Di Hari Kiamat, Perbuatan itu Berbicara, Walaupun Di dunia Ia Diam

Tidak diragukan, perbuatan-perbuatan manusia di dunia ini adalah perbuatan-perbuatan diam yang tidak berbicara, dan bahwa alat-alat yang dengannya dilaksanakan perbuatan-perbutannya berupa tangan, kaki dan sebagainya adalah alat-alat yang diam pula, tidak menentang apa yang dilakukan pemiliknya dan tidak pula memberitahukannya. 

Namun, perbuatan-perbuatan ini, alat-alat yang melaksanakan per­buatan, dan alat-alat yang hidup dan berbicara pada Hari Kiamat me­nyaksikan al-Haqq dan berbicara atas perintah Allah untuk menegakkan hujjah atas pemiliknya. Ayat-ayat Alquran dan riwayat-riwayat yang me­nunjukkan hal tersebut sangat banyak, di antaranya sebagai berikut. 

Allah SWT berfirman: Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan, berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mere­ka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan { QS. Ya sin [36]: 65}. 

Artinya, masing-masing dari keduanya menyaksikan apa yang dulu mereka kerjakan dengan perantaraannya. Tangan dengan kemaksiatan yang mereka lakukan dengannya dan kaki dengan kemaksiatan yang mereka lakukan dengannya, berdasarkan konteks yang diberikannya. 

Dari sini, tampaklah bahwa setiap organ berbicara tentang perbuatan yang dikhususkan baginya. Tangan dan kaki disebutkan sebagai contoh saja. Oleh karena itu, di tempat lain disebutkan pendengaran, pengli­hatan, dan hati.

Allah SWT berfirman: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pende­ngaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungjawaban­nya { QS/ al-Isra’ [17]: 36}.

Di tempat lain, disebutkan kulit, seperti dalam firman Allah SWT: Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami? " Kulit mereka menjawab, 'Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai pula berkata, dan Dialah yang menciptakanmu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan. { QS. Fushshilat [41]: 20-21} " 

Kesaksian organ-organ tubuh atau kekuatan-kekuatan pada Hari Kiamat dengan menyebutkan dan memberitakan apa yang dipikulnya di dunia berupa kemaksiatan pemiliknya merupakan kesaksian dalam menunaikan apa yang dipikulnya. Kalau ia tidak memikul tugas itu ketika berbuat di dunia, sebagaimana kalau Allah menjadikan baginya perasaan dan kemampuan berbicara pada Hari Kiamat, maka ia tetap mengetahuinya. Kemudian, ia memberitakan apa yang dilakukannya. Atau, Allah menciptakan padanya suara yang memiliki makna pemberitaan tanpa merasakannya. Ini tidak berarti kesaksian. Dengan cara itu, disampaikan hujjah atas hamba yang melakukan pengingkaran. Itulah yang tampak. 

Yang diyakini dari makna berbicara itu, jika digunakan secara hakiki tanpa toleransi, adalah menampakkan sesuatu yang terdapat di dalam batin dengan menggunakan pembicaraan pada selain manusia kecuali peniruan dan dengan suatu bentuk penyerupaan. Lahiriah konteks ayat-ayat itu serta kata-kata "berkata" (qawl), "berbicara" (takallum), dan "bersaksi" (syahadah) yang terdapat di dalamnya dimaksudkan sebagai pembicara dalam maknanya yang hakiki. 

Kesaksian organ-organ tubuh kepada para pendurhaka adalah per­kataan dan pembicaraan hakiki tentang pengetahuan yang dipikulnya dahulu dengan bukti ucapannya: anthaqna Allah (Allah membuat kami dapat berbicara). Kemudian, ucapannya: anthaqna Allah sebagai jawaban terhadap ucapan para pendurhaka itu: lima syahidtum 'alayna (mengapa kalian bersaksi atas kami) { QS Fushshilat [41]: 21} merupakan penampakan darinya karena sebab yang mengharuskannya berbicara dan menyingkapkan pengeta­huan yang tersembunyi di dalam batinnya sehingga ia berkata dan berbicara. Hal itu tidak bertentangan dengan pelaksanaan kesaksian dan dikemukakannya hujjah, karena ia terpaksa menyingkapkan apa yang ada di dalam batinnya, bukan yang menutupinya dan pemberitaan yang bertenangan karena kebohongan dan kepalsuan yang bertentangan dengan keabsahan kesaksian dan kelangsungan hujjah. 

Firman Allah SWT: Yang membuat segala sesuatu dapat berbicara meru­pakan penjelasan sifat Allah SWT dan menunjukkan bahwa berbicara tidak dikhususkan bagi organ-organ itu sehingga dikhususkan dengan pertanyaan. Akan tetapi, kemampuan berbicara itu berlaku umum men­cakup segala sesuatu. Penyebab yang menyababkannya adalah Allah Swt { Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, jil. 17, hal. 378-380}. 

