Menyikapi Kenikmatan dan Kesusahan

 مَتَى كُنْتََ اِذَا اُعْطِيْتَ بَسَطََكَ الْعَطََاءُ وَ اِذَا مُنِعْتَ قَبَضَكَ الْمَنْعُ فاسْتَدِلَّ بِذَلِكَ عََلََى ثُبُوْتِ طُفُوِْيَّتِكَ وَعَدَمِ صِدْقِكَ فِى عُبُوْدِيَّتِكَ٠ 

“Kapan saja kalian diberi (kenikmatan), kalian bergembira dengan pemberian itu, ketika kalian mendapat penolakan, kalian merasa sedih karena ditolak. Ketahuilah, sifat seperti itu menunjukkan sifat kekanak-kanakan yang masih melekat padamu, dan tidak sungguh-sungguh engkau menghambakan diri kepada Allah." 

Adalah watak manusia apabila mendapat kebahagiaan dan diberi kenikmatan merasa gembira dan bersuka ria. Sebaliknya, apabila mendapat kesusahan tidak mendapatkan kenikmatan, ia merasa susah dan bersedih hati. Ia senang ketika diberi, dan susah ketika ditolak. Sifat ini menunjukkan rendahnya mutu pengabdian dirinya terhadap Allah, karena suatu kenikmatan dan pemberian apapun semuanya berasal dari Allah swt. Ukuran pengabdiannya sebagai hamba hanya tergantung kepada pemberian dan penolakan, bukan karena merasa sebagai hamba Allah yang berbuat dan bertindak, menerima atau tidak menerima, susah atau senang dan lain sebagainya, tidak mempengaruhi penghambaanya terhadap Allah swt serta tidak pula mengurangi ibadahnya. 

Orang yang hanya merasa senang, ketika menerima pemberian, dan hanya merasa susah ketika tidak menerima pemberian, orang seperti ini, tingkat imannya masih seperti anak-anak, sangat mudah terpengaruh. 

Sebenarnya gambaran sifat seperti di atas adalah watak manusia yang tidak syukur nikmat. Ia lupa bahwasanya Allah selalu memberi, menurut kemampuan manusia. Hanya manusia yang lupa dan merasa tidak pernah menerima pemberian Allah. Orang seperti ini berada di dalam kebimbangan iman karena kurang syukurnya kepada Allah, 

Sifat kekanak-kanakan itu ialah sifat tidak bersyukur dan sifat merasa tidak pernah menerima, walaupun sudah banyak ia mendapat kenikmatan dari Allah. Sikapnya tidak menunjukkan ia sebagai hamba Allah ketika senang atau susah. Ia mengeluh ketika susah, ia pun mengeluh ketika senang. Imannya goncang dan ibadahnya rusak. Sifat ini akan meningkat menjadi orang yang kegelisahan seperti digambarkan oleh Allah swt dalam Kitab Suci Al Qur'anul Karim: 

"Sesungguhnya manusia itu diciptakan gelisah. Jika tertimpa keburukan, ia susah, apabila menerima kebaikan, ia menjadi kikir kecuali orang yang tetap dalam mendirikan salat, dan terus menerus dalam keadaan salat." (QS. Al-Ma'arij: 19-24) 

Sebenarnya orang yang beribadah kepada Allah dalam mengarungi lautan kehidupan ini hendaklah memiliki prinsip yang mantap. Penyadur kitab ini mengatakan: 
  1. Ketika mendapatkan kebahagiaan anda tidak hanyut. 
  2. Ketika mendapatkan kesusahan anda tidak tenggelam. 
Layarkan bahtera anda di atas lautan kehidupan ini dengan jiwa pasrah dan memohon perlindungan Allah. Ketika angin bertiup lembut, dan kapal berlayar dengan tenang dan laju janganlah hanyut dalam kegembiraan dan lupa daratan. Ketika angin berhembus kencang dan badai memukul layar sehingga sobek, dan ombak dan gelombang laut membocorkan kapal, maka jangan tenggelam dalam kesusahan lalu berputus asa. Di saat-saat seperti ini berikhtiarlah dan memohon pertolongan Allah. Itulah sifat orang beribadah dan sikap orang beriman.