Tidak Mengagungkan dan menyembah selain Allah

Orang yang menyembah kepada selain Allah, pada hakikat¬nya, ia tidak mengetahui kedudukan Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:

Hai manusia, telah dibuat perumpamaan maka dengarkanlah perumpamaan itu. Sesungguhnya, segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan, jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pula yang disembah. Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.( Al-Hajj [22] : 73-74)" 

Pada hakikatnya, orang yang menyembah kepada selain Allah, padahal yang ia sembah itu tidak mampu menciptakan makhluk hidup paling lemah dan paling kecil semisal lalat, berarti ia sama sekali tidak mengenal-Nya. Allah Swt. berfirman:

 "Dan, mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman¬nya pada hari kiamat, dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya (kekuasaan-Nya). Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.( Az-Zumar [39] : 67)" 

Sungguh, orang yang menyekutukan-Nya dalam ibadahnya dengan sesuatu yang tidak memiliki apa pun dan begitu lemah tak berdaya itu tidak mengagungkan Allah. Tidaklah orang itu mengagungkan Dia Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa, jika ia menyekutukan-Nya dengan makhluk yang hina dan lemah dalam ibadahnya. Begitu juga, tidaklah mengagungkan Allah, orang yang mengatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang rasul kepada hamba-Nya dan Dia tidak menurunkan kitab suci-Nya. Jika demikian, berarti ia telah menisbatkan Allah kepada sesuatu yang sama sekali tidak pantas bagi-Nya, yakni menganggap bahwa Allah telah mengabaikan makhluk-Nya dan menciptakannya secara sia-sia belaka. Orang yang menyembah kepada selain Allah, pada hakikatnya, ia tidak mengetahui kedudukan Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:

“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan maka dengarkanlah perumpamaan itu. Sesungguhnya, segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan, jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pula yang disembah. Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.( Al-Hajj [22] : 73-74)" 

Pada hakikatnya, orang yang menyembah kepada selain Allah, padahal yang ia sembah itu tidak mampu menciptakan makhluk hidup paling lemah dan paling kecil semisal lalat, berarti ia sama sekali tidak mengenal-Nya. Allah Swt. berfirman: 

 "Dan, mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman¬nya pada hari kiamat, dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya (kekuasaan-Nya). Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.( Az-Zumar [39] : 67)" 

Sungguh, orang yang menyekutukan-Nya dalam ibadahnya dengan sesuatu yang tidak memiliki apa pun dan begitu lemah tak berdaya itu tidak mengagungkan Allah. Tidaklah orang itu mengagungkan Dia Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa, jika ia menyekutukan-Nya dengan makhluk yang hina dan lemah dalam ibadahnya. Begitu juga, tidaklah mengagungkan Allah, orang yang mengatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang rasul kepada hamba-Nya dan Dia tidak menurunkan kitab suci-Nya. Jika demikian, berarti ia telah menisbatkan Allah kepada sesuatu yang sama sekali tidak pantas bagi-Nya, yakni menganggap bahwa Allah telah mengabaikan makhluk-Nya dan menciptakannya secara sia-sia belaka. 

Demikian juga, orang itu tidak mengagungkan Allah jika ia menafikan nama-nama-Nya yang agung dan sifat-sifat-Nya yang luhur, menafikan sifat Maha Mendengar-Nya, Maha Melihat- Nya, Maha Kehendak-Nya, Maha Luhur-Nya yang jauh di atas makhluk-Nya, Maha Kalam (bicara)-Nya yang Dia berbicara kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara makhluk-Nya, menafikan Kekuasaan-Nya yang tanpa batas dan keterkaitan- Nya dengan perbuatan para hamba-Nya, baik ketaatan maupun kemaksiatan mereka. Ia mengeluarkan seluruh perbuatan dari kekuasaan dan kehendak-Nya. Ia menganggap bahwa apa pun yang diperbuat adalah ciptaanya sendiri, bukan kehendak Tuhan. ) ika begitu, berarti dalam kerajaan-Nya terdapat sesuatu yang tidak Dia kehendaki dan sesuatu yang Dia kehendaki, namun lidak terjadi. Maha Suci Allah dari perkataan mereka itu yang menyerupai kaum Majusi. 