Adapun, riwayat-riwayat yang menjelaskan hal itu, di antaranya ada­lah yang dinukil di dalam tafsir al-'Iyasi dari Mus'adah bin Shadaqah dari Ja'far bin Muhammad dari kakeknya: "Amirul Mukminin a.s., dalam khutbah yang menjelaskan sifat-sifat ketakutan luar biasa pada Hari Kiamat, berkata, "Allah menutup semua mulut sehingga tidak dapat berbicara. Sementara itu, tangan-tangan berbicara, kaki-kaki bersaksi, dan kulit bertutur tentang apa yang telah mereka perbuat sehingga mereka tidak dapat menyembunyikan pembicaraan kepada Allah. { Ibid, jil. 17, hal. 105}" 

Riwayat lainnya adalah yang dinukil dalam Tasliyah al-Fu'dd dari Amirul Mukminin a.s. Riwayat ini lebih cocok dalam menunjukkan kaitan perbuatan dengan pelakunya dan tidak adanya keterpisahan di antara keduanya, dan bahwa perbuatan itu hidup lagi berbicara di akhi­rat. Amirul Mukminin a.s. berkata, "Jika anak Adam sampai pada hari terakhir dari hari-hari dunia dan hari pertama dari hari-hari akhirat, maka harta, anak, dan perbuatannya dijelmakan kepadanya. Ia menoleh kepada hartanya, dan berkata, 'Demi Allah, dulu aku sangat mengi­nginkanmu. Lalu apa milikku padamu?' Harta itu menjawab, 'Ambillah dariku kain kafanmu.' Ia menoleh kepada anak-anaknya, dan berkata, 'Demi Allah, dulu aku sangat mencintai dan melindungi kalian, lalu apa yang dapat aku peroleh dari kalian?' Anak-anak itu menjawab, 'Kami membawamu ke liang kuburmu dan kemudian mengurugmu dengan tanah.' Ia menoleh kepada perbuatannya, lalu berkata, 'Demi Allah, dulu aku tidak memperhatikanmu dan engkau merupakan beban berat bagiku, lalu apa yang ada padamu?' Perbuatan itu menjawab, 'Aku ada­lah pendampingmu di dalam kuburmu dan pada hari kebangkitanmu sehingga aku dan kamu dihadirkan di hadapan Tuhanmu.'" Amirul Mukminin berkata, "Kalau Allah memiliki seorang wali, tentu ia dida­langi oleh orang yang paling wangi baunya, paling indah penampilan­nya, dan paling bagus pakaiannya." 

Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa perbuatan itu itu berkata, 'Aku sampaikan kabar gembira akan rahmat dan karunia, surga penuh kenikmatan, dan kedatanganmu da­lam keadaan yang sebaik-baiknya.' Ia beratnya, 'Siapakah kamu?' Per­buatan menjawab, 'Aku adalah amal salihmu yang berpindah dari du­nia ke surga.' Ia memberitahukan kepada orang yang memandikannya dan yang membawanya agar disegerakan. Apabila orang itu dimasuk­kan ke dalam kubur, dua malaikat kubur mendatanginya sambil menye­ret rambut mereka dan pijakan kaki mereka menyebabkan lubang pada tanah. Suara mereka seperti guntur yang menggelegar dan pandangan mereka seperti kilat yang menyambar. Kedua malaikat itu bertanya ke­pada orang tadi, 'Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa nabimu?' Orang itu menjawab, 'Tuhanku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan nabiku adalah Muhammad.' Kedua malaikat itu berkata, 'Semoga Allah meneguhkanmu dalam apa yang kamu cintai dan ridhai.' Inilah makna firman Allah SWT: Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan akhirat { QS Ibrahim [14]: 27}. Kemu­dian, kedua malaikat itu meluaskan kuburannya seluas pandangan matanya. Lalu, mereka membukakan pintu ke surga untuknya. Mereka berkata, "Tidurlah dengan pulas seperti tidurnya anak muda yang se­nang, karena Allah SWT berfirman: Para penghuni surga pada hari itu paling baik tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. { QS. al-Furqan [25]: 24}"

Amirul Mukminin berkata, "Kalau Allah memiliki musuh, tentu ia didatangi makhluk Allah yang paling jelek pakaian dan penampilannya dan pal­ing busuk baunya." Selanjutnya, beliau berkata, "Perbuatan itu ber­kata, Aku sampaikan berita kedatangan orang itu ke dalam api yang panas dan dilemparkannya ke dalam neraka Jahim.' Ia memberitahu­kan kepada orang yang memandikannya dan yang membawanya agar menahannya. Apabila ia dimasukkan ke dalam kubur, penguji di dalam kubur itu mendatanginya, menarik kain kafannya, lalu bertanya, 'Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa nabimu?' Orang itu menjawab, 'Aku tidak tahu.' Kedua malaikat itu berkata, 'Kamu tidak tahu dan tidak mendapatkan petunjuk.' Oleh karena itu, mereka memukul ubun-ubunnya dengan tongkat besi. Mereka memiliki pukulan yang kalau ditampakkan pada makhluk Allah [yang lain], seperti binatang melata, pasti ketakutan, kecuali dua golongan (jin dan manusia). Kemudian, mereka membukakan pintu ke neraka sambil berkata kepadanya, 'Tidurlah dengan gelisah 

"Tentang hal yang sama dikemukakan dalam riwayat yang datang dari Abu 'Abdullah ash-Shadiq a.s., "Apabila mayat diletakkan di dalam kuburnya, seseorang menjelma kepadanya, lalu berkata, 'Wahai fulan, dulu kami bertiga, yaitu rezekimu hingga terputus dengan terputusnya ajalmu, keluargamu hingga mereka meninggalkanmu dan berpisah da­rinya, dan aku adalah perbuatanmu sehingga aku tetap bersamanya. Aku adalah salah satu yang paling direndahkan olehmu dari ketiga itu. (Al-Kafi, 3: 232/1)'" 

Di dalam riwayat ini, seperti juga dalam riwayat-riwayat sebelumnya, terdapat indikasi bahwa perbuatan menyertai pelakunya dan tidak ter­pisah darinya. Di akhirat, ia hidup dan dapat berbicara.