Islam ini menjadikan kepuasan seksual ini secara sempurna di dalam nilai-nilai kemanusiaan. Hal itu diterapkan untuk menjauhkan diri dari ruh kehewanan yang buas dan lapar. Selain itu juga untuk menjaga perasaan perempuan. Hal itu dikarenakan perempuan sebagaimana yang telah kita katakan adalah suatu sisi yang dikalahkan oleh rasa malu dalam cara ini. Dengan demikian maka Islam mencegah seseorang suami mendatangi perempuan yang menjadi istri untuk berhubungan melalui duburnya.
Allah subhaanahu wa Ta’aala berfirman,
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu."(Qs. A1 Baqarah (2): 223)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Dikutuk orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya. (dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Nasaa’i)
Beliau bersabda juga,
“Barang siapa yang menyetubuhi istrinya yang sedang dalam keadaan haidh atau menyetubuhi istrinya melalui duburnya, atau mendatangi seorang tukang tenung lalu membenarkan perkataannya, maka sesungguhnya orang itu telah kafir terhadap apa yang di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam" (Hadits riwayat Ahmad dan At-Turmudzi)
Rasulullah telah menganjurkan kepada para suami agar menjauhi istri yang sedang dalam keadaan haidh (tidak menyetubuhinya). Sebab pada waktu haidh, perempuan itu akan mengalami penurunan daya seksual. Selain itu juga, apabila seorang suami menggauli istrinya yang sedang haidh itu akan membahayakan kesehatan dirinya.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah sesuatu kotoran. " Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh: dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci." (Qs. A1 Baqarah (2): 222)
Diantara etika yang telah diletakkan oleh Islam di dalam masalah hubungan seksual ini adalah keinginan Islam menghendaki agar masalah hubungan seksual ini tidak hanya dijadikan sebagai sarana untuk menunaikan kewajiban antara suami dan istri (kewajiban menggauli), akan tetapi Islam menghendaki agar hubungan seks itu dijadikan sebagai mahkota kasih sayang dan rahmat antara kedua hatinya.
Mari kita reungkan dan laksanakan etika luhur yang terdapat dalam arahan-arahan sang pendidik, Nabi Muhammad shallallahu 'alai wasallam, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang melakukan hubungan seksual sebelum bersendau-gurau."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah berkhutbah memperingatkan kaum perempuan serta menasehati kaum laki-laki terhadap perempuan-perempuan itu. Selanjutnya beliau berkata:
“Seseorang yang telah melampaui batas adalah seorang di antara kamu yang mencambuk perempuannya seperti cambukan budak. Mudah-mudahan dia menggaulinya pada hari-harinya yang lain? (Hadits riwayat Ibnu Majah)
“Kalau seandainya salah seorang di antara kamu hendak menggauli istrinya, maka ucapkanlah, Bismillahi (dengan nama Allah), Ya Allah ya Tuhan kami jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaitan dari yang telah engkau rezkikan kepada kami (anak). Maka berikanlah antara keduanya anak yang tidak membahayakan.” (Mutafaq Alaih)
Betapa indahnya akhlak ini, betapa mulianya agama ini, betapa hangatnya kalau kita beretika dengan etika yang mulia ini.
Posting Komentar untuk "Kepuasan Seksual dan Nilai Kemanusiaan dalam Islam"