Kenapa Sebaiknya Bertakbbir di Hari Raya?

Disunnatkan bertakbir bagi selain orang yang sedang menunaikan haji- sejak terbenamnya matahari pada malam 'Idul Fitri dan 'Idul Adhha, di rumah-rumah, di jalan-jalan, di masjid-masjid dan di pasar- pasar, dengan suara keras, sampai saat imam mengucapkan Takbiratul Ihram pada shalat 'ld. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta'ala: 

Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangan (puasa), dan hendak¬lah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepada՛՛ mu, dan supaya kamu bersyukur. (QS. al-Baqarah: 185) 

Para mufassir berkata, ini adalah mengenai takbir pada 'Idul Fitri,,, Sedang'Idul Adhha dikiaskan kepadanya. 

Lain dari itu, pada 'Idul Adhha disunnatkan pula baik bagi yang sedang berhaji ataupun lainnya bertakbir sesudah tiap-tiap shalat, dengan bermacam-macam takbiran, dimulai sejak Shuhuh pada 'Arafah sampai sehabis 'Astiar pada akhir hari-hari Tasyriq, yakni tiga hari sesudah Hari Raya Adhha. 

Adapun pada 'Idul Fitri, tidaklah disunnatkan bertakbir sesudah tiap-tiap shalat, tetapi kesunnatan bertakbir itu berhenti ketika imam mengucapkan Takbiratul Ihram pada shalat 'ld, seperti yang telah kami katakan tadi. 

Semua itu dalilnya adalah, karena mengikuti contoh dari Rasul SAW yang juga senantiasa dilakukan oleh para sahabat beliau -Radhi- yallahu 'Anhum-. Dari 'Ali dan 'Ammar -Radhiyallahu 'Anhuma- umpamanya:

 اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ، صَلاَةَ الْغَدَاةِ، وَيَقْطَعُهَا صَلاَةَ الْعَصْرِ اًخِرَاَيَّامِ التَّشْرِيْقِ (رواه الحاكم 1/299 وَقَالَ: هَذَا حَدِيْثٌ صَحِيْحُ اْلاِسْنَادِ، وَلاَ اَعلَمُ فِى رُوَاتِهِ مَنْسُوْبًا اِلَى الْجُرْحِ

Bahwasanya Nabi SAW bertakbir di hari 'Arafah pada shalat Shubuh, dan beliau menghentikannya pada shalat 'Ashar di akhir hari Tasyriq. (HR. al-Hakim: 1/299, dan dia katakan, "Ini hadits yang shahih isnad- nya, dan dalam periwayatannya saya tidak melihat sesuatu yang dinyatakan bercacat.")

 وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُكَبِّرُ فِى قُبَّتِهِ بِمِنًى، فَيَسْمَعُهُ اَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُوْنَ، وَيُكَبِّرُ اَهْلُ اْلاَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيْرًا، وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُكَبِّرُ بِمِنًى تِلْكَ اْلاَيَّامِ، وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ، وَعَلَى فِرَاشِهِ فِى فُسْطَاطِهِ وَمَجْلِسِهِ وَمَمْشَاهُ، تِلْكَ اْلاَيَّامَ جَمِيْعًا (اَلْبُخَارِى: كِتَابُ الْعِدَيْنِ: بَابُ التَّكْبِيْرِ اَيَّامَ مِنًى) 

Dan adalah Ibnu Umar RA bertakbir dalam kubahnya di Mina, sampai didengar oleh orang-orang yang tinggal dalam masjid, maka maka mere¬ka pun bertakbir pula, dan bertakbir pula orang di pasar-pasar, sehingga Mina bergetar dengan takbir. Dan Ibnu Umar RA juga bertakbir di Mina pada harb-hari (Tasyriq) itu sesudah tiap-tiap shalat, di tempat tidurnya, dalam tendanya, di tempat duduknya maupun ketika berjalan pada semua hari-hari tersebut. (Al- Bukhari: Kitab al- 'Idain, bab: at- Takbir Ayyama Mina). 

Fusthath: tenda dibuat dari bulu dan semisalnya. 

SHIGHAT TAKBIR YANG DIUTAMAKAN:

 اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، وَلِلَهِ الْحَمْدُ 

Yang artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi Aliah¬lah segala puji.