Dua Nikmat Besar

 نِعْمَتَانِ مَاخَرَجَ مَوْجُوْدٌ عَنْهُمَا وَلاَ بُدَّ لِكُلِّ مُكَوَّْنٍ مِنْْهُمَا نِعْمَةُ الإِيْجَادِ وَ نِعْمَةُ الإِمْدَادِ٠ 

“Dua macam nikmat yang tiada satu makhluk pun yang terlepas daripadanya, yakni nikmat ciptaan (Al Imdad) dan nikmat kelestarian (Al Ijad)." 

Nikmat imdad dan nikmat Ijad, adalah dua kenikmatan yang lazim ada pada semua yang berbentuk (maujud). Sesuatu yang semula tidak ada lalu menjadi ada itulah nikmat ijad (sebagai suatu hasil ciptaan Al Khaliq). Sedangkan nikmat imdad adalah kelanjutan dari adanya sesuatu yang dilestarikan menjadi sesuatu yang berfaedah dan menjadi lebih sempurna. Apabila nikmat itu tidak ada, maka jelas tidak ada benda yang berwujud, dan apabila tidak ada nikmat imdad, maka benda yang ada tak berfaedah karena tidak ada yang melestarikan, dan tidak pula bertambah sempurna. Syekh Ataillah menjelaskan:

 اَنْعَمَ عَلَيْكَ اَوَّلاً بِالإِيْجَادِ وَثَانِيًا بِتَوَالِى اَلإِمْدَادِ 

“Kenikmatan dari Allah swt yang pertama adalah nikmat ijad. Kelanjutannya adalah nikmat imdad, yang terus menerus mdisempurnakan. "Seperti difirmankan oleh Allah swt dalam surat Luqman ayat 20: "Dan Dia (Allah) telah menuangkan kepada kenikmatan lahir dan batin." 

Kenikmatan dari Allah itu adalah kenikmatan yang sempiu kenikmatan yang berfaedah bagi manusia dan berbekas dalam kehidupan sesama hamba Allah. Wujud dari kenikmatan itu menunjukkan kasih sayang dan rahmat Allah yang melimpah untuk semesta alam. Kenikmatan ini pun termasuk kenikmatan dalam mencintai dan mentaati Allah dalam sanubari para hamba-Nya. Demikian juga dalam berusaha menghindari dari perbuatan kufur dan perbuatan maksiat. Berusaha mencintai Allah dan mengerjakan ketaatan, serta menghindari atau mencegah perbuatan dari kekufuran dan kemaksiatan, termasuk kenikmatan yang tinggi nilainya. 

Sebenarnya kenikmatan itu ada dua macam. Yaitu kenikmatan jasmani dan kenikmatan rohani. Adapun kenikmatan jasmani adalah bantuan yang ditumbuhkan untuk jasmani agar kokoh kuat hingga mampu menegakkan ibadah dan menyempurnakan amal. Seperti makan dan minum dan kebutuhan lainnya yang akan melanjutkan perkembangan jasmani manusia. Sedangkan nikmat rohani bantuan yang ditumbuhkan untuk rohani, agar rohani menjadi kuat dengan cara menghidupkan api iman di dalam rohani manusia terisi ilmu pengetahuan, yang akan melanjutkan ruhul Iman itu mengembangkan dirinya dalam bentuk ibadah dan muamalah. 

Dalam menempatkan nikmat iman dalam hidup manusia Allah swt menerangkan dalam surat Al Hujurat ayat 7-8:

“Akan tetapi Allah menjadikan kamu mencintai keimanan, dan menjadikan iman itu menjadi hiasan hatimu, membuat kamu membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dari Allah dan kenikmatan dari-Nya. Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." 

Nikmat yang dianugerahkan Allah kepada manusia, merupakan pemberian yang terus menerus, dengan bermacam-macam bentuk Ini lahir dan batin. Hanya manusia sajalah yang merasa kurang pandai memelihara nikmat Allah, sehingga ia merasa seakan-akan belum memberinya sesuatu pun. Disebabkan ia tidak bersyukur kepada Allah, dan tidak merasakan bahwa Allah swt telah memberi kepadanya sangat banyak dari permintaannya. 

Sudah dijelaskan sebelum ini, bahwasanya nikmat yang sangat besar bagi manusia ialah nikmat iman. Karena lahir (jasmani) adalah perbuatan yang melanggar ketentuan dan larangan Allah, seperti minum-minuman keras, berjudi, mencuri, berzina, dan perbuatan yang merusak jasmani manusia. Kerusakan batin adalah tidak terisinya batin manusia dengan pendidikan akhlak, ilmu yang mampu mengendalikan diri manusia dari perbuatan maksiat seperti Tauhid dan ibadah yang mampu memelihara diri manusia mendekati maksiat dan menghindarkan dirinya tergelincir ke dalam kemaksiatan. 

Termasuk orang yang menyia-nyiakan nikmat Allah, adalah orang yang menggunakan nikmat Allah tidak pada tempatnya, atau menggunakan nikmat Allah untuk kemaksiatan. Kenikmatan dari Allah yang salah digunakan oleh manusia termasuk lahirnya keangkuhan dari diri manusia terhadap sesamanya. Lebih dari itu keangkuhan terhadap Allah swt, seakan-akan semua yang ada padanya adalah karena kepandaian dan keistimewaan diri manusia itu sendiri. Perasaan seperti ini memudarkan Tauhid dari dalam jiwanya, karena ia telah melemahkan dirinya sendiri dari sifat orang beriman. Orang yang kehilangan tauhidnya sangat berbahaya bagi dirinya berbahaya bagi sesama hamba Allah