مَنْ ظَنَّّّ انْفِكَاكَ لُطْفِهِ عَنْ قَدَرِهِ فَذَلِكَ لِقُصُُوْرِ نََظَرِهِ ٠
“Barangsiapa yang mengira lenyapnya kasih sayang Allah dari ketetapan (qadar) Allah, maka yang seperti ini adalah karena dangkalnya pandangan keimanan."
Menduga-duga tentang pemberian Allah, terutama bersangka buruk kepada - Nya atas nikmat-nikmat-Nya adalah perbuatan dosa. Seorang hamba dilarang menduga berprsangka buruk bahwa Allah telah mengurangi kasih sayang dan pemberian-Nya, karena sesuatu bencana yang sedang dialami oleh si hamba.
Seorang hamba hendaklah dapat merasakan pemberian Allah sebagai anugerah, maka ia pun harus dapat merasakan percobaan dari Allah itu juga suatu anugerah kasih sayang dari Allah swt. Hikmahnya seorang hamba dalam keadaan kesusahan, atau sedang tertimpa bencana, ia akan bertambah dekat kepada Allah swt. Dengan dekatnya si hamba kepada-Nya, maka akan berlimpahlah kasih sayang kepada si hamba. Itulah anugerah yang tak ada taranya. Orang yang keimanannya tebal, akan menerima setiap bencana, selain sebagai ujian atas keimanan, termasuk Allah menunjukkan kasih sayang dan rahmat-Nya kepada si hamba, sebagai bukti Allah adalah Rabbun (pengasuh, pendidik) bagi alam semesta dan seluruh makhluk-Nya. Nabi Muhammad saw dalam hal ini bersabda: "Allah swt menguji seorang hamba dengan bencana. Apabila si hamba sabar menerima, maka ia termasuk pilihan. Apabila ia rida menerima dan tidak buruk sangka, maka ia termasuk orang istimewa."
Seperti diterangkan pula dalam hadis sahabat Abi Hurairah bahwa Nabi bersabda: "Tiada apa pun yang menimpa seorang mukmin berupa bencana dan menderita kesusahan, kecuali semua itu menjadi sebab untuk menghilangkan dosa-dosanya." (HR. Bukhari Muslim) Sahabat Ibnu Mas'ud juga meriwayatkan dari hadis lain ia menyebut: "Bahwasanya tiada seorang muslimpun yang tertimpa kesukaran dan penyakit, atau bencana yang lebih ringan lagi, kecuali Allah swt akan menggugurkan dosa-dosanya, bagaikan gugurnya daun dari dahan pohon."
Manusia sebagai hamba Allah dalam menjalankan hidupnya di dunia ini hendaklah jauh dari prasangka jelek/buruk sangka kepada Allah, agar jiwanya tidak risau dan tertimpa penyakit yang dapat menegangkan syaraf. Ia harus berprasangka baik (husnudzan) kepada Maha Pencipta. Ia harus penuh keyakian bahwa Allah swt Maha Adil dan Maha Pemelihara. Allah telah membagi rahmat-Nya kepada manusia sesuai dengan rencana Allah.
Tidak ada kebaikan yang telah dilaksanakan oleh manusia kecuali sebelumnya telah melalui ujian. Demikian juga tiada bencana yang menimpa manusia kecuali itu pun sebagai ujian. Barangsiapa yang melalui ujian Allah, maka ia berada di jalan Allah. Ia sedang beradu di medan jihad. Allah swt sangat menyenangi seorang hamba yang tidak buruk sangka, rida menerima ujian dan cobaan serta menang dalam medan jihad. Allah mencintai dan meridai hamba tersebut. Rahmat Allah yang diberikan untuk manusia bisa terjadi di dunia ini juga, dan bisa pula ditunda di akhirat. Itu akan menunjukkan kehebatan dan kekuasaan-Nya kepada manusia, bersamaan dengan itu pula Allah menunjukkan kasih sayang dan keadilan-Nya.
Ummul Mukminin Sayidah Aisyah meriwayatkan pula sabda junjungan Rasulullah saw: "Barangsiapa diuji dengan beberapa kesulitan, dan ia dapat mengatasi kesulitan itu dengan ketabahan dan menerimanya dengan keikhlasan, tertulis baginya disisi Allahdengan derajat yang mulia dan dihapus dosa-dosanya." Seorang muslim yang saleh tidak boleh mengira dan berprasangka buruk bahwa Allah tidak memperhatikan lagi dijinya. Karena perkiraan seperti ini adalah pandangan yang sempit dan dangkal. Seorang muslim memandang Allah tidak semata-mata dari segi pemberian Allah yang jelas dan dirasakan dengan alam jasmani, akan tetapi ia harus melihat pemberian Allah dari sisi yang lain yang tidak dapat dilihat dan dinyatakan dengan mata kepalanya.
Ia harus melihat pemberian Allah dengan mata rohaninya, sehingga mampu merasakan kekayaan rohani yang dimilikinya itu adalah pemberian Allah. Keselamatan, kesehatan, ketenangan, keyakinan iman dan banyak lagi lainnya adalah kekayaan rohani yang sangat mahal harganya. Semua anugerah ini menunjukkan bahwasanya Allah swt tidak pernah melupakan hamba-hamba-Nya, apalagi hamba-hamba yang penuh ketaatan kepada-Nya. Hanya para hamba sendirilah yang sedikit sekali bersyukur kepada Allah. Allah swt tidak pernah melupakan hamba-hamba-Nya, manusialah yang lupa kepada Penciptanya.