Berikut ini adalah sebuah paparan tentang mendidik atau pendidikan anak dengan keteladanan yang berprinsip pada tauhid, keimanan, dan faktor pengaruh lingkungan. Masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalam syari'at Islam, bahwa sang anak diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah.
Ini sesuai dengan apa yang Allah firmankan:
Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. 30:30)
Yang dimaksud dengan fitrah Allah adalah, bahwa manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Kebenaran itu juga sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Al-Bukhari:
"Setiap yang dilahirkan adalah dilahirkan dalam keadaan fitrah..."
Yaitu bahwa anak dilahirkan dengan naluri tauhid dan iman kepada Allah.
Dari sini, peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan-keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus.
Dan masalah yang tidak dipertentangkan adalah, bahwa sang anak, jika dengan mudah ia berhadapan dengan dua faktor: faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik, maka sesungguhnya sang anak akan tumbuh dalam iman yang hak, akan berhiaskan diri dengan etika Islam, dan sampai pada puncak keutamaan spiritual dan kemuliaan personal.
Akan halnya faktor pendidikan Islam untuk anak yang utama, Rasulullah saw. menegaskannya dalam banyak hadits:
"Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah dengan satu sha' (H.R. Tirmidzi)
Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya daripada akhlak yang baik". (H.R. At-Tirmidzi)
"Ajarilah anak-anak dan keluargamu kebaikan, dan didiklah mereka". (H.R. 'Abdu 'r-Razaq dan Sa'id bin Manshur).
"Didiklah anak-anakmu dalam tiga perkara cinta kepada Nabimu, cinta kepada keluarganya (ahlul-bait) dan membaca Al-Qur'an". (H.R. Ath-Thabrani)
Adapun tentang lingkungan yang baik untuk pendidikan anak, Rasulullah saw. telah memberikan arahan dalam banyak kesempatan:
"Setiap anak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan ia sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi". (H.R. Al-Bukhari).
Pemahaman hadits ini adalah, bahwa sang anak, jika mempunyai kedua orang tua Muslim yang baik, mengajarkan dan mendidik dan memberikan pendidikan kepada dirinya prinsip-prinsip iman dan Islam, maka sang anak akan tumbuh dalam akidah iman dan Islam. Dan ini adalah pengertian dari faktor lingkungan, rumah.
"Seseorang berada dalam tuntunan temannya, maka hendaklah salah seorang dari kamu melihat siapa yang menjadi temannya". (H.R. At-Tirmidzi)
Pemahaman hadits ini adalah, bahwa teman mempunyai pengaruh besar terhadap seseorang terutama dalam pendidikan anak/seseorang. Jika sang teman baik dan bertakwa, maka seseorang dapat mengambil sifat baik dan takwanya. Dan ini merupakan pengertian dari faktor lingkungan sosial, sekolah atau luar rumah lainnya dalam pendidikan anak.
Sebagai penguat bahwa lingkungan yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap pendidikan Muslim sang anak dalam kebaikan dan ketakwaan, di samping membentuknya atas dasar iman, akidah dan akhlak yang mulia, adalah hadits tentang seseorang yang membunuh 99 orang. Seperti riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Di bawah ini hadits tersebut secara keseluruhan:
Diriwayatkan dari Abu Sa'id bin Sa'ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Dahulu, pernah terjadi seseorang membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian ia menanyakan tentang seorang yang paling alim dari penduduk bumi ini. Maka ditunjukkanlah kepada seorang rahib (yaitu seorang ahli ibadah). Ia datang kepadanya dan berkata, 'Sesungguhnya saya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah saya akan diberi taubat?' Sang rahib menjawab, Tidak!' Maka dibunuhlah sang rahib tersebut, sehingga lengkaplah seratus orang yang telah ia bunuh. Kemudian ia mencari orang yang paling alim dari penduduk bumi ini. Maka, ditunjukkanlah kepada salah seorang yang alim, dan berkatalah ia kepadanya bahwa ia pernah membunuh seratus orang, dan bertanya apakah ia akan mendapat ampunan. Orang alim tersebut menjawabnya dengan 'Ya', dan berkata, yang mendidik dan mengantar dirinya dengan taubatnya adalah, ia harus pergi ke suatu tempat, di mana ia akan mendapatkan sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta'ala.
