tanda-tanda Baitullah semula terpendam, kemudian Allah menampakkan kepada Nabi Ibrahim, agar tempat yang akan dibangun tepat, pada tempatnya. Jadi Baitullah sudah ada sejak dulu. Kedua, Baitullah itu dulunya belum ada, kemudian Allah memerintahkan Nabi Ibrahim dan Ismail agar membangun Baitullah di tempat yang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah.
Hajar Aswad : Ketika bangunan Ka’bah sudah hampir selesai, Ibrahim meminta kepada anaknya Ismail agar meletakkan batu sebagai tanda permulaan thawaf. Akhirnya Ismail meletakkan batu yang mempunyai ciri khas tersendiri. Batu itu bukanlah batu yang biasa kita lihat, melainkan, menurut salah satu riwayat, batu itu diturunkan dari langit ke bumi agar diambil oleh Nabi Ismail. Hal ini adalah merupakan kehendak Allah SWT dalam rangka pelaksanaan pembangunan Ka’bah yang di kemudian hari menjadi kiblat kaum muslimin di seluruh dunia.
Telah diriwayatkan oleh Rasulullah SAW :
نزل الحجر الأسود من الجنة وهو أشد بياضا من اللبن فسودته خطايا بني آدم (راه الترمذى)
“Hajar aswad diturunkan dari langit dalam keadaan putih cemerlang dan lebih putih dari warna susu, kemudian menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam (yang menciuminya) (Hadits riwayat Turmudzi)”.
Hajar aswad ini selalu dicium oleh Rasulullah SAW ketika melakukan thawaf. Kemungkinan, sebab beliau menciuminya karena hajar aswad adalah salah satu benda dari surga, atau sebagai peringatan kepada tangan-tangan mulia yang membawanya, kemudian meletakkannya di tempat yang sudah disediakan, yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kakek moyang bangsa Arab.
Kaum muslimin sama sekali tidak bermaksud menyembah hajar aswad, tetapi hanya sekedar memuliakan karena ia adalah benda dari surga. Dalam hal ini kaum muslimin hanya meniru jejak Rasul SAW serta merupakan ikrar terhadap Allah akan melaksanakan segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Mencium hajar aswad bukanlah termasuk fardhu haji yang harus dilakukan oleh jama’ah aji, tetapi mencium hajar aswad hanyalah sunnah. Seorang jama’ah haji boleh mencium hajar aswad apabila keadaannya memungkinkan. Tetapi apabila terlalu sesak ia diperbolehkan hanya dengan memberi isyarat dengan tangannya atau dengan lengannya, sebagai ganti daripada mencium, atau diperbolehkan hanya dengan memegangnya.
‘Umar Ibnu Al-Khaththab RA telah berkata : “Demi Allah, aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memberikan mudharat dan manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu, aku tak sudi menciummu”.
Baitullah adalah rumah pertama di dunia yang dibangun untuk tempat beribadah. Allah telah berfirman :
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah) menjadi amanlah dia”. (QS. 3 : 96 – 97).
Bakkah atau Makkah adalah nama yang sama bagi satu kota. Kota Makkah dikatakan Bakkah karena kota ini dapat menghancurkan orang-orang yang merasa dirinya kuat dan perkasa. Siapa saja yang coba-coba menghancurkannya, maka pasti akan binasa. Dan kota suci itu dinamakan Makkah karena dapat menghapus dosa, dan ada pula yang mengatakan karena kota ini dapat menarik hati penduduk dunia sehingga datang berduyun-duyun ke sana.
Allah memberitahu kepada kita bahwa Baitullah ini diberkahi Allah. Dan beribadah di dalamnya akan melipatgandakan pahala. Baitullah juga merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Barangsiapa yang memasukinya untuk melakukan ibadah haji serta taqarrub kepada Allah, maka besok di hari kiamat, ia akan selamat dari siksa neraka dan siksa Allah di dunia.
Ibadah haji dimulai sejak zaman Nabi Ibrahim, kemudian diteruskan oleh anaknya, Nabi Ismail. Akhirnya, zaman terus berlalu. Banyak orang yang menyelipkan ke dalam ibadah haji ini cara-cara terlarang dan mengandung syirik. Seperti halnya menyembah berhala dan melakukan thawaf di sekeliling Ka’bah dalam keadaan bugil. Lalu Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menghancurkan kesyirikan dan membersihkan cara-cara ibadah haji dari perbuatan bid’ah.