Alquran menunjukkan perbuatan itu melalui ketentuan ini sebagai sebuah perbuatan. Barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar atom sekalipun, maka ia akan melihatnya, dan barangsiapa mengerjakan keburukan sebesar atom sekalipun, maka dia akan melihatnya juga { QS az-Zalzalah [99]: 7-8}. Jadi, dia akan melihat batin perbuatannya, baik berupa perbuatan baik maupun perbuatan buruk, bukan akibat dari perbuatannya.
Pernyataan yang sama terdapat dalam firman Allah SWT: Pada hari, ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan [di mukanya] { QS Ali Imran [3]: 30}.
Setiap perbutan yang dilakukan seseorang akan dilihatnya pada Hari Kiamat dan ia akan melihat aspek batinnya. Aspek batin inilah yang ada sebelumnya di dunia ini. Namun, kita tidak dapat melihatnya karena kelalaian kita. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari [hal] ini, maka Kami singkapkan darimu tutup matamu. { QS Qaf [50]: 22
}.
Ketika itu, tutup akan disingkapkan dari suatu perkara yang ada dahulu. Perkara itu tertutup dengan tutup yang diletakkan seseorang pada hatinya dengan perbuatannya. Akibatnya, ia tidak melihat batin perbuatannya. Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. { QS al-Muthaffifin [83]: 14}. Tutup (rayn) dan tabir ada di atas hati pelaku perbuatan, bukan di atas perbuatannya.
Berdasarkan hal ini, diriwayatkan sebuah hadis: "Sesungguhnya perjalanan kepada-Mu jaraknya dekat, tetapi perbuatan-perbuatan itu menutupi mereka darimu. { Iqbal al-A’mal, cet. Hijriyyah, Dar al-Kutub al-Islamiyyah, Teheran, hal. 68}"
Tanpa perbuatan-perbuatan yang menjadi tabir ini, mereka dapat melihat segala hakikat, sebagaimana firman-Nya: maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam { QS Qaf [50]: 22}. Pada ayat ini terdapat isyarat yang jelas. Ayat itu tidak mengatakan "Maka Kami singkapkan tutupnya darinya", melainkan menyatakan: Maka Kami singkapkan darimu tutup matamu. Tutup dan tabir itu adalah pada mata dan hatimu, bukan pada hakikat tersebut.
Penjelasan serupa dikemukakan dalam firman Allah SWT: Dan sesungguhnya usahanya akan diperlihatkan { QS an-Najm [53]: 40}, Allamah ath-Thabathba'i, dalam tafsir al-Mizan, mengatakan, "Yang dimaksud dengan usaha (as-sa'y) yang dilakukan itu adalah perbuatan, dan yang dimaksud dengan melihat (ru'yah) adalah menyaksikan. Waktu menyaksikan itu adalah Hari Kiamat, dengan dalil diakhirinya dengan balasan. Ayat ini memiliki makna yang serupa dengan firman Allah SWT berikut: Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan [di mukanya], begitu juga kejahatan yang telah dikerjakannya { QS Ali ‘Imran [3]: 30}.
Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam supaya diperlihatkan kepada mereka [balasan] pekerjaan mereka. Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atom sekalipun, niscaya dia akan melihatnya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat atom sekalipun, niscaya dia akan melihatnya juga. { QS az-Zalzalah [99]: 6-8, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, jil. 1, hal. 47}. '
Di samping ayat-ayat Alquran, juga terdapat riwayat-riwayat yang menunjukkan ketentuan ini. Diriwayatkan dari Amirul Mukminin a.s., " Perbuatan hamba di dunia tanpa di hadapannya pada Hari Kiamat. { Al-Bihar, jil. 69, hal. 409, hadis no. 120}."