Hubungan Perbuatan Manusia dan Balasannya

Sebelumnya telah kami katakan bahwa terdapat tiga metode untuk memperbaiki akhlak manusia, yaitu metode balasan keduniaan, metode balasan keakhiratan, dan metode kedekatan Ilahi. 

Jelas bahwa metode pertama tidak sejalan dengar keimanan terhadap mabda' dan hari akhirat. Sebab, tidak ada artinya seorang Mukmin menjadikan balasan atas perbuatan-perbuatannya berupa perkara-perkara duniawi yang akan hilang dan fana yang disertai kesengsaraan. Selain itu, metode ini tidak berlaku kecuali pada aspek lahiriah, bukan pada aspek batiniah. Ketika itu, orang Mukmin hanya memiliki dua pilihan, yaitu metode kedua atau metode ketiga, sebagai jalan yang akan ditempuhnya. Inilah yang ditunjukkan pada pembahasan sebelumnya. 

Dari sini kita sampai ke metode balasan keakhiratan yang dipandang sebagai pendahuluan menuju metode kedekatan Ilahi dan merupakan metode yang digunakan kebanyakan orang dari kita. Metode ini didasarkan pada hubungan antara perbuatan dan balasan. Lalu, hakikat apa yang ada di antara perbuatan manusia dan balasan yang sebagai konsekuensinya? 

Jenis Balasan yang diakibatkan Perbuatan Manusia

Untuk menjelaskan hakikat jalinan yang ada di antara perbuatan dan balasan sebagai konsekuensinya, kami kemukakan jenis-jenis balasan sebagai konsekuensi perbuatan di dunia ini. Semuanya diklasifikasikan ke dalam tiga jenis berikut. 

Pertama, yang tidak memiliki wujud bagi jalinan hakiki dan faktual di antara perbuatan dan balasannya. Hanya ada sebuah jalinan artifisial yang diberikan oleh orang yang menghadapi masalah-masalah ini di dalam berbagai masyarakat dari segi balasan bagi para pendosa dengan pemenjaraan yang tidak ada batasnya kecuali yang ditetapkan oleh orang-orang yang menghadapinya. Kaidah dalam balasan artifisial ini berbeda dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu waktu ke waktu itu, dan dari suatu lingkungan ke lingkungan yang lain. Bahkan, kadang-kadang di sutu tempat seseorang dihukum atas suatu perbuatan yang di tempat lain justru diberi imbalan. Misalnya, melahirkan banyak anak yang negara berpenduduk padat, seperti Cina, diberi sanksi, tetapi di negara yang berpenduduk sedikit justru diberi imbalan. Demikian seterusnya. 

Kedua, keterkaitan antara balasan dan perbuatan mengandung ke-terkaitan yang hakiki dan faktual, seperti hubungan antara memakan makanan yang mengandung banyak gula dan menderita penyakit gula (diabetes) atau meminum racun mematikan dan kematian, dan sebagainya. Sebab, jelas bahwa hubungan di antara pendahuluan, sebab- sebab, dan akibat-akibatnya merupakan hubungan takwim, tidak ada kaitannya dengan adanya atau tidak adanya pemberitahuan orang yang pernah mengalami, diketahui atau tidak diketahui. Jenis hubungan ini, walaupun dikatakan sebagai jenis hubungan faktual dan hakiki, di dalamnya terdapat keterkaitan antara balasan dan perbuatan, di mana salah satunya tidak terpisah dari yang lain. Namun, waktu dan situasi perbuatan itu berbeda dan mendahului waktu dan situasi balasan dan pengaruh yang diakibatkannya. 

Ketiga, jenis yang di dalamnya perbuatan menyembunyikan balasan yang merupakan konsekuensinya. Artinya, perbuatan tersebut adalah balasan itu sendiri, yang merupakan batin perbuatan tersebut, sebagaimana situasi dan waktu terjadinya perbuatan itu adalah situasi dan waktu riperolehnya balasan. Contoh hubungan ini adalah bermain dengan api yang menyebabkan terbakar. Terbakar adalah permainan api itu sendiri, bukan datang setelah itu atau salah satunya mendahului yang lain seperti padajenis kedua. Demikian pula di dalam mengangkat pedang dan menebas leher orang kafir, karena tebasan pedang dan membunuh orang kafir adalah perkara yang sama. Sebab, dengan tebasan itu sendiri terjadilah pembunuhan. Jadi, perbuatan itu sendiri yang mewujudkan balasan, dan situasi terjadinya perbuatan itu adalah situasi terjadinya balasan. 

Hubungan antara Perbuatan Manusia dan Alasan Keakhiratan

Setelah kami menjelaskan aspek-aspek ketiga hubungan antara perbuatan dan balasan, kami bertanya tentang hubungan yang terdapat pada perbuatan seseorang dengan pahala dan hukuman keakhiratan sebagai konsekuensinya. 

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya. Kami tidak ingin memasuki pembahasan ini dari sudut pandang filsafat. Akan tetapi, kami ingin mengetahui terori Alquran dan riwayat Ahlul Bait a.s. tentang hal itu. 

