Sebab timbulnya kafarat. Seseorang wajib melakukan kafarat (menebus dosa) apabila me-rusak puasanya pada suatu hari di bulan Ramadhan dengan bersetubuh, dengan syarat orang itu sadar akan puasanya, mengetahui bahwa perbuatannya itu haram, dan tidak sedang menjalani rukhshah dalam perjalanan jauh.
Maka dari itu, orang yang melakukan persetubuhan karena tidak ingat akan puasanya, atau tidak mengerti itu haram, atau yang dirusakkan dengna persetubuhan itu bukan puasa Ramadhan, atau dengan sengaja dia membatalkan puasanya tetapi bukan dengan persetubuhan, atau dia sedang melakukan suatu perjalanan yang mengizinkan dia tidak berpuasa lalu dia bersetubuh, maka dia tidak wajib melakukan kafarat, tetapi wajib qadha' saja.
Orang yang Wajib Melakukan Kafarat
Kafarat karena persetubuhan hanya wajib dilakukan oleh suami, tidak wajib atas isteri atau wanita yang disetubuhi sekalipun dia sedang puasa. Karena suamilah yang lebih aktif melakukan perbuatan itu, sehingga dialah yang lebih patut dibebani kafarat .
Rupa/Bentuk Kafarat
Kafarat yang wajib dilakukan karena merusak puasa dengan persetubuhan ialah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman, baik laki-laki atau perempuan. Kalau tidak ada atau tidak bisa, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Kalau ini pun tidak bisa, maka memberi makan 60 orang miskin, setiap orang satu mud, berupa bahan makanan pokok yang umum di negeri itu. Kalau itu semua tidak bisa, maka kafarat tetap menjadi tanggungannya, sampai ada kemampuan
melakukan salah satu di antaranya.
Adaupn dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (1834) dan Muslim (1111) dan lainnya, dari Abu Hurairah RA, dia berkata:
Artinya:
"Ketika kami tengah duduk di hadapan Nabi SAW, tiba-tiba datanglah kepada beliau seorang lelaki lalu berkata: "Ya Rasul Allah, binasalah aku."
"Kenapa kamu?" tanya beliau.
Orang itu menjawab: "Aku telah menimpa isteriku sedang aku berpuasa -menurut sebuah riwayat lain: pada bulan Ramadhan-.
Maka Rasulullah SAW bertanya: "Apakah ada seorang budak yang dapat kamu merdekakan?" "Tidak-'', jawabnya.
Tanya Rasul pula: "Dapatkah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?
'
'Tidak'', jawabnya pula.
Rasul bertanya lagi: "Dapatkah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?"
Dia jawab: "Tidak".
Periwayat hadits mengatakan: Maka Nabi SAW diam. Lalu, ketika kami dalam keadaan begitu, maka seseorang membawa kepada Nabi SA W sebuah keranjang berisi kurma maksudnya keranjang terbuat dari jalinan daun-daun kurma. Dan al-'Araq diartikan juga: bakul.
Rasul berkata: "Mana orang yang bertanya tadi?"
"Saya", kata orang itu.
"Ambillah ini lalu sedekahkanlah", kata Rasul, maka laki-laki itu bertanya: "Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada ku, ya rasul Allah? Demi Allah, tidak ada di antara dua perkampungan ini satu keluarga yang lebih fakir daripada keluargaku". Maka Nabi SAW tertawa sampai kelihatah gigi-gigi taringnya, kemudian bersabda: "Berikanlah kepada keluargamu."
Namun, para ulama mengatakan, orang fakir yang tidak mampu memberi makan, tetap tidak boleh memberikan makanan kafarat puasa kepada keluarganya, seperti halnya kafarat-kafarat yang lain. Adapun yang tersebut dalam hadits di atas adalah khusus untuk laki-laki tersebut.
Dan patut pula diketahui, bahwa di samping kafarat, orang yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh di bulan Ramadhan itu wajib mengqadha'nya, dan bahwa kafarat itu berlipat kali hari-hari yang tidak dipuasainya karena bersetubuh. Maksudnya, kalau bersetubuh selama dua hari pada bulan Ramadhan itu, maka selain qadha' dia wajib melakukan dua kali kafarat. Kalau tiga hari, juga tiga kali, begitu seterusnya.