Hubungan Perbuatan Seseorang dengan Kemudahan/Rintangan

Kita tahu bahwa terdapat alam lain di luar kita dan eksistensi kita. Alam itu adalah suatu hal dan kita adalah hal lain. Realitas luar ini dan segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT kadang-kadang membantu manusia dalam perbuatan dan kadang-kadang pula merintanginya. Apabila semua itu membantu seseorang, maka ia melakukan perbuatannya dengan mudah seperti orang yang berenang di sungai mengikuti arus. Namun, jika semua itu merintanginya, maka ia melakukan per­buatan itu dengan sulit seperti orang yang berenang menantang arus. 

Lalu, bagaimana kaitan seseorang dengan realitas luarnya terwujud sehingga membantu atau merintanginya? 

Yang menentukan bagaimana kaitan seseorang dengan realtitas luarnya dan dengan alam itu adalah perbuatannya. Jika ia adalah se­orang yang salih, ia akan melihat alam itu indah, baik, dan membantu­nya. Sebaliknya, jika perbuatannya durhaka, maka jiwa alam ini meli­hatnya sebagai perintah baginya. Oleh karena itu, dua pembawaan itulah yang dilihat setiap orang di dalam kuburnya. Pendurhaka melihat ke­duanya dengan pandangan yang menjijikkan, dan ketika itu keduanya dinamai Munkar dan Nakir. Sementara itu, orang Mukmin melihat ke­duanya dengan pandangan yang indah dan bagus, dan ketika itu ke­duanya dinamai Mubsyar dan Basyir. Kedua malaikat itu adalah kedua pembawaan tersebut. Melihat keduanya dalam rupa ini atau dalam rupa sebaliknya tiada lain adalah bergantung pada perbuatan manusi sendi­ri. 

Demikian pula, di dalam masalah kehadiran para imam a.s. pada setiap orang di saat kematiannya—sebagaimana disebutkan di dalam beberapa riwayat—tidak dikhususkan bagi orang Mukmin. Pendek kata, orang Mukmin melihat mereka dalam rupa tertentu, sementara yang lain melihat mereka dalam rupa yang lain lagi. Hal itu tiada lain adalah karena perbedaan perbuatan orang Mukmin dan perbuatan orang lain, bukan karena para imam a.s. itu berbeda dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. 

Perumpamaan perbuatan seseorang terhadap alam di sekelilingnya adalah seperti tabir yang diletakkan seseorang di depan matanya untuk melihat cahaya matahari. Apabila tabir itu berwarna hijau, maka ia akan melihat cahaya itu berwarna hijau. Apabila tabir itu berwarna merah maka ia akan melihat cahaya itu bernama merah. Demikian seterusnya. Dengan perbuatan tabir itu ia melihat matahari berwarna hijau, merah, dan sebagainya, bukan karena cahaya matahari itu menjadi hijau, merah, dan sebagainya. Demikian pula, perbuatan mahusia. Dengannya, se­seorang melihat realitas di sekelilingnya dengan cara ini atau cara yang lain. 

Di antara riwayai-riwayat yang menegaskan hakikat ini adalah yang dinukil dalam Tasliyah al Fu’ad dari Abu liash dari Imam a.s.: "Apabila orang Mukmin dikeluarkan dari rumahnya, para malaikat mengiringinya ke kuburnya. Mereka berdesak-desakan di sekelilingnya hingga apabila mayat itu sampai di kuburnya, tanah berkata kepadanya, 'Sela­mat datang bagimu. Demi Allah, aku sangat senang diinjak oleh orang sepertimu, kemudian kamu pasti melihat apa yang telah kamu kerjakan." Dengan demikian, tanah itu memberikan keluasan di dalam kuburnya, dan dua malaikat kubur masuk ke dalam kuburnya. Di sana, kedua malaikat itu menemui ruh itu hingga berdiri di sampingnya. Mereka mendudukkannya dan menayainya. Mereka bertanya kepadanya, 'Siapa Tuhanmu?' Orang itu menjawab, 'Allah 

Kemudian, Imam a.s. berkata, "Hambaku benar. Mereka memben­tangkan kuburnya dari surga, membukakan untuknya pintu di dalam kuburnya ke surga, dan memakaikan kepadanya pakaian surga hingga ia mendatangi kami dan yang ada pada kami adalah kebaikan untuk­nya ..." 

Selanjutnya, Imam a.s. berkata, "Jika ia seorang kafir, para malaikat keluar untuk mengiringinya hingga ke kuburnya. Mereka terus-mene­rus melaknatnya hingga ketika sampai di kuburan, tanah berkata kepa­danya, 'Tidak ada ucapan selamat datang untuknya. Demi Allah, aku sangat benci diinjak oleh orang sepertimu. Sungguh pada hari ini kamu akan melihat apa yang telah kamu kerjakan.' Tanah memberikan ke­sempitan kepadanya hingga menyentuh badannya. Kemudian, malaikat Nakir dan Munkar masuk ... [Tasliyah al-Fu’ad fi Bayan al-Mawt wa al-Ma’ad, karya ‘Abdullah Syubar, Maktabah Bashirati, Qum, hal. 96]," 

Di dalam riwayat tersebut terdapat indikasi yang jelas bahwa hubu­ngan manusia dengan realitas luar terbatas pada perbuatannya. Selain itu, ketika tanah menghadapi seseorang yang mengerjakan kesalihan, maka ia berkasih sayang kepadanya. Demikian pula langit dan para malaikat. Ia membantunya dan memudahkan perkaranya. Sebaliknya, jika tanah menghadapi pelaku kedurhakaan, ia melaknatnya dan men­doakan keburukan baginya. Ini merintanginya dan menyulitkan per­karanya. 

Dengan perbuatannya, ia melihat dua malaikat kubur sebagai Basyri dan Mubsyar, dan kedua malaikat itu membawanya ke surga. Dengan perbuatannya pula, ia melihat dua malaikat kubur sebagai Munkar dan Nakir, dan kedua malaikat itu membawanya ke neraka. Semoga Allah melindungi kita dari keadaan seperti itu.