Kedudukan Shalat dalam Agama

Shalat ialah ibadah badaniyah yang paling utama di antara seluruh ibadah-ibadah lainnya:

 فَقَدْ جَاءَ رَجُلٌ يَسْأُلُالْنَّبِىُّ صَلٌَى ﷲُ عَلَيْهِ وَسَلََّمَ عَنْ اَفْضَلِ اْلاَََْعْمَالِ فَقاَلَ لَهُ الصَّلاََةُ٬ قََََالَ ثُمَّ مَهْ؟ قََََالَ ثُمَّ الصَّلاََةُ٬ََ قالَ ثُمَّ مَهْ؟ََََ قَالَ الصَّلاََةُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ (رواه ابن حبان 258

Sesungguhnya telah datang seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW tentang amal yang paling utama, maka kata beliau kepadanya: “Shalat”. Laki-laki itu bertanya: “Kemudian apa lagi?” Jawab Nabi: “Kemudian shalat.” Laki-laki itu bertanya lagi: “Kemudian apa?” Nabi tetap menjawab: “Shalat, “demikian sampai tiga kali. (H.R. Ibnu Hibban: 258) 

Dan demikian pula dinyatakan dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim, bahwa dua shalat yang dilakukan oleh seorang muslim dengan sebaik-baiknya, maka akan merupakan penebus dosa (kafarat) yang dilkakukan di antara keduanya. Menurut al-Bukhari (505), dari Abu Hurairah RA, dia berkata:

 اَلصََّلَوََاتُ الْخََمْسُ يَمْْحُواﷲُ بِهَاالْخََطََايَا 

Shalat lima waktu itu digunakan Allah untuk menghapus dosa-dosa. Sedang menurut Muslim (231), dari Utsman RA, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 مَنْ اَتَمَّ الْْوُضُوْْءَ كََمََا اََمََرَهُ اﷲُ تََعَالََى فَالصَّّلَوََاتُُ الْمََكْتُوبَا تُكََفَّّارَاتٌٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ 

Barangsiapa berwudhu’ dengan sempurna sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta’ala kepadanya, maka shalat-shalat fardhu (yang dia lakukan) akan merupakan penebus dosa yang dilakukan di antara shalat-shalat itu. 

Sebaliknya, melalaikan shalat, baik dengan cara menangguhkannya atau meninggalkannya sama sekali, biasanya menyebabkan seseorang –kalau dia terus-terusan begitu- menjadi kafir, dengan demikian, shalat merupakan makanan utama bagi iman, sebagaimana telah anda ketahui. 

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (6/421), dari Ummu Aiman RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 لاََتَتْرُكِى الصَّلاةُ مَُتَعَمِّدًا ٬فَاِِنَّهُُ مَنْ تََرَكَ الصَّلاةُ مَُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ ﷲِ وَرَسُوْْلِهِ 

Janganlah kamu meninggalkan shalat dengan sengaja. Karena, sesungguhnya barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka benar-benar terlepas darinya jaminan Allah dan Rasul-Nya. Dan diriwayatkan pula hadits semisalnya dari Mu’adz RA (5/238).