Orang yang mengatakan bahwa hubungan itu termasuk jenis ketiga. Artinya, seseorang dengan perbuatan haramnya memperoleh apa yang pantas baginya, yaitu balasan hakiki. Kadang-kadang, ia memasuki neraka pada situasi dan waktu munculnya perbuatan haram itu darinya, bukan karena ia akan dihukum dengan siksaan dan balasan artifisial dan tidak pula dengan hukuman dan balasan hakiki yang ditangguhkan hingga situasi mendatang. 

Penjelasannya, bahwa perbuatan memiliki aspek lahiriah yang memungkinkan Anda mamandangnya dan melihatnya dengan mata Anda, merasakannya dengan tangan Anda, menciumnya, mendengarnya, dan sebagainya. Di samping itu, perbuatan tersebut pada saat yang sama memiliki aspek batiniah. Batin perbuatan itu adalah balasannya. Ia harus memiliki indera batin untuk mengetahuinya, karena Anda tidak akan mengetahuinya dengan indera lahir seperti pada aspek lahiriah. Dengan demikian, seseorang memiliki pendengaran lahir dan batin, penciuman lahir dan batin, dan mata lahir dan batin. Inilah yang diungkapkan Alquran dengan firman Allah SWT: Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada { QS al-Hajj [22]: 46}. Dalam mengutip ucapan pendurhaka, Allah SWT berfirman: Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku adalah seorang yang melihat ? Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami lalu kamu melupakannya, dan begitu pula pada hari ini kamu pun dilupakan. { QS Tha Ha [20]: 125 – 126}" Pe n d u r h a k a n itu tidak buta di dunia ini. Ia dapat melihat, tetapi hati dan pandangan batinnya buta sehingga ia tidak mengenal ayat-ayat Allah SWT. 

Dari sini, kami menyimpulkan bahwa situasi terwujudnya balasan adalah situasi terwujudnya perbuatan itu sendiri, karena balasan itu tiada lain adalah batin perbuatan itu, bukan sesuatu yang lain. Selain itu, bahwa seseorang akan memperoleh balasannya berupa pahala atau siksaan di dunia ini dan tidak akan ditangguhkan hingga akhirat. 

Ketika itu, kita berkata, "Lalu, apa fungsi akhirat itu?" 

Jawabannya, bahwa akhirat merupakan situasi munculnya balasan, bukan adanya balasan tersebut. Ia tidak tersembunyi bagi Anda, tetapi Anda tidak dapat melihatnya di sini. Anda akan berpaling padanya dan melihatnya pada Hari Kiamat. Hal itu karena Anda, disebabkan kemaksiatan – kemaksiatan Anda, tercegah dari melihat batin perbuatan itu. Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka { QS al-Muthaffifin [83]: 14}. Janganlah begitu, jika kalian mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kalian akan melihat nerakajalum { QS at-Takatsur [83]: 5 – 6}. Adapun orang yang memiliki mata tersebut, ia melihat batin perbuatan-perbuatan di dunia dan akhirat. Ia memandang orang-orang, lalu berkata, "Si ini di neraka jahanam dan si itu di surga." 

Alquran telah menunjukkan hakikat ini. Ada orang yang berada di nerakajahanam, padahal ia ada dalam kehidupan dunia ini. Allah SWT berfirman: Dan sesungguhnya Jahanam benar-benar meliputi orang-orang kafir,{ QS al-Ankabut [29]: 54} Dengan adanya inna dan lam yang berfungsi sebagai penegas (ta'kid), kita memahami bahwa Alquran ingin mengatakan bahwa neraka Jahanam telah ada dan mengepung orang-orang kafir sekarang, bukan akan meliputi mereka. Jika tidak, tentu ayat itu mengatakan, "Sesungguhnya neraka jahanam akan meliputi orang-orang kafir." 

Pernyataan serupa dikemukakan dalam firman Allah SWT: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim meeka itu hanya-lah memasukkan api ke dalam perut mereka { QS an-Nisa’ [4]: 10}. Artinya, mereka memakan api itu sekarang, bukan akan memakannya nanti. Hal itu dengan digunakannya kata innama dan tidak menggunakan sin (yang menunjukkan perbuatan yang akan terjadi pada waktu yang akan datang-penerj.) Betapa banyak orang yang mengatakan, "Mengapa kami tidak mera-sakan api itu sekarang?" 

Jawabannya, karena terdapat banyak kesibukan dalam kehidupan dunia ini yang melalaikan manusia dari berpaling pada hakikat ini dan ia akan benar-benar memahaminya di neraka kelak, bukan aia akan memasukinya ketika itu. Oleh karena itu, kita mendapat Alquran mengatakan: Mereka mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk memahami [ayat-ayat Allah]: mereka mempunyai mata tetapi tidak digunakan untuk melihat [tanda-tanda kekuasaan Allah], dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar [tanda-tanda kebesaran Allah]. Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang orang yang lalai { QS al-A’raf [7]: 179}. 

Di dalam kehidupan dunia ini terdapat banyak contoh penderitaan yang tidak kita perhatikan kecuali setelah waktu berlalu sekian lama dari saat kejadiannya. Hal itu tiada lain karena kesibukan kita dan tidak adanya perhatian kita padanya pada saat kejadian itu terjadi.