Istiqomah dalam Beribadah Kepada Allah

“Jikalau terlanjur berbuat dosa, janganlah menjadi penyebab engkau berputus harapan untuk istiqamah kepada Tuhan mungkin hal itu akan menjadi sebab sebagai dosa terakhir yang ditakdirkan Tuhan untukmu." 

اِذَا وََقَعَ منْكَ ذَنْبٌ فَلاَََ يَكُنْ سَبَبًا لِبَأْ سِكَ مِِنْ حُصُوْلِ اْلِإ سْتِِقَامَةِ مَعَ رَبِّكَ فَقَدْيَكُوْْنُ ذَلِكَ اخِرُذ نْبِ قُدِّرَعَلَيْكَ

Istiqamah (teguh pada prinsip) dalam ibadah tidak terhalang karena perbuatan dosa, asal saja tidak dikerjakan terus menerus dan kebiasaan yang menyenangkan. 

Jikalau mengerjakan dosa itu sudah terlanjur dilakukan, lalu timbul penyesalan, kemudian segera bertobat kepada Allah. Mungkin karena kesadaran itu, dengan menjalankan tobat nasuha (tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosa) akan mengantarkannya kepada Allah swt sehingga itulah perbuatan maksiatnya yang terakhir. 

Sementara itu setelah bertobat dan ia diterima dalam bentuk manusia apa adanya, jiwa istiqamah bertambah kokoh, ia menjalankan perintah penuh ketaatan, dan meninggalkan larangan dengan penuh harapan mendapat kerelaan dari Allah swt. 

Oleh karena itu seorang muslim dilarang berputus asa karena telah terlanjur berbuat dosa. Setelah sadar, tetaplah istiqamah, dan kerjakanlah ibadah dengan tertib, rajin dan penuh disiplin dengan harapan mendapatkan pertolongan dari Allah swt. 

Memang dosa dan perbuatan maksiat lainnya sangat mengganggu pikiran dan perasaan. Sebab, apabila selesai mengerjakan dosa besar atau kecil, manusia telah terlibat dalam kekacauan, jika ia orang beriman .ia pasti akan menerima hukuman perasaan menurut dosa yang dikerjakan. Jiwanya akan terpukul. Sebab terjadi pergolakan dalam jiwanya antara hawa nafsu dan sifat takwa walaupun sedikit masih tersisa dalam jiwanya. 

Terjadinya dosa adalah karena kelalaian yang didukung oleh hawa nafsu. Setan yang paling berperan dalam setiap perbuatan maksiat| adalah pendukung utama masuknya manusia ke lembah dosa. Peranan setan ini seperti telah digambarkan oleh Rasulullah saw, bahwa setan dapat masuk ke dalam urat nadi seseorang, ketika ia hendak menawan manusia ke dalam genggamannya. 

Ketika seorang mukmin berbuat maksiat, imannya keluar dari ubun-ubun kepalanya, dan ketika ia selesai berbuat maksiat baru iman itu kembali masuk ke dalam jiwa. Oleh karena itu, di saat maksiat itu dilakukan, manusia sudah hilang kesadaran imannya, karena dikuasai oleh hawa nafsu syaitaniyah. Ia baru sadar ketika selesai berbuat maksiat, karena imannya telah kembali. Tumbuh penyesalan, akan tetapi perbuatan itu terlanjur dilakukan. Kesadaran yang kembali pulih hendaklah dipupuk terus, agar keimanan yang ada dapat hidup dan makin bertambah nyalanya, hingga menjadi benteng yang mampu mempertahankan diri dari godaan hawa nafsu syaitaniyah. Istiqamah dalam hal ini diperlukan (teguh dan kokoh dalam iman dan ibadah), karena itulah benteng yang wajib dipertahankan dari rongrongan hawa nafsu yang didukung oleh bala tentara setan.