Piutang dan Berhutang dalam Islam yang Benar

Dalam islam hutang piutang atau mu'amalah dalam bahasa arabnya "addainu" adalah akad yang dilakukan untuk memberikan suatu benda atau barang dengan perjanjian akan dibayar kembali dalam jumlah dan nilai yang sama. Hukum asal dari hutang piutang dalam islam adalah diperbolehkan dan akan diuraikan lebih detail di bawah ini.

Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa jika terjadi hutang piutang hendaknya ditulis dengan menyebutkan siapa yang memberikan utang atau hutang, nama orang yang berhutang, jenis barang yang diutangi, tanggal terjadinya hutang piutang, tanggal pengembalian, dan alamat yang berutang. 

Tentang hutang piutang dalam islam, Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡ‍ٔٗاۚ 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi
sedikit pun daripadanya."    " (Q.S. Al- Baqarah: 282)

Dalam hal hutang piutangm, untuk lebih menguatkan catatan tanda terima, surat perjanjian/kwitansi tersebut selain ditandatangani oleh yang berhutang juga harus ditandatangani oleh kedua orang saksi laki-laki atau bila tidak didapatkan saksi boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan.

Allah SWT berfirman :

وَٱسۡتَشۡهِدُواْ شَهِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِكُمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٞ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ

Artinya: "Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada) agar jika seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya." (Q.S. Al-Baqarah: 282)

Hukum Hutang Piutang

Hukum asal utang piutang adalah mubah atau diperbolehkan. Bagi orang yang memberi utang atau hutang hukumnya sunnah karena termasuk menolong sesama. Namun, hukum hutang berhutang bisa mejadi berhukum wajib apabila orang yang meminjam (utang) dalam keadaan terpaksa atau terdesak. Suatu contoh : misalnya utang beras bagi orang yang kelaparan. Ketentuannya adalah antara orang yang mengutangi dengan orang yang berhutang dilarang memberikan syarat dalam pengembalian utang dilebihkan nilainya.

Mengnai hal di atas, dalam hadits nabi, Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

"Dari Ibnu Masud r.a., sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: seorang muslim yang memberi pinjaman kepada orang muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya satu kali." (H.R. Ibnu Majah)

Agar kita terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan dalam hal hutang piutang, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
  • Wajib hukumnya bagi orang yang berutang untuk mengembalikan hutangnya kepada yang memberi utang sesuai perjanjian yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Apabila yang berhutang telah mampu mengembalikan utang sebelum waktu perjanjian berakhir, maka hendaknya dan sebaiknya ia segera mengembalikan hutangnya tersebut. Dengan menggunakan cara seperti ini yaitu mengembalikan hutang sebelum waktunya akan dapat menambah kepercayaan pemberi hutang kepada pengutang.
  • Jika orang yang berhutang sudah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengembalikan hutangnya, namun belum mampu mengembalikan utang, maka orang yang memberi utang hendaknya memberi kelonggaran waktu. Hal ini sesuai dengan tujuan awal dalam hutang piutang yaitu menolong pihak yang kurang mampu.
Akhirnya, meskipun dalam Islam hukumnya adalah boleh dan tidak melarang adanya hutang piutang, akan tetapi kita harus berhati-hati agar jangan sampai utang tersebut membuat diri sendiri menjadi sengsara. Jika tidak menyangkut urusan penting dab mendesak, hendaknya dan sebaiknya kita tidak berhutang.

Hutang piutang dalam islam mempunyai ketentuan-ketentuan yang perlu kita perhatikan dan kita laksanakan dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya sehingga tujuan awal untuk membantu yang kurang mampu dapat terlaksana dengan baik dan mulia

Posting Komentar untuk "Piutang dan Berhutang dalam Islam yang Benar"