Jadi, jelaslah perbedaan antara prasangka baik dan tipu daya. Prasangka baik, bilamana disertai dorongan untuk melakukan amal, dapat menolongnya dan tentu kembali kepadanya. Inilah prasangka baik yang tepat. Akan tetapi, jika mengajak kepada kebatilan dan asyik dalam kemaksiatan, yang demikian ini adalah tipu daya.
Prasangka baik ialah harapan. Bila harapan seseorang itu menariknya untuk taat serta menghalanginya dari maksiat maka itulah harapan yang benar. Namun, jika kebatilan yang menjadi harapan atau harapan itu berupa kebatilan dan penyelewengan, itu pasti adalah tipu daya.
Andaikan seseorang memiliki sebidang tanah dengan harapan bahwa itu bisa bermanfaat baginya, tapi ia malah menelantar¬kannya, tidak menaburkan benih dan tidak mengolahnya sebab berprasangka baik bahwa ia akan menuai hasilnya tanpa harus diolah, ditaburi benih, disirami air, dan dipelihara, orang-orang akan menganggapnya sebagai orang yang paling tolol.
Begitu juga bila seseorang berprasangka baik dan kuat harapannya bahwa ia akan punya anak tanpa berhubungan badan atau ia akan menjadi orang terpandai di zamannya tanpa harus belajar secara intensif dan lain sebagainya.
Demikian pula orang yang berprasangka baik dan kuat harapannya bahwa ia akan sukses dengan mendapat derajat yang luhur serta kenikmatan yang abadi tanpa ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya, orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharap¬kan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 218)"
Renungkanlah bagaimana Allah Swt. menjadikan harapan mereka diiringi dengan berbagai amal ketaatan!
Mereka yang tertipu menyatakan, "Sesungguhnya, orang- orang yang menyeleweng, menelantarkan kewajiban-kewajiban- nya kepada Allah Swt., mengabaikan segala perintah-Nya, berbuat aniaya kepada para hamba-Nya, dan terjerumus ke dalam hal- hal yang diharamkan-Nya, mereka adalah orang-orang yang berharap pada kasih sayang Allah Swt."
Pada intinya ialah bahwa harapan dan prasangka baik hanya dapat dibenarkan jika diiringi dengan-melakukan segala yang dituntut oleh kebijaksanaan Allah Swt. dalam syariat, ketetapan, pahala, serta kemurahan-Nya. Maka, seharusnya bagi ,seorang hamba untuk melaksanakan itu semua, baru kemudian berprasangka baik kepada Tuhannya dengan berharap kepada-Nya agar tidak patah semangat untuk mengamalkannya, supaya itu semua dapat mengantarkan kepada segala sesuatu yang bermanfaat dan agar ia dihindarkan dari hal-hal yang bertentangan dengan semua itu dan sesuatu yang dapat melenyapkan pengaruhnya