Bagi orang yang hendak menjadi imam, hendaklah memenuhi syarat-syarat tertentu -yang kebanyakan bersifat relatif menurut keadaan ma’mum-, yang ringkasnya sebagai berikut:
1. Ma’mum hendaknya tidak mengerti atau meyakini tentang batalnya shalat imam.
Contohnya, apabila ada dua orang, masing-masing berijtihad tentang arah kiblat. Yang satu berkeyakinan bahwa kiblat ada di suatu arah, yang berlainan dengan keyakinan kawannya. Maka masing-masing tidak boleh ma’mum kepada yang lain. Karena masing-masing berkeyakinan bahwa kawannya salah arah hadapannya, dan bahwa shalatnya menghadap ke arah tersebut tidak benar.
2. Imam hendaknya bukan orang yang tak pandai membaca, padahal ma’mumnya pandai membaca.
Yang dimaksud tak pandai membaca di sini, ialah orang yang bacaan al-Fatihahnya tidak bagus, di mana terdapat cacat yang mengurangi suatu huruf atau tasydid atau semisalnya. Tetapi, kalau ma’mumnya juga sama-sama seperti itu, maka masing-masing boleh menjadi imam.
3. Imam hendaknya bukan wanita, sedang ma’mumnya pria.
Tapi, bila ma’mumnya juga wanita, maka masing-masing boleh menjadi imam atas yang lain. Karena, Nabi SAW bersabda:
لاَتَؤُمَّنَّ امْرَأَةٌ رَجُلاً (رواه ابن ماجه
Jangan sekali-kali wanita mengimami laki-laki. (H.R. Ibnu Majah).