اِذَا رَأَيْتَ عَبْدًا اَقَامَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِوُجُوْدِ الأَوْرَادِ وَاَدَامِهُ عَلَيْهَا مَعَ طُوْلِ الإِمْدَادِ فَلاَ تَسْتَحْقِرَنَّ مَامَنَحَ مَوْلاَهُ لأَِنَّكَ لَمْ تَرَ عَلَيْهِ سِيْمَا الْعَارِفِيْنَ وَلاَ بَهْحَةَ الْمُحِبِّيْنَ فَلَوْلاَ وَارِدَمَا كاَنَ وِرْدٌ ٠
“Apabila engkau melihat seorang hamba yang senantiasa menyebut nama dalam ketetapan waktu yang telah direncanakan secara tetap (dalam zikir dan wirid), sedangkan ia lama tidak menerima pemberian Allah, maka (dalam hal ini) jangan engkau pandang enteng akan pemberian Allah kepadanya. Karena engkau tidak memaham karunia Allah yang sebenarnya telah diterimanya sebab ia tidak menunjukkan tanda-tanda orang-orang arif pada dirinya dan kecintaannya kepada Allah swt. Sebab, andaikata tidak ada karunia Allah yang besar (warid) kepadanya, maka tidak mungkin wirid (kontinyuitas dalam beberapa ibadah tertentu)."
Ada hamba Allah yang mempunyai kekhususan (keistimewaan). Terbagi dalam dua golongan. Kedua golongan ini adalah para muqarrabin dan para abrar. Yang termasuk para muqarrabin adalah mereka yang mencari mardatillah yang dengan membebaskan diri dari pengaruh duniawi dan mengkhususkan diri beribadah semata, mendekati Allah swt berada dalam ketaatan, mereka menempatkan dirinya dalam golongan hamba yang arifin lagi muhibbin.
Sedangkan para abrar, adalah hamba Allah yang sangat taat beribadah dan menjalankan amalan sunah dengan baik dan teratur namun mereka golongan ini masih terikat dengan kehendak duniawiyah, karena keinginan dunia, seperti harta dan derajat, masih mengunggulinya. Ibadah bagi mereka selain suatu kewajiban yang mutlak, mereka berharap akan mendapat pembalasan dari Allah berupa kenikmatan surga yang abadi. Mereka ini dinamakan para zahid yang abid. Para hamba seperti tersebut di atas mempunyai martabat tersendiri di sisi Allah menurut kemampuan yang ada pada mereka.
Allah dengan iradah-Nya telah memberi karunia kepada hamba - hamba-Nya sesuai dengan kemampuan dan kedudukan di sisi Allah.l Apabila ada orang yang tekun dan taat beribadah, mengamalkan zikir dalam wirid yang tetap, namun tidak nampak keistimewaan yang boleh diandalkan sebagai miliknya. Orang seperti ini jangan dianggap enteng sebab tidak ada orang mampu melihat kekhususan dari karunia Allah yang mereka miliki. Ketekunan dalam ingat kepada Allah dengan wirid mereka, adalah karunia dari-Nya, sebab kelak ia akan mampu melepaskan dirinya dari ikatan duniawi, walaupun ia berada di dalam lingkungan hidup duniawi dan manusia umumnya. Ibadah yang tetap itulah keistimewaan bagi si hamba. Ia berada pada maqam yang khusus.
Selanjutnya Syekh Ahmad Ataillah menjelaskan kepada kita tentang kedudukan hamba Allah yang tekun beribadah itu, dalam pesannya, “Ada golongan yang mengkhususkan dirinya beribadah, ada pula golongan yang mengkhususkan dirinya mencintai Allah semata Mereka masing-masing memperoleh karunia besar dari Allah swt dengan karunia yang tidak terbatas."
Kedudukan seorang hamba dalam melaksanakan ketaatannya kepada Allah seperti digambarkan di atas adalah tanda khidmatnya manusia kepada Allah Al Haq, Pemberi rahmat dan karunia yang sangat besar kepada manusia dan dunia seisinya ini. Hamba Allah yang bermakrifat kepada-Nya selalu menunjukkan kecintaan dan perhambaan kepada Maha Pencipta langit dan bumi, sesuai dengan pemberian dan karunia Allah yang telah dianugerahkan kepada manusia dan dunia ini.
Sahal bin Abdullah meriwayatkan, "Bahwa Allah swt mendatangkan untuk suatu negeri atau kota orang-orang zahid. yang tekun beribadah. Allah meletakkan dalam hati si abid dan si zahid itu keutamaan dan kemuliaan yang disebarkan bagi keselamatan dan keamanan seisi negeri itu.
Sebagian dari para hamba yang mendapat kedudukan dan kemuliaan dari Allah swt, tekun beribadah tanpa mengharapkan apa-apa, karena ibadah itu hanya untuk mencari mardatillah. Dalam pengkhidmatan itu mereka mencapai maqam tertinggi dari Allah swt.
Selain itu ada para hamba yang Allah yang berkhidmat kepada Allah dengan menumpahkan rasa mahabbah pada Allah belaka dengan melupakan kecintaan kepada selainnya, mereka lebih banyak khidmat dengan hati nurani yang tinggi tingkatannya, di samping taat dan tekun melaksanakan ibadah lainnya.
Ibadah dengan taqarrub yang khusus kepada Allah, baik dalam bentuk lahiriah ataupun batiniah. Bentuk-bentuk ibadah seperti “waridat Ilahiyat" adalah karunia Allah swt yang dikhususkan bagi hamba yang senantiasa menepati waktu-waktu yang telah dibiasakan melaksanakan beberapa macam ibadah dengan tetap dan tekun.
Ibadah khusus ini menjadi suatu bagian dari kesempurnaan makrifat manusia kepada Allah sehingga dengan izin Allah ia mampu menyingkap rahasia-rahasia yang terbungkus di alam gaib, lalu menjadi ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Ilmu itu tidak begitu saja diperoleh tanpa taqarrub yang kontinyu kepada Allah. Sedang karunia khusus (warid) itu selalu turun pada manusia secara mendadak, agar para ahli ibadah tidak mendakwahkan dirinya sebagai orang yang menerima warid dari Allah swt, karena telah mengadakan persiapan dan latihan terlebih dahulu. Maksudnya, apabila seorang hamba telah meningkatkan amal wiridnya, jangan sampai ia berharap datangnya warid.
Adapun warid Ilahiyat itu sendiri merupakan anugerah Allah yang sangat tinggi untuk para hamba yang terpilih, dengan izin dan iradah Allah semata-mata. Warid itu sendiri menurut Syekh Abdul Qadir adalah tidak karena permintaan si hamba, bukan juga karena suatu sebab datangnya tidak diminta, hilangnya tanpa sebab.
Warid Ilahiyat itu bukan sesuatu yang datang berbentuk dan tidak pula pada waktu tertentu.
Waridat Ilahiyat adalah anugerah Allah yang luar biasa, ia datang secara tiba-tiba, tidak dapat ditentukan waktunya, sebab tidak dapat disamakan dengan ibadah lainnya. Tetapi ia adalah hasil ibadah para hamba yang taat dan saleh secara keseluruhan.