Al-Qur’an menyebut kata-kata “fakir miskin” dalam banyak tempat dan tiap kesempatan yang berhubungan dengan soal pencaharian, harta benda, keuangan, kebaikan dan amal kebajikan. Tujuan Islam ialah mengahpus kemiskinan dan mengikisnya habis, sehingga tidak terdapat lagi di atas bumi Allah ini orang fakir yang tersia-sia dan orang miskin yang hidup sengsara.
Al-Qur’an menyebut mereka dalam ayat yang berhubungan dengan ketentuan pembagian zakat:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin. (At-Taubah 60).
Dan dalam ayat yang mengenai cara pembagian ghanimah:
“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil.” (Al-Anfaal 41).
Dan dalam ayat yang menerangkan pembagian fai-i:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu.” (Al-Hasyr 7).
Juga dalam ayat yang mengenai kewajiban beribadah:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu.” (An-Nisaa 36).
Dan ayat yang mengenai pokok-pokok kebaktian:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya.” (Al-Baqarah 177).
Juga tidak dilupakan waktu menyebut haknya sanak kerabat:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.” (Al-Isra’ 26).
Dan tatkala menceritakan sifat-sifat orang saleh, disebut pula bahwa di antara sifat-sifat terpuji itu, ialah memberi makan kepada orang miskin:
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (Al-Insan 8).
Bagi orang-orang miskin ditentukan hak dalam zakat fitrah, supaya mereka turut ber-ied seperti lain-lain saudaranya. Demikian pula mereka ditentukan haknya dalam kurban yang dilakukan orang pada iedul-adh-ha dan dalam apa yang dihadiahkan kepada Ka’bah:
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.(Al-Hajj 28).
Dan pada ayat tentang kaffarah pun fakir miskin disebut:
“ Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka.” (Al-Maidah 89).
Juga pada ayat tentang kaffarahnya dzihar:
“Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin.” (Al-Mujadalah 4).
Dan ayat tentang fidyahnya puasa:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya.” (Al-Baqarah 184).
Juga dalam ayat tentang haji:
“Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (Al-Baqarah 196).
Bahkan rahmat dan inayah Tuhan kepada orang-orang miskin demikian besarnya sampai-sampai Dia mengutus seorang wali daripada hamba-hamba pilihan-Nya untuk membantu menyelamatkan bahtera orang-orang miskin dari rampasan seorang raja yang dzalim, sebagaimana diceritakan dalam kisah Nabi Musa:
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.” (Al-Kahfi 79).
Dan Allah menyebut pula betapa Dia telah membinasakan kebun-kebun orang-orang yang mengingkari haknya orang-orang miskin:
“Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akanmemetik (hasil)nya di pagi hari, dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin), lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil memanggil di pagi hari: "Pergilah diwaktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya". Maka Pergilah mereka saling berbisik-bisik. "Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam kebunmu". Dan Berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) Padahal mereka (menolongnya). Ttatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)". Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?" Mereka mengucapkan: "Maha suci Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim". Lalu sebahagian mereka menghadapi sebahagian yang lain seraya cela mencela. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kita; Sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas". Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; Sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dati Tuhan kita.” (Al-Qalam 17-32).
Tujuan agama Islam yang utama ialah membersihkan masyarakat dan pergaulan hidup umat manusia dari noda kemiskinan dan kemelaratan dengan menaruh perhatian yang cermat terhadap para fakir miskin dan memberi pelayanan dan pemeliharaan yang seksama kepada mereka sebagai sesama manusia yang wajib tolong menolong agar dapat hidup layak seabagai sesama warga masyarakat yang berguna dan berpotensi. Kebutuhan jasmani dan rohani mereka harus dicukupi agar tubuh-tubuh mereka tetap kuat dan bertenaga, hati mereka tetap berdenyut dan jiwa mereka tetap bebas tidak tertekan dan rasa harga diri mereka tidak tersentuh. Janganlah karena kemiskinan, mereka dipandang dan diperlakukan lebih rendah daripada warga masyarakat yang lain, karena mereka sebagai sesama manusia memiliki juga bakat, kecerdasan, kecakapan dan potensi yang dapat mengantar mereka mencapai puncak prestasi dalam bidang apa pun, asal saja mereka diberi kesempatan yang serupa dengan kesempatan yang diperoleh oleh warga-warga yang lain.
Tiap bangsa dan tiap umat tidak sunyi dari warga-warga yang fakir dan miskin, warga-warga yang lumpuh badaniah atau rohaniah, dan biasanya merepa itu merupakan mayoritas, sehingga apabila ditinggalkan mereka hanya berserah diri kepada nasib dan tidak mendapat uluran tangan yang mengangkat mereka dari garis hidup mereka yang menyedihkan itu, maka niscaya mereka akan merupakan beban yang berat dan noda yang memalukan bagi umat dan bangsanya.