Juga tidak benar-benar mengagungkan Allah, orang yang mengatakan, "Dia menghukum hamba-Nya atas sesuatu yang tidak ia perbuat dan bahkan tidak kuasa ia lakukan." Menurutnya, semuanya adalah perbuatan Allah, sementara Dia menghukum hamba-Nya karena perbuatan-Nya sendiri karena Dialah yang memaksa hamba-Nya untuk melakukan semua perbuatan-Nya. Pemaksaan Tuhan atas hamba pasti lebih dahsyat dibanding pemaksaan makhluk terhadap sesama makhluk. 

Menurut fitrah dan akal yang sehat, jika seorang majikan memaksa pelayannya untuk melakukan sesuatu, kemudian ia menghukum pelayannya sebab perbuatan itu, tentu ini adalah hak yang buruk. Maka, bagaimana mungkin Dia Yang Maha Adil, Maha Bijaksana, dan Maha Penyayang memaksa hamba-Nya untuk melakukan suatu perbuatan yang di dalamnya sama sekali tidak ada pengaruh dan keinginan sang hamba, lalu Dia meng¬hukumnya sebab perbuatan itu?! Tentu, ini sangatlah mustahil. Pandangan di atas lebih buruk daripada oandancan kaum Majusi. Kedua kelompok ini pada hakikatnya, tidak mengagungkan-Nya dengan benar. 

Demikian juga, tidaklah seorang hamba mengagungkan Allah dengan benar jika ia tidak membersihkan-Nya dari segala kebusukan, kotoran, dan posisi yang tidak disenangi-Nya untuk disebut. Bahkan, ia menganggap Tuhan berada pada setiap tempat, tidak di Arsy yang menjadi tempat Dia bersemayam. 

“ Kepada-Nyalab naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal shalih dinaikkan oleh-Nya (Fathir [35] : 10)" Para malaikat dan ruh naik kepada-Nya dan juga turun dari sisi-Nya.

"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian {urusan) itu naik kepada-Nya (As-Sajdah [32] : 5)" 

Ia telah menempatkan Tuhan tidak pada posisi yang layak bagi- Nya, lalu ia juga menjadikan- Nya berada di setiap tempat yang manusia, bahkan hewan, enggan berada di dalamnya. 

Tidaklah benar-benar meng¬agungkan Allah, orang yang mena¬fikan hakikat cinta, rahmat, kasih sayang, keridhaan, kemurkaan, dan kemarahan-Nya. Begitu juga orang yang menafikan hakikat hikmah- Nya yang merupakan rahasia terpuji yang menjadi tujuan dari segala perbuatan-Nya. Sama halnya juga, orang yang menafikan hakikat perbuatan-Nya sehingga ia memisahkan perbuatan-Nya dari diri Nya sehingga ia menafikan hakikat kedatangan-Nya, oleh-Nya bersemayam di Arsy, pembicaraan – Nya dengan Musa As. dari balik gunung Tursina, kedatangan Nya di liari kiamat untuk membuat keputusan di antara para hamba-Nya, serta perbuatan dan sifat- sifat sempurna lainnya yang ia ingkari, sementara ia merasa benar. 

Demikian juga, tidak benar-benar mengagungkan Allah, orang-orang yang menganggap-Nya beristri dan beranak atau juga menyatu dengan seluruh makhluk-Nya maupun menganggap-Nya sebagai hakikat wujud makhluk. Begitu juga, tisak benar-benar mengagungkan Allah, orang yang menyatakan, "Sesungguhnya, Dia memuliakan para musuh Rasulullah Saw. dan keluarganya. Dia meluhurkan derajat mereka (para musuh) serta mengaruniakan kerajaan, kekhalifahan, dan keagungan kepada mereka. Dia merendahkan dan menghinakan para penolong Rasulullah Saw. dan keluarganya di mana saja mereka berada." 