Hendaknya ia menyembah Allah bersama mereka, dan dikatakan kepadanya agar ia tidak kembali ke tanah kaumnya, karena tanah tersebut tanah jahat. Maka pergilah orang itu, hingga di tengah perjalanan, ajal menjemputnya. Maka ber-selisihlah Malaikat rahmat dan Malaikat Adzab. Berkatalah Malaikat rahmat, 'Ia datang kepada kami untuk bertaubat kepada Allah dengan sepenuh hatinya'. Malaikat adzab berkata, 'Sesungguhnya ia belum mengerjakan kebaikan sama sekali'. Maka datanglah seorang Malaikat yang menyerupai seorang manusia, yang kemudian oleh para Malaikat dijadikan sebagai penengah, dan berkatalah Malaikat tersebut, 'Ukurlah dua tanah. Ke arah mana yang paling dekat, maka ia berada dalam hukumnya'. Maka diukurlah oleh mereka, dan mereka mendapatkannya lebih dekat ke tanah yang ia inginkan. Maka, orang itu diambil oleh Malaikat rahmat".
Dan dalam riwayat lain :
"Maka Allah mewahyukan kepada tanah ini agar mendekat, dan tanah lain agar menjauh, dan berkata, 'Ukurlah antara keduanya'. Maka mereka mendapatkan ia lebih dekat ke tanah yang satu ini sejengkal. Maka orang itu diberi ampunan".
Nash-nash yang telah kita kemukakan tadi menunjukkan kepada kita bahwa sang anak, jika menerima pendidikan yang baik dari orang tuanya yang saleh dan pengajarnya yang tulus, di samping tersedianya lingkungan yang baik dari teman yang saleh, Mu'min dan tulus, maka tidak diragukan bahwa anak tersebut akan terdidik dalam keutamaan, iman dan takwa. Mereka juga akan terbiasa dengan akhlak luhur, etika yang mulia dan kebiasaan terpuji.
Ini sesuai dengan apa yang Allah firmankan:
Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. 30:30)
Yang dimaksud dengan fitrah Allah adalah, bahwa manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Jika ada manusia tidak memiliki agama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Kebenaran itu juga sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Al-Bukhari:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ٠٠٠
"Setiap yang dilahirkan adalah dilahirkan dalam keadaan fitrah..."
Yaitu bahwa anak dilahirkan dengan naluri tauhid dan iman kepada Allah.
Dari sini, peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan-keutamaan budi pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus.
Dan masalah yang tidak dipertentangkan adalah, bahwa sang anak, jika dengan mudah ia berhadapan dengan dua faktor: faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik, maka sesungguhnya sang anak akan tumbuh dalam iman yang hak, akan berhiaskan diri dengan etika Islam, dan sampai pada puncak keutamaan spiritual dan kemuliaan personal.
Akan halnya faktor pendidikan Islam untuk anak yang utama, Rasulullah saw. menegaskannya dalam banyak hadits:
لأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ وَلَدَهُ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ ٠
"Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah dengan satu sha' (H.R. Tirmidzi)
مَانَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
Tidaklah ada pemberian yang lebih baik dari seorang ayah kepada anaknya daripada akhlak yang baik". (H.R. At-Tirmidzi)
عَلِّمُوْا أَوْلاَدَكُمْ وَأَهْلِيْكُمُ الْخَيْرَوَأَدِّبُوْهُمْ
"Ajarilah anak-anak dan keluargamu kebaikan, dan didiklah mereka". (H.R. 'Abdu 'r-Razaq dan Sa'id bin Manshur).
أَدِّبُوْا أَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ ׃ حُبِّ نَبِيِّكُمْ ٬ وَحُبِّ آلِ بَيْتِهِ وَتِلاَوَةِ القُرْآنِ
"Didiklah anak-anakmu dalam tiga perkara cinta kepada Nabimu, cinta kepada keluarganya (ahlul-bait) dan membaca Al-Qur'an". (H.R. Ath-Thabrani)
Adapun tentang lingkungan yang baik untuk pendidikan anak, Rasulullah saw. telah memberikan arahan dalam banyak kesempatan:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِّسَانِهِ
"Setiap anak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan ia sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi". (H.R. Al-Bukhari).
