Larangan yang sekeras bagaimanapun takkan mempan dicerna oleh orang yang mempunyai sakit jiwa, atau orang-orang yang menjadi pengabdi nafsu. Bagi orang-orang yang demikian, tidak ada hukum yang ditakutinya. Bahkan secara terus menerus mereka melakukan maksiat tanpa menghiraukan norma-norma agama dan akhlak.
Untuk menangani secara khusus orang yang berjiwa sakit ini, Islam telah mensyari’atkan hukuman secara tegas, dengan maksud agar mereka tidak mengulangi perbuatan tersebut, dan masyarakat dapat bersih dari kotoran yang ditimbulkan.
Allah berfirman :
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada agama Allah dan hari akherat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (Q.S. 24 : 2).
Ayat tersebut menerangkan kepada kita hukuman yang patut dikenakan bagi pelaku zina, yang dalam pelaksanaannya tidak diperbolehkan secara bertele-tele atau menaruh rasa belas kasihan kepada pelakunya. Sebab, sikap seperti itu akan menghambat pelaksanaan hukum Allah. Selain itu, hukuman hendaknnya dilakukan di hadapan masyarakat agar dijadikan contoh bagi mereka, dan bagi terhukum akan merasakan sakit luar biasa.
Di dalam ayat selanjutnya Al-Qur’an menerangkan kekejian perbuatan tersebut :
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin”. (Q.S. 24 : 3)
Orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut dalam keadaan tidak beriman. Dan setelah melakukan perbuatan zina, jiwa yang tadinya beriman enggan kembali berdampingan mengisi jiwa yang kotor dengan maksiat. Sebab, antara iman dan maksiat adalah bagaikan air dan minyak yang selamanya takkan pernah bersatu.
Imam Ahmad ibnu Hanbal mengatakan bahwa haramnya perkawinan seseorang yang pernah berzina dengan yang masih suci, terkecuali apabila calon suami atau calon istri yang telah melakukan perbuatan zina sudah melakukan taubat atau telah bersihkan jiwanya melalui hukum dera.
Pada prinsipnya, Islam memerangi hubungan sex di luar perkawinan, apapun alasannya. Karena perbuatan ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan pembentukan rumah tangga bahagia. Islam menghendaki agar hubungan ini tidak saja sekedar memenuhi kebutuhan biologis, tetapi islam menghendaki adanya pertemuan dua jiwa dan dua hati di dalam naungan rumah tangga. Setelah itu, keduanya akan melangkah menuju masa depan yang cerah di dalam membina keluarga yang saleh dengan cita-cita luhur sesuai dengan harkat manusia. Oleh karena itu, islam bersikap keras di dalam menghadapi masalah zina karena jika dibiarkan akan meruntuhkan hal-hal yang telah disebutkan di atas.
Disamping itu, zina akan banyak menimbulkan problema sosial yang sangat membahayakan masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan, menimbulkan rasa dengki dan menghancurkan kehidupan rumah tangga. Setiap problema yang ditimbulkan akibat perbuatan zina akan mengakibatkan hukuman berat, sesuai dengan peraturan Islam.
Posting Komentar untuk "Hukum Bagi Pelaku Zina"