Hal seperti di atas mengandung cela yang paling puncak di sisi Allah Swt., dan ini adalah perkataan kaum Rafidhah. Pernyataan m i diambil dari ucapan kaum Yahudi dan Nasrani bahwa Tuhan semesta alam ini mengutus malaikat yang lalim, mengklaim kenabian Muhammad Saw. dari dirinya sendiri, serta berdusta atas nama Allah dalam waktu yang panjang, setiap waktu digunakannya untuk berdusta seraya berkata, "Allah berkata demikian, Dia memerintahkan ini, Dia melarang begini, Dia juga menghapus syariat para nabi dan rasul-Nya, dan Dia juga menghalalkan darah para pengikut mereka, harta serta istri mereka." Malaikat itu juga berkata, "Allah telah membolehkan kepadaku untuk melakukan itu." Ia meyakini bahwa Tuhan mendukungnya, memuliakannya, mendekatkannya, mengabulkan doanya, memberikannya kemenangan atas orang yang menentangnya, dan menegakkan bukti kebenarannya. Ia juga meyakini bahwa tidak akan ada seorang pun yang akan menang darinya karena Allah senantiasa membenarkannya dengan ucapan, perbuatan, dan penetapannya, sementara bukti-bukti nyata kebenarannya akan terus ada hingga hari kiamat nanti. 

Sudah sangat pasti bahwa semua itu mengandung cela dan cacat terbesar terkait dengan Allah Swt., ilmu-Nya, hikmah-Nya, ralimat-Nya, dan ketuhanan-Nya. Sesungguhnya, Allah jauh dari apa yang telah mereka katakan. 

Coba bandingkan perkataan mereka dengan ucapan kawan- kawan mereka dari golongan Rafidhah, tentu engkau akan mendapati kedua perkataan itu seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair, 

Keduanya menyusu dari susu ibu yang sama 
Tiada pernah berpisah sepanjang malam 

Tidak benar-benar mengagungkan Allah, orang yang berkata: "

Allah boleh saja menyiksa para kekasih-Nya maupun orang yang tidak melakukan maksiat kepada-Nya barang sedikit pun, lalu Dia memasukkan mereka ke neraka. Dia bisa juga melimpahkan nikmat kepada para musuh-Nya dan orang-orang yang tidak beriman ke dalam surga." Allah Swt. telah mengingkari orang yang berpandangan demikian serta menghukumi pandangan tersebut adalah pandangan yang terburuk. 

Tidak benar-benar mengagungkan Allah, orang yang beranggapan bahwa Dia tidak menghidupkan orang mati, tidak mengumpulkan manusia pada hari pembalasan, yang baik akan mendapat kebaikan, yang buruk akan mendapat keburukan yang setimpal. Padahal, di hari itu, orang yang dizhalimi akan mendapatkan haknya dari orang yang telah berbuat zhalim terhadapnya. Diajugamemuliakan orang-orang yang menanggung beban berat di jalan yang diridhai-Nya selama masih di dunia dengan memberikan kemuliaan yang paling utama kepadanya. Dia juga memisah-misahkan makhluk-Nya yang bermacam- macam di hari itu, dan Dia memberitahukan kepada mereka yang kafir bahwa mereka adalah para pendusta. 

Tidaklah benar-benar mengagungkan Allah, orang yang meremehkan perintah-Nya hingga ia berbuat maksiat kepada- Nya, meremehkan larangannya hingga ia tidak segan untuk melakukannya, meremehkan dzikir kepada-Nya hingga ia menyia-nyiakan dzikir dan hatinya menjadi lalai terhadap-Nya. Ia lebih condong kepada hawa nafsu daripada meru ari keridhaan-Nya. Ketaatan kepada makhluk dianggap lebih penting daripada taat kepada Nya sehingga apa-apa yang mulia di sisi-Nya hanya dianggap sebagai sisa. Yang masih tebersit dalam batinnya adalah ilmu, perkataan, perbuatan, dan hartanya. Ia lebih mementingkan sesuatu selain-Nya sehingga ia pun meremehkan pandangan-Nya dan perhatian-Nya kepadanya, padahal dirinya dan kekuatannya berada dalam genggaman kekuasaan-Nya. Ia malah lebih mengagungkan pandangan makhluk terhadapnya di setiap perhatiannya dan seluruh gerak anggota tubuhnya. Ia juga lebih mementingkan manusia daripada Dia. Ia takut kepada manusia, namun sama sekali tidak takut kepada Allah. Ia bergaul dengan manusia dengan segenap keutamaan yang dimilikinya, sementara ketika ia bermuamalah dengan-Nya hanya dengan hal-hal yang hina dan rendah baginya. Ia melayani orang yang dicintainya dengan serius dan sungguh-sungguh tanpa mempedulikan nasihat sehingga liati dan anggotanya menjadi kosong, bahkan ia mendahulukan kepentingan kekasihnya itu daripada kepentingan dirinya sendiri. Namun, ketika untuk beribadah kepada-Nya, ia melakukannya dengan cara yang bahkan manusia pun tidak menyukainya. Ia mengeluarkan infaq dari hartanya dengan jumlah yang ia sendiri malu ketika dilihat orang lain. 

Apakah orang seperti di atas benar-benar mengagungkan A1lah ?! Apakah orang itu benar-benar mengagungkan-Nya, sementara ia menyekutukan-Nya dengan musuh-Nya dalam keesaan- Nya yang sejati, penghormatan, ketaatan, rasa tunduk, takut, dan harapan?! 

Meski, seandainya ia menjadikan kekasihnya itu sebagai makhluk yang paling dekat dengan Tuhan sehingga mereka menyembahnya sebagai perantara menuju-Nya, tentu hal ini merupakan sikap yang terlalu berani melampaui batas hak-Nya, meremehkan, juga menyekutukan-Nya dengan yang lain dalam hal yang sama sekali tidak pantas dilakukan karena yang berhak untuk disembah hanyalah Dia Swt. Jika demikian, bagaimana dengan hamba yang menyekutukan-Nya dengan makhluk yang paling dibenci, dihinakan, dan dimurkai oleh-Nya?! Jelas, pada hak ikat nya, makhluk itu adalah musuh-Nya dan sesungguhnya, hamba itu menyembah setan sebagaimana yang difirmankan-Nya:

"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian hai anak cucu Adam supaya kalian tidak menyembah setan?! Sesungguhnya, setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. Dan, hendaklah kalian menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.( Yasiin [36] : 60-61)" 

Ketika orang-orang musyrik menyembah para malaikat dengan kemantapan mereka, tetap saja ibadah mereka itu tertuju kepada setan meski mereka mengira ibadah mereka itu tertuju kepada para malaikat. Allah Swt. berfirman:

"Dan, (Ingatlah) hari Kami mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Kami berfirman kepada para malaikat, Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?' Malaikat-malaikat itu menjaivab, 'Maha Suci Engkau, Engkaulah pelindung kami, bukan mereka. Bahkan, mereka telah menyembah jin. Kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.( Saba’ [34] : 40-41)" 

Setan mengajak orang-orang musyrik agar mereka menyem¬bahnya dan setan juga membuat mereka mengira sedang me¬nyembah malaikat. Begitu pula para penyembah matahari, rem¬bulan, dan bintang-bintang. Mereka mengira sedang menyembah ruh pada bintang-bintang itu. Ruh-ruh itulah yang dianggap berbicara kepada mereka dan mencukupi segala kebutuhan mereka. Oleh karena itu, tatkala matahari muncul, setan mengiringinya, lalu orang-orang kafir bersujud kepadanya. Demikian juga ketika matahari itu terbenam.