Pemahaman hadits ini adalah, bahwa sang anak, jika mempunyai kedua orang tua Muslim yang baik, mengajarkan dan mendidik dan memberikan pendidikan kepada dirinya prinsip-prinsip iman dan Islam, maka sang anak akan tumbuh dalam akidah iman dan Islam. Dan ini adalah pengertian dari faktor lingkungan, rumah.
اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظِرُ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
"Seseorang berada dalam tuntunan temannya, maka hendaklah salah seorang dari kamu melihat siapa yang menjadi temannya". (H.R. At-Tirmidzi)
Pemahaman hadits ini adalah, bahwa teman mempunyai pengaruh besar terhadap seseorang terutama dalam pendidikan anak/seseorang. Jika sang teman baik dan bertakwa, maka seseorang dapat mengambil sifat baik dan takwanya. Dan ini merupakan pengertian dari faktor lingkungan sosial, sekolah atau luar rumah lainnya dalam pendidikan anak.
Sebagai penguat bahwa lingkungan yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap pendidikan Muslim sang anak dalam kebaikan dan ketakwaan, di samping membentuknya atas dasar iman, akidah dan akhlak yang mulia, adalah hadits tentang seseorang yang membunuh 99 orang. Seperti riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Di bawah ini hadits tersebut secara keseluruhan:
Diriwayatkan dari Abu Sa'id bin Sa'ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Dahulu, pernah terjadi seseorang membunuh sembilan puluh sembilan orang. Kemudian ia menanyakan tentang seorang yang paling alim dari penduduk bumi ini. Maka ditunjukkanlah kepada seorang rahib (yaitu seorang ahli ibadah). Ia datang kepadanya dan berkata, 'Sesungguhnya saya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah saya akan diberi taubat?' Sang rahib menjawab, Tidak!' Maka dibunuhlah sang rahib tersebut, sehingga lengkaplah seratus orang yang telah ia bunuh. Kemudian ia mencari orang yang paling alim dari penduduk bumi ini. Maka, ditunjukkanlah kepada salah seorang yang alim, dan berkatalah ia kepadanya bahwa ia pernah membunuh seratus orang, dan bertanya apakah ia akan mendapat ampunan. Orang alim tersebut menjawabnya dengan 'Ya', dan berkata, yang mendidik dan mengantar dirinya dengan taubatnya adalah, ia harus pergi ke suatu tempat, di mana ia akan mendapatkan sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta'ala.
Hendaknya ia menyembah Allah bersama mereka, dan dikatakan kepadanya agar ia tidak kembali ke tanah kaumnya, karena tanah tersebut tanah jahat. Maka pergilah orang itu, hingga di tengah perjalanan, ajal menjemputnya. Maka ber-selisihlah Malaikat rahmat dan Malaikat Adzab. Berkatalah Malaikat rahmat, 'Ia datang kepada kami untuk bertaubat kepada Allah dengan sepenuh hatinya'. Malaikat adzab berkata, 'Sesungguhnya ia belum mengerjakan kebaikan sama sekali'. Maka datanglah seorang Malaikat yang menyerupai seorang manusia, yang kemudian oleh para Malaikat dijadikan sebagai penengah, dan berkatalah Malaikat tersebut, 'Ukurlah dua tanah. Ke arah mana yang paling dekat, maka ia berada dalam hukumnya'. Maka diukurlah oleh mereka, dan mereka mendapatkannya lebih dekat ke tanah yang ia inginkan. Maka, orang itu diambil oleh Malaikat rahmat".
Dan dalam riwayat lain :
"Maka Allah mewahyukan kepada tanah ini agar mendekat, dan tanah lain agar menjauh, dan berkata, 'Ukurlah antara keduanya'. Maka mereka mendapatkan ia lebih dekat ke tanah yang satu ini sejengkal. Maka orang itu diberi ampunan".
Nash-nash yang telah kita kemukakan tadi menunjukkan kepada kita bahwa sang anak, jika menerima pendidikan yang baik dari orang tuanya yang saleh dan pengajarnya yang tulus, di samping tersedianya lingkungan yang baik dari teman yang saleh, Mu'min dan tulus, maka tidak diragukan bahwa anak tersebut akan terdidik dalam keutamaan, iman dan takwa. Mereka juga akan terbiasa dengan akhlak luhur, etika yang mulia dan kebiasaan terpuji.
Posting Komentar untuk "Metode Pendidikan Anak dengan Prinsip Tauhid dan Lingkungan"