Kita perhatikan pendapat Syekh Athailah adalah sebagai berikut bunyinya :
"Cahaya iman sebagian orang mendahului dzikir mereka. Sebagian orang lainnya dzikirnya mendahului cahaya imannya. Sedangkan sebagian bersamaan antara Nur iman dan Dzikirnya. Sebagian pula tanpa cahaya Iman dan tanpa Dzikir. Kami berlindung kepada Allah dari perbuatan seperti itu (tanpa cahaya iman dan tanpa dzikir). Orang yang berdzikir agar hatinya mendapat cahaya, dinamakan ahli dzikir. Dan ahli dzikir yang hatinya telah mendapatkan Nur, dia juga disebut orang dzikir. Orang yang bersamaan mengerjakan dzikir dan mendapat cahaya Ilahi, ia telah mendapat hidayah dengan Nur cahayanya.
Dari ungkapan di atas yang telah disampaikan oleh Syekh Athaillah adalah merupakan suatu ibarat yang sangat berharga dan juga sangat dalam pengertiannya.
Dan Syekh Athaillah membagi manusia yakni manusia yang berdzikir itu dibagi dalam beberapa kelompok atau bagian, di antaranya adalah :
- Golongan yang telah memperoleh cahaya dari Allah SWT. sebelum berdzikir, dan inilah orang yang ma'rifat. Ia langsung menerima anugerah dari Allah SWT., sebelum ia berdzikir, sebab seluruh ibadahnya merupakan dzikir yang masih utuh.
- Mereka adalah ahli dzikir, secara terus-menerus membasahi bibir dan hatinya dengan dzikurullah, dan golongan inilah yang disebut sebagai golongan yang berdzikir sebelum turunnya cahaya.
- Ia mempunyai sifat-sifat orang ma'rifat, hati dan bibirnya selalu dalam dzikir, penuh dengan kekuatan jiwa Istiqomah, golongan inilah yang telah menerima cahaya iman dan juga melaksanakan dzikir.
Di dalam surat Ali Imran ayat 74, Allah SWT. telah berfirman yang artinya adalah sebagai berikut :
"Allah SWT. telah menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya".
Yang dimaksud dengan Rahmat Allah di sini adalah Cahaya Allah SWT., yang diberikan kepada hamba-Nya yang terpilih, seperti para Nabi atau juga para waliyullah.
Yang termasuk ibadah yang sangat banyak manfaatnya bagi rohani dan juga jasmani adalah Dzikurullah, sebab dengan Dzikurullah tersebut, maka hati dan jiwa menjadi sangat tenteram, serta merasa senantiasa selalu dekat dengan-Nya.
Di samping itu juga dengan cara dzikurullah pula jiwa dan hati telah menjadi suci, rohani menjadi tenteram dan jasmani menjadi bersih. Telah disebutkan di dalam salah satu hadits qudsi yang artinya :"Siapa yang dzikir kepada-Ku di dalam hatinya, pasti Aku ingat kepadanya di dalam Dzat-Ku. Dan siapa yang ingat kepada-Ku di muka umum, pasti Aku ingat kepadanya di muka umum juga, bahkan lebih baik lagi dari golongannya".
Dalam tutur katanya Syekh Athailah menambahkan pendapatnya adalah : "Tiadalah dzikir dinampakkan, kecuali timbul dari kesadaran dan pemikiran batin".
Dzikir itu memang bukan hanya sekedar bunyi yang timbul dari ucapan bibir dan lidah, namun dzikir itu lahir dari suara hati dan batin para hamba Allah SWT. yang menghidupkan dzikirnya.
Sesuatu yang sangat besar juga sangat berbekas akan tetapi ia lebih utama dibanding dengan yang lainnya, dan meskipun ia itu hanya ibadah yang sunnah tapi sangat berarti itulah Dzikir.
Suatu pengakuan yang diucapkan dengan hati dan lisan akan keagungan Allah SWT. ini adalah makna dari berdzikir, antara bibir, hati dan lidah telah terpadu menjadi satu bergerak secara rutin di dalam membunyikan Asma Allah SWT. dengan hati dan lisan.
Sesungguhnya keagungan Allah SWT. tidak lagi membutuhkan pujian serta dzikir dari hamba-hamba-Nya, namun Allah SWT. sudah menempatkan si hamba itu sebagai orang yang sudah sepatutnya untuk berterima kasih kepada Allah SWT. dengan berdzikir.
Di samping berdzikir juga berfikir dan juga gerakan anggota badan yang mana ada sangkut-pautnya demi untuk mengingat dan memikirkan akan keagungan Allah SWT.
Setiap gerakan itu adalah dzikir, asal saja diniatkan hanya untuk mengingat dan memikirkan akan keagungan Allah SWT., sebab hanya dengan dzikir kepada Allah .SWT. saja terbukti sangat besar akan keutamaannya.
Karena manusia senantiasa selalu mengingat kepada Allah SWT. secara terus-menerus, maka Allah SWT. memuliakan dan memberi suatu kehormatan kepada manusia.
Syekh Athaillah dalam ungkapannya telah mengingatkan kepada kita yakni berbunyi :
"Allah SWT. telah memuliakan kamu dengan tiga kemuliaan, Allah SWT. menjadikan kamu selalu berdzikir kepada-Nya. Akan tetapi jikalau tidak ada karunia dari Allah SWT., kalian tidak mungkin dapat berdzikir. Dengan dzikir itu Allah SWT. sendiri yang telah menisbahkan dzikir itu untukmu. Dan dengan demikian Allah SWT. menjadikan kamu dikenal di sisi-Nya, maka Dia pun menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu".
Sesungguhnya memang benar apa yang telah diungkapkan oleh Syekh Athaillah tersebut di atas, bahwa dzikir adalah merupakan suatu kemuliaan yang dianugerahkan oleh Allah SWT. kepada hamba-hamba yang telah mengagungkan-Nya.
Orang yang telah menyediakan waktunya untuk dan hayatnya hanya untuk mengingat Allah SWT., serta hanya untuk menghiasi diri dan jiwanya dengan cara dzikrullah itulah yang disebut ahli dzikir. Sebagaimana perbuatan atau amalan yang sangat manis dan lezat cita rasanya adalah mendekat Allah dengan cara dzikir.
Dalam satu hadist qudsi, sahabat Abi Hurairah meriwayatkan sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya adalah : Allah SWT. selalu mendampingi para hamba yang selalu berdzikir. Jika hamba-Ku mengingat Aku dalam hatinya, maka Aku ingat kepadanya dalam Dzat-Ku. Jikalau hamba-hamba-Ku ingat kepada-Ku di muka umum, maka Aku ingat kepadanya melebihi golongannya. Jikalau hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku bertambah dekat kepadanya sehasta, jika ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sehasta, maka Aku akan dekat kepadanya sedepa, apabila hamba-hamba-Ku datang dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari".
Oleh sebab itu, maka hendaklah hamba-hamba Allah SWT. senantiasa untuk memperbanyak dzikrullah, sebab di dalam surat Al-Baqarah ayat 152 Allah SWT. telah berfirman :
Artinya:
"Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu".