Penghormatan Islam Terhadap Perasaan Cinta antara Suami Istri

Bagaimana Islam memberikan tempat yang besar bagi perasaan cinta dalam hubungan perkawinan? Lalu Bagaimana Islam menghormati perasaan kasih dan sayang yang terjadi antara suami Istri? Untuk menjawab pertanyaan di atas, artikel ini  akan memaparkan dua peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penjelasan yang gamblang.

Apabila perasaan cinta antara suami istri ini telah hilang, kehidupan antara suami istri telah berubah, yaitu berubah menjadi kehidupan neraka jahannam yang begitu dasyat dan semua sarana yang mengantarkan kepada kemakmuran dan keharmonisan antara seorang lelaki dengan istrinya telah gagal, maka jalan terakhir untuk mengobati pertikaian tersebut harus menggunakan besi panas yang akan mengkoyak perasaan suami maupun istri.

Mudah-mudahan ada seseorang yang bertanya, "Apabila perasaan cinta seorang suami kepada istrinya telah berubah, dan dengan perubahan tersebut dapat merubah kehidupan perkawinan, maka dia dapat membebaskan diri dari istrinya dengan perceraian. Namun, apa yang dapat diperbuat oleh seorang istri?

Istri Tsabit bin Qais mengangkat sisi cadarnya, maka dia melihat suaminya sedang menghadap kepada beberapa sahabatnya. Suaminya lebih hitam, lebih pendek dan lebih jelek wajahnya ketimbang teman-temannya, maka pemandangan ini mengerakkan perasaan benci yang mengendap di dalam hatinya. Dan hal itu menyebabkannya segera pergi meninggalkan rumah Tsabit dan pergi ke rumah keluarganya sendiri. Dan pada waktu menjelang fajar pertama, dia sudah berdiri di pintu rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghampirinya tanpa menunggu dulu sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan shalat subuh agar dia dapat segera berpisah dengan suaminya, Tsabit bin zais. Maka dia mengadukan kepada Rasulullah dengan berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Tsabit bin Qais tidak saya cela budi dan agamanya, akan tetapi saya membenci akan kekufurannya di dalam Islam maksudnya istri Tsabit bin Qais membenci dirinya bukan karena buruk rupanya, akan tetapi karena sikap suaminya yang mengingkari keluarga sehingga kehidupan keluarganya menjadi sengsara karena dia tidak melaksanakan/memberikan hak-hak perkawinannya kepadaku. Padahal hak-hak itu dapat diberikan melalui kasih sayang antar suami istri." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi  wa sallam bersabda kepadanya, "Apakah kamu mau mengembalikan kebun itu kepadanya? Maksudnya ada sesuatu yang telah diberikan oleh Tsabit bin Qais sebagai mahar kepadanya.” Istri Qais menjawab: "Ya. Dan jika dia menginginkan, maka saya akan menambahkannya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada Tsabit bin Qais untuk menceraikan istrinya.

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Tsabit bin Qais, "Terimalah kebun itu dan ceraikanlah dia."

Dan berikut ini pandangan lain yang menguatkan cara Islam di dalam mengatasi masalah ini:

Mughits adalah seorang budak Bani Makhzum, sedangkan Barirah adalah seorang budak yang dipekerjakan untuk membantu 'Aisyah radhiyallaahu 'anha. Dan A1 Aqdar (majikan Mughits) menginginkan untuk mengumpulkan antara Mughits dan Barirah dalam satu atap perkawinan yang di dalamnya ada rasa cinta. Akan tetapi pilihan keduanya tidak didasari dengan rasa saling cinta. Yang ada hanya cinta dan Mughits (cinta bcrtepuk sebelah tangan). Kecintaan Mughits kepada Barirah begitu besar sedangkan hati barirah enggan untuk menerima rasa cinta Mughits. Sedangkan hati yang berada di kekuasaan Ar-Rahman dapat dibalikkan sesuai dengan kehendak-Nya. Pada waktu itu datanglah hari kebebasan bagi Barirah, sehingga dia memiliki hak untuk membebaskan hubungan yang menggabungkan antara dia dan laki-laki yang hatinya telah tertutup oleh rasa cintanya. Dan Barirah menginginkan perpisahan dengan Mughits. Akan tetapi, cinta Mughits telah menguasai hatinya, sehingga dia berjalan menelusuri Madinah di belakang mantan istri yang masih dicintainya sambil mencucurkan air matanya yang hangat menunjukkan akan kasih sayangnya dan penyesalannya. Namun cucuran air matanya itu pergi dengan sia-sia.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Barirah, "Andaikan saja engkau mau rujuk kembali dengannya, karena dia adalah bapak dari anakmu."

Barirah bertanya, "Apakah engkau memerintahkan saya?" Beliau menjawab, "Tidak, aku hanya sekedar penolong." Barirah berkata, "Saya tidak membutuhkannya lagi." Adakah penghormatan yang lebih terhadap perempuan selain penghormatan yang diberikan oleh Islam? Agama manakah yang memperlakukan perasaan-perasaan kemanusiaan secara gamblang dalam masalah-masalah kehidupan yang paling rumit? Agama itu ridak lain adalah agama kita, Islam, yaitu agama yang lurus. Akan tetapi, kcbanyakan manusia tidak mengetahuinya!

Posting Komentar untuk "Penghormatan Islam Terhadap Perasaan Cinta antara Suami Istri"