Adapun muhasabah adalah suatu usaha mengevaluasi diri sendiri untuk mengetahui apakah syarat yang telah ditetapkan [pada fase musyarathah] masing-masing atas diri mereka masing-masing di hadapan Allah telah dilaksanakan dan mereka tidak berkhianat kepada Pemberi kenikmatan kepadamu dalam muamalah parsial ini? Apabila engkau telah benar-benar melaksanakannya maka bersyukurlah kepada Allah atas taufik ini. Jika Allah berkehendak, maka Dia akan memberikan kemudahan kepadamu untuk melaksanakan urusan-umsan dunia dan akhiratmu, dan pekerjaan esok akan menjadi lebih mudah bagimu daripada hari-hari sebelumnya." Pasti, karena nafs itu lentur seperti lilin, tidak seperti besi. Oleh karena itu, kita harus menundukkannya pada kebaikan, bukan pada kejahatan. Apabila kita mendapatinya tunduk pada kejahatan, maka ketahuilah bahwa kitalah penyebabnya.
Selain itu, pada masa kanak-kanak, nafs lebih lentur daripada keadaannya pada masa dewasa. Oleh karena itu, mereka berkata, "Belajar pada masa kanak-kanak adalah seperti melukis di atas batu." Adapun ketika seseorang menjadi dewasa, daya tangkapnya melemah, sementara pembawaan-pembawaan yang sudah ada dalam dirinya menguat. Kalau pembawaan-pembawaannya itu buruk—semoga Allah tidak memperkenankan-maka akan sulit dihilangkan. Inilah makna ucapan mereka: "Apabila seseorang mencapai akhir umurnya, sementara ia bergelimang dalam kemaksiatan, maka ia tidak akan mendapatkan taufik untuk bertobat." Ini tidak berarti bahwa Allah SWT tidak akan menerima tobatnya. Akan tetapi, artinya adalah bahwa ia tidak mampu bertobat. Oleh karena itu, seseorang harus menggunakan masa mudanya sebelum masa tua tiba.
Bagaimanapun, jika Anda ingin mencapai tujuan Anda, "maka tekunilah perbuatan ini" yang disyaratkan atas diri Anda "selama suatu masa. Diharapkan [hal itu] akan berubah menjadi pembawaan (malakah) dalam dirimu, di mana pekerjaan ini menjadi sangat mudah bagimu." Padanya akan terefleksikan keseimbangan sehingga Anda tidak mampu melakukan, bahkan memikirkan, keharaman yang bertentangan dengan pembawaan yang telah terbentuk di dalam diri Anda.
Oleh karena itu, para imam a.s. melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan keharaman-keharaman dengan mudah, karena perbuatan-perbuatan tersebut menjadi bagian dari eksistensi mereka dan melewati fase malakah (pembawaan) ke fase ittihad (kesatuan).
Ketekunan dalam perbuatan-perbuatan baik mengubahnya menjadi pembawaan pada diri Anda. "Ketika itu engkau akan merasakan kelezatan dan keakraban dalam ketaatan kepada Allah SWT dan meninggalkan kemaksiatan terhadap-Nya di alam ini sendiri, padahal alam ini bukan alam tempat dilakukan pembalasan. Namun, balasan Ilahi berpengaruh dan menjadikanmu mendapatkan kesenangan dan kelezatan dengan ketaatanmu kepada Allah dan kejauhanmu dari kemaksiatan." Anda akan memperoleh balasan di dunia ini di samping balasan di akhirat yang di situ akan tampak kepada Anda hakikat kelezatan-kelezatan itu yang tidak ada satu kelezatan pun dapat menandinginya.
"Ketahuilah, Allah tidak membebankan sesuatu yang memberatkanmu. Dia tidak mewajibkan kepadamu sesuatu di luar kemampuanmu dan engkau tidak mampu melakukannya." Sebab, Allah tidak membebani suatu diri kecuali menurut kemampuannya. Dia tidak memfardukan kewajiban-kewajiban kepada Anda kecuali Anda mampu melaksanakannya. Dia juga tidak mengharamkan keharaman-keharaman kepada Anda kecuali Anda mampu menjauhinya. "Namun, setan dan bala tentaranya memberikan gambaran perkara itu kepadamu seakan-akan berat dan sulit."
"Apabila di tengah muhasabah itu terjadi pengabaian dan ketidakpedulian semoga Allah tidak memperkenankan terhadap apa yang telah kamu syaratkan atas dirimu, maka beristigfarlah kepada Allah dan mintalah ampunan dari-Nya. Bertekadlah dengan segenap keberanian untuk menepati apa yang telah disyaratkan besok, jadilah dalam keadaan ini agar Allah SWT membukakan pintu-pintu taufik dan kebahagiaan di hadapanmu, dan mengantarkanmu ke jalan lurus kemanusiaan."
Posting Komentar untuk "Muhasabah Menuju Ke Jalan Allah"