Perbuatan Manusia dan Balasannya di Hari Kiamat

Allah SWT telah menciptakan manusia dengan sebaik mungkin. Maka, Mahasuci Allah yang sebaik-baik pencipta [QS al-Mu’minun [23]: 14]. Disediakan baginya segala sebab untuk mengantarkannya ke alam ini.... Dan demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu [ja­lan] kefasikan dan ketakwaannya [QS asy-Syams [91]: 7-8], Allah memberinya hujjah internal. Fitrah Allah yang di atas fitrah itu Allah menciptakan manusia. Tidak ada perubahan pada ciptan Allah. Itulah agama yang lurus.[ QS ar-Rum [30]: 30] Kemudian, kepa­danya Allah mengutus puluhan ribu nabi, washi, dan orang salih, serta menurunkan risalah-risalah samawi. 

Allah SWT berfirman: Sungguh Ka­mi telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa keterangan, dan bersama mereka Kami menurunkan kitab-kitab dan neraca-neraca agar manusia mene­gakkan keadilan [QS al-Hadid [57]: 25]. Selanjutnya, Dia menjadikannya orang merdeka un­tuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Kami telah menujukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. [ QS al-Insan [76]: 3] Hal itu agar dengan pilihan bebasnya ia mem­bina keberadaannya pada Hari Kiamat. Dengan demikian, pada setiap saat dan niat, pada setiap perkara kecil dan besar, dan pada setiap keya­kinan dan perbuatan, kita membina diri dan keberadaan kita pada Hari Kiamat. Lalu, pengetahuan dan perbuatan apa yang akan kita pilih dan bagaimana kita membina keberadaan ini? 

Banyak sekali ayat dan riwayat yang menegaskan bahwa seseorang akan dikumpulkan pada Hari Kiamat menurut perbuatannya dan akan tergadai dengannya. Bahkan, ia akan menjadi hakikat perbuatannya. Di antaranya adalah firman Allah SWT berikut: 

Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada Hari Kiamat atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. Setiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya untuk mereka. Itulah balasan bagi mereka., karena sesungguhnya mereka kafir kepada ayat-ayat Kami [QS al-Isra’ [17]: 97-98]. 

Dan barangsiapa yang buta [hatinya] di dunia ini, niscaya di akhirat ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan [yang benar]  [ QS al-Isra’ [17]: 72]. 

Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya [QS Alu ‘Imran [3]: 182]. Dan kebaikan apa saja yang kalian usahakan bagi diri kalian, tentu kamu akan mendapatkan pahalanya di sisi Allah [QS al-Baqarah [2]: 110]. 

Adapun riwayat-riwayat tentang hal tersebut, di antaranya sebagai berikut. 

Dalam Tafsir ash-Shafi, ketika menafsirkan ayat: Pada hari ketika sang­kakala ditiup, lalu kalian datang berbondong-bondong [QS an-Naba’ [78]: 18] dan dalam al-Majma', dikutip sebuah riwayat dari Nabi saw., bahwa beliau ditanya tentang ayat ini. Beliau menjawab, "Sepuluh kelompok dari umatku dikum­pulkan dengan berbondong-bondong. Allah telah memisahkan mereka dari kaum Muslim dan mengubah rupa mereka. Sebagian dari mereka dalam rupa kera, sebagian dalam rupa babi, sebagian dalam keadaan terbalik, kaki di atas dan kepala di bawah, sebagian diseret, sebagian dibutakan sehingga mondar-mandir, sebagian bisu dan tuli sehingga tidak dapat berpikir, sebagian sedang menggigit lidah, sebagian dalam keadaan tangan dan kaki terputus, sebagian disalib pada salib dari api, sebagian lebih bau daripada bangkai, dan sebagian lagi memakai jubah panjang dari terpanas yang melelehkan kulit mereka. 

Orang-orang yang dalam rupa kera adalah tukang fitnah di tengah masyarakat; yang dalam rupa babi adalah mereka yang makan dari penghasilan haram, yang badannya terbalik adalah pemakan riba, yang buta adalah pelanggar hukum, yang buta dan tuli adalah ujub dengan perbuatan mereka sendiri, yang menggigit lidah adalah para ulama dan hakim yang perbuatan mereka bertentangan dengan ucapan mereka, yang tangan dan kaki terputus adalah mereka yang suka menyakiti tetangga, yang disalib pada salib dari api adalah mereka yang suka memfitnah di depan penguasa, yang lebih bau daripada bangkai adalah me­reka yang bersenang-senang dengan menuruti syahwat dan menahan hak Allah pada harta mereka, dan yang memakai jubah dari terpanas mereka yang suka membanggakan diri dan sombong. [ Tafsir ash-Shafi, karya al-Faydh al-Kasyani, Mu’assasah al-A’lami li al-Marthbu’at] 

Di dalam al-Bihar, dalam riwayat dari Rasulullah saw. yang berkaitan dengan malam mikraj, beliau bersabda, "Aku memasuki surga sehingga aku melihat di sana ada istana-istana dari yakut merah yang bagian dalamnya terlihat dari luar dan bagian luarnya terlihat dari dalam, dari cahaya. Aku bertanya, 'Wahai Jibril, untuk siapakah istana ini?' Jibril menjawab, 'Untuk orang yang bertutur kata lembut, menunaikan puasa, memberi makan [orang miskin], dan tahajud pada tengah malam pada saat orang-orang tertidur. [AL-Bihar, jil 18,hal.292].'" 

Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Ketika aku diisra'kan ke langit, aku memasuki surga. Aku melihat di sana ada lembah tempat para malaikat membuat batu bata dari emas dan perak. Kadang-kadang mereka berhenti sehingga aku bertanya ke­pada mereka, 'Apa gerangan yang membuat kalian berhenti?' Mereka menjawab, 'Hingga nafkah didatangkan kepada kami.' Aku katakan, 'Apakah nafkah kalian?' Mereka menjawab, 'Ucapan orang Mukmin: Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha Illallah wallahu akbar (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, dan Allah Yang Maha besar). Apabila ia mengucapkannya, kami mulai membangun, te­tapi jika ia diam maka kami berhenti.[ Ibid ]'" Ucapan hamba Mukmin la­hiriah di bumi memiliki aspek batin. Batinnya adalah batu-batu yang menjadi dinding untuk istana-istana yang akan ditempatinya di surga. 

Kemudian, Rasulullah saw. bersabda, "Kemudian, aku pergi. Tiba- tiba, aku mendapati suatu kaum yang di hadapan mereka terdapat hi­dangan-hidangan dari daging segar dan daging busuk. Mereka mema­kan hidangan dari daging yang busuk dan meninggalkan hidangan dari daging segar. Aku bertanya, 'Siapakah mereka itu, wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang memakan makanan haram dan meninggalkan makanan-makanan halal. Mereka itu terma­suk umatmu, wahai Muhammad.[ Ibid, hal.323]'" Inilah ketentuan dasar dalam ba­lasan (jam). Sebab, pada Hari Kiamat seseorang memperoleh rezeki dari perbuatannya. Jika perbuatannya salih, maka rezekinya pun baik. Dan sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya.[ QS Muhammad [47]: 15] Sebaliknya, jika perbuatannya durhaka, maka rezekinyapun seperti itu. Sesungguhnya pohon zaqqum itu makanan orang yang banyak berdosa [QS ad-Dukhan [44]: 43]. 

Selanjutnya, Rasulullah saw. bersabda, "Kemudian, aku pergi situ. tiba-tiba, aku mendapati beberapa kaum menanduk-nandu kepala mereka ke batu.' Aku bertanya, 'Siapakah mereka itu, wahai Jibril?. Jibril menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan shalat Isya karena tertidur.' Lalu, aku pergi dari situ. Tiba-tiba. mendapati beberapa kaum yang api dilemparkan ke dalam mulutnya dan keluar dari dubur mereka. Aku bertanya, 'Siapakah mereka wahai Jibril?. Jibril menjawab, Orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masak ke dalam api yang menyala-nyala. [QS an-Nisa’ [4]: 10]' Setelah itu, aku pergi. Tiba-tiba, aku mendapati beberapa kaum yang salah seorang mereka ingin berdiri tetapi tidak mampu karena perutnya yang Aku berkatanya, 'Siapakah mereka itu, wahai Jibril?. Jibril menjawab 'Mereka adalah orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila [QS al-Baqarah [2]: 275],' Aku pun berlalu dari sana. Tiba-tiba, aku mendapati kaun perempuan yang digantung dengan tetek mereka sebagai penggantinya. Aku bertanya, 'Siapakah mereka itu, wahai Jibril?. Jibril menjawab 'Mereka adalah perempuan-perempuan yang mewariskan harta si mereka kepada orang lain.'" Terakhir, Rasulullah saw. bersabda, murkaan Allah menjadi semakin besar kepada perempuan yang memasuki suatu kaum untuk menghubungkan nasab kepada mereka padahal ia bukan berasal dari mereka, sehingga ia melihat aurat mereka dan memakan harta simpanan mereka. [Al-Bihar, jil. 18, hal.323]." 

Dalam al-Mahasin, dikutip sebuah hadis dari Abu Bashir dan AIi a.s.: Jika hamba Mukmin wafat, maka enam rupa masuk bersaman dalam kubur. Di antara enam rupa itu terdapat satu rupa yang paling cantik wajahnya, paling bagus bentuknya, paling harum wanginya, paling bersih parasnya. Satu rupa berdiri di samping kanannya, satu rupa berdiri di samping kirinya, satu rupa berdiri di hadapannya, satu rupa berdiri di belakangnya, satu rupa berdiri pada kakinya, dan rupa yang paling indah tadi berdiri di atas kepalanya. Jika ia didatangi dari arah kanannya maka rupa yang ada di samping kanannya mencegahnya, dan demikian seterusnya hingga didatangi dari keenam arah. Kemudian, rupa yang paling indah itu berkata, 'Siapakah kalian, semoga Allah membalas kebaikan dariku?' Rupa yang ada di samping kanan hamba itu menjawab, 'Aku adalah shalat.' Rupa yang di sebelah kiri menja­wab, 'Aku adalah zakat.' Rupa yang ada di depannya menjawab, 'Aku adalah puasa.' Rupa yang ada di belakangnya menjawab, 'Aku adalah haji dan umrah.' Rupa yang ada pada kakinya menjawab, 'Aku adalah kebaikan orang yang aku jumpai di antara saudara-saudaramu.' Kemudian, kelima rupa itu bertanya kepada rupa yang bertanya tadi, 'Lalu, siapakah kamu? Engkau adalah yang paling cantik wajahnya di antara kami, paling harum wanginya, dan paling bagus bentuknya.' Rupa itu menjawab, 'Aku adalah wilayah Muhammad saw. [Tasliyah al-Fu’ad, karya ‘Abdullah Syubar, hal. 93]'" 

Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepa­da Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik [QS al-Hasyr [59]: 18-19].