Orang yang Paling Patut untuk Dipergauli dengan Baik

Al-Bukhari mengatakan: pada "Bab Orang yang paling patut untuk dipergauli dengan baik"

Ia bertanya-tanya seraya mengatakan, "Siapakah orang dekat yang paling patut untuk dipergauli dengan baik?" Lalu ia mengatakan, "Haddatsana (telah mengatakan kepada kami) Qutaibah bin Sa'id." Ia kemudian mengomentari bahwa yang disebut ilmu menurut orang-orang yang mengerti tentang Islam adalah yang mengandung kalimat haddatsana. Ia sama nilainya dengan bumi beserta emas dan perak yang ada di dalamnya. Inilah ilmu yang abadi Sebuah syair menegaskan hal tersebut: 

Ilmu adalah apa yang di dalamnya dikatakan haddatsana 

sedangkan selain itu adalah bisikan setan 

Istilah haddatsana dan akhbarana menurut al-Bukhari adalah sama. Maka jika ia mengatakan akhbarana artinya sama dengan haddatsana. Tetapi ahli hadits lain selain al-Bukhari misalnya Muslim dan yang lainnya mengatakan bahwa kata haddatsana adalah jika seseorang mendengar dari gurunya. Jika seorang guru mengatakan sebuah hadits kepada Anda maka Anda mengatakan haddatsana. Tetapi jika Anda sendiri yang membaca kitab dari seorang guru, maka Anda mengatakan akhbarana. Inilah perbedaan antara al-Bukhari dengan yang lain.

Telah mengatakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Jarir— yakni Ibn Abdul Hamid—dari 'Imarah bin al-Qa'qa' bin Syubramah dari Abu Zar'ah dari Abu Hurairah, ia mengatakan, "Seseorang datang kepada Rasulullah saw lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling patut aku pergauli dengan baik?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang itu bertanya lagi, 'Kemudian siapa?' 'Ibumu,'jawab Nabi lagi. Setelah itu ia bertanya lagi, "Setelah itu siapa?' Nabi menjawab, 'Ibumu.' Lalu ia bertanya lagi, 'Kemudian siapa?' 'Ayahmu (Di takhrij kan oleh al-Bukhari (nomor 5834), Muslim (nomor 6452).),' kata Nabi. Dalam riwayat al-Laits, kata 'Ibumu' disebutkan dua kali. Yang benar adalah tiga kali. 

Di dalam hadits ini terdapat beberapa masalah:

Telah kami jelaskan sebelumnya bahwa seorang ibu mempunyai tiga perempat hak, sedangkan al-Laits mengatakan dua pertiga hak karena riwayat al-Laits hanya menyebutkannya dua kali. Tetapi yang benar, tiga perempat hak berupa kebaikan dan adab adalah bagi ibu sedangkan seperempatnya adalah bagi ayah, karena seorang ayah tidak mengalami keletihan sebagaiman yang dialami oleh seorang ibu mulai dari mengandung, menyusui, mendidik, menyayangi, mengasihi, dan sebagainya. 

Beliau mengatakan, "Kemudian ayahmu." Terdapat pula riwayat yang menyebutkan, "Kemudian yang paling dekat denganmu, lalu yang paling dekat selelahnya (Di takhrij kan oleh al-Bukhari (nomor 5834), Muslim (nomor 6452).)" Dalam riwayat Muslim disebutkan pengertian yang sama tatapi dengan kata yang berbeda, "Kemudian yang paling dekat denganmu, lalu yang paling dekat setelahnya.( Pada riwayat Muslim nomor 6453.)"  

Prioritas-prioritas dalam berbuat baik ini dimulai dari ibu, kemudian ayah, setelah itu yang paling terdekat, lalu yang paling terdekat sesudahnya, dan seterusnya.