Macam-Macam Puasa Makruh yang Berpahala Bila Tidak Dikerjakan

Puasa makruh adalah puasa yang berpahala bila ditinggalkan, sedang bila dikerjakan maka tidak berpahala dan tidak pula berdosa. Sesungguhnya manusia adalah hamba Allah Ta'ala. Dia wajib menyembahNya sebagaimana yang Dia kehendaki. Seperti halnya puasa, berbuka pun merupakan ibadah kepada-Nya. Manusia tidak boleh membantah ataupun menentang-Nya. Apapun yang Allah wajibkan, hendaklah ia mengatakan: "Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." 

Di antara macam-macam puasa yang makruh untuk dilaksanakan adalah : 

1. Puasa hari Jum'at secara tersendiri: 

Adapun dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (1884) dan Muslim (1144), bahwa Nabi SAW bersabda:

 لاَ يََصُمْْ اََحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمْعَةِ اِلاَّ اَنْ يََصُوْْ مَ قَبْلَهُ اَوْيَصُوْمَ بَعْدَهُ٠ 

Artinya: "Jangan hendaknya seorang dari kamu sekalian berpuasa pada hari Jum’ at, kecuali bila berpuasa pula hari sebelumnya, atau berpuasa hari sesudahnya." 

2. Puasa hari Sabtu secara tersendiri: 

Dalilnya ialah hadits riwayat at-Tirmidzi (744) dia katakan hadits ini hasan, bahwa Nabi SAW bersabda:

 لاَ تَصُوْمُوْا يَوْمَ السَّبْتِ اِلاَّ فِيْمَا افْتَرَضَ اﷲُ عَلَيْكُمْ 

Artinya: "Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, selain puasa yang Allah wajibkan kepadamu." 

 Begitu pula kata para ulama', berpuasa pada hari Ahad secara tersendiri adalah makruh, karena umat Yahudi mengagungkan hari Sabtu, sedang umat Nasrani mengagungkan Ahad. Lain halnya, bila hari Sabtu dan Ahad sekaligus dipuasai, itu tidak makruh, karena masing-masing dari kedua umat itu tidak mengagungkan keduanya bersama-sama. 

Ahmad (6:324) meriwayatkan, bahwa Nabi SAW berpuasa pada hari Sabtu dan hari Ahad lebih sering daripada yang beliau lakukan pada hari-hari lainnya. Beliau mengatakan:

 اِنَّهُمَا يَوْمَا عِيْدِ الْمُشْرِكِيْنَ ٬ فَاَنَا اُحِبُّ اَنْ اُخَالِفَهُمْ٠ 

Artinya: "Sesungguhnya Sabtu dan Ahad adalah hari raya kaum musyrikin. Maka, saya ingin berbeda dengan mereka." 

3. Puasa sepanjang tahun. 

Makruhnya puasa sepanjang tahun adalah khusus bagi orang yang khawatir mendapat bahaya, atau melalaikan hak orang lain: Al-Bukhari (1867) meriwayatkan: 

Artinya: "Bahwasanya Nabi SA W telah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda'. (Suatu saat) Salman berkunjung kepada Abu Dar- da'. Maka dilihatnya Ummu Darda' (isteri Abu Darda') berpakaian kumal, maka Salman bertanya kepadanya, "Kenapa engkau?" 

Maka jawabnya: "Saudaramu, Abu Darda' tidak bergairah lagi kepada dunia." 

"Hai Abu Darda'," kata Salman kepadanya, "sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan, keluargamu mempunyai hak yang wajib pula kamu tunaikan, dan dirimu pun mempunyai hak yang wajib kamu tunaikan. Maka, berilah hak kepada tiap-tiap yang berhak menerimanya. " 

Lalu, Abu Darda' menceritakan kepada Nabi SAW apa yang dikatakan oleh Salman itu. Maka sabda Nabi SA W: "Salman benar." 

Adapun bagi orang yang merasa takkan mendapat bahaya akibat puasa sepanjang tahun, dan takkan melalaikan karenanya hak seseorang, maka puasa seperti itu tidak makruh, bahkan mustahab baginya, karena puasa termasuk ibadat yang paling utama.