Ikatan Sosial dalam Agama Islam

Di anatra ikatan-ikatan sosial yang dibina oleh Islam untuk menjadikan umatnya suatu umat yang kuat, bersatu padu dan merupakan suatu kesatuan yang kkompak guna mengemban risalah Allah adalah: Persaudaraan di antara sesama muslim. Persaudaraan yang melebur segala perbedaan yang dahulunya menonjol, ialah perbedaan karena suku, karena keturunan, karena kekayaan dan kemiskinan, karena kedudukan sosial dan lain-lain perbedaan yang merupakan jurang pemisah antara golongan yang satu dari golongan yang lain sehingga menimbulkan adanya kelas-kelas dan tingkatan-tingkatan dalam masyarakat. 

Dengan persaudaraan yang dibina oleh Islam itu, maka tiap muslim betapapun kedudukan sosialnya mengaku dan menganggap dirinya adalah saudara sederajat bagi sesama muslimnya lebih tinggi ataupun lebih rendah tingkat hidupnya dari padanya. 

Persaudaraan itu membawa serta hak dan kewajibannya dan bukannya persaudaraan yang kosong yang hanya diucapkan di bibir dan tidak berbekas dalam kehidupan sehari-hari. Ia menuntut agar tiap muslim memperhatikan kepentingan saudaranya sesama muslim, menolongnya dalam kesukaran, membantunya mencapai kemajuan dan membelanya jika diperlukan. Allah swt berfirman: 

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu.” (Al-Hujuraat 10). . 

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.” (AT-Taubah 71). 

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Annu’man bin Basyir bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 مثل المؤنين فى توادّهم وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذااشتكى منه عضو تداعى له سائرالجسد بالسّهر والحمّى. 

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang, saling mencinta-mencintai adalah seumpama satu tubuh yang bila salah satu anggotanya terserang penyakit maka seluruh tubuh turut merasakan dengan menderita demam dan tidak dapat tidur.” 

Di antara tanda-tanda perhatian seorang muslim terhadap sesama saudara muslimnya, ialah bahwa dia tidak akan meninggalkan saudaranya yang tertimpa musibah atau bencana tanpa mengulurkan tangan untuk meringankan musibahnya atau menolak bencana yang mengancamnya. 

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 المسلم أخواالمسلم لا يظلمه ولا يخذ له ولا يحقره ـ بحسب امرئ من الشّرّ أن يحقر أخاه المسلم. كلّ المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه

“Seorang muslim adalah saudara bagi tiap orang muslim, tidak boleh menganiayanya, menghinanya dan membiarkannya tanpa pertolongan. Cukuplah sebagai kejahatan dari seorang bahwa ia menghina sesama saudara muslimnya. Darah, harta dan kehormatan seorang muslim diharamkan bagi sesama saudara muslimnya”. 

Artinya seorang muslim wajib menjaga dan melindungi darah, harta dan kehormatan sesama saudara muslimnya dan diharamkan ia mengganggunya. 

Diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 ما من امرئ يخذل امرءا مسلما فى موضع تنتهك فيه حرمته وينتقص فيه من عرضه إلاّ خذ له الله فى موضع يحبّ فيه نصرته وما من امرئ ينصر مسلما فى موضع ينتقص فيه من عرضه وينتهك فيه من حرمته إلاّ نصره الله فى موطن يحبّ فيه نصرته. 

“Tiada seorang melihat seorang yang sedang diganggu kehormatannya, lalu membiarkannya tanpa pertolongan melainkan Allah akan membiarkan orang itu tanpa pertolongan di saat ia membutuhkannya. Dan tiada seorang menolong sesama saudara muslimnya yang sedang terganggu kehormatannya, melainkan Allah akan menolongnya di waktu ia membutuhkannya”. 

Saling hormat menghormati. 

Islam mewajibkan kepada ummatny agar saling hormat menghormati, tiap orang menjaga kehormatan sesama saudara muslimnya, tidak melukai perasaannya, tidak mengejek atau mengolok-oloknya, tidak menjulukinya dengan julukan yang tidak disukainya, tidak memata-matainya dan tidak pula berprasangka jahat terhadapanya. Karena perbuatan-perbuatan yang demikian itu dapat merusak hubungan persaudaraan, menipiskan rassa setia kawan, menanam rasa dengki dan benci di dalam hati dan tidak menyerbarkan benih permusuhan di antara sesama saudara seagama. 

Berfirman Allah swt.: 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.” (Al-Hujuraat 11-12). 

Menepati janji dan amanat. Islam mewajibkan tiap muslim menepati janji dan menyampaikan amanat. Karena sifat dan kelakuan itu membawa madharat, menghilangkan rasa saling percaya, merusak kewibawaan, bahkan bisa mengakibatkan pertengkaran dan permusuhan di antara sesama saudara, sesama keluarga dan sesama bangsa. 

Bersabdalah Rasulullah saw.:

 لا إيمان لمن لا أمانة له ولا دين لمن لا عهد له

“Tiada beriman, orang yang tiada beramanat dan tiada beragama orang yang melanggar janji”. Dan Allah berfimrna:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu.” (Al-Maidah 1). 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (AL-Anfaal 27). 

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisaa’ 58). 

Dan dalam sebuah hadits yang shahih, bersabdalah Rasulullah saw.:

 أية المنافق ثلاث: إذا حددّث كذب وإذا وعد أخلف وإذااؤ تمن خان

“Tanda orang munfaiq tiga: Jika bercakap dusta, jika berjanji luput dan jika diamanati berkhianat”. 

Rendah hati. 

Kesederhanaan hidup, rendah hati dan keluwesan dalam pergaulan adalah sifat-sifat yang mewarnai masyarakat Islam. Dalam masyarakat Islam tidak dibolehkan orang menyombongkan diri, bersikap kaku, terhadap sesama anggota masyarakat. Karena sifat sombong dan kaku dalam pergaulan bisa membawa pepecahan dan permusuhan dan menjadi penghalang bagi seseorang untuk mawas diri, karena ia buta akan kekurangan-kekurangan dirinya yang dianggapnya sudah mencapai kesempurnaan yang memuaskan. 

Allah swt berfirman:

 “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (Al-Israa’ 37).

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya.” (Al-A’raaf 146). . 

“Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?” (Az-Zumar 60). 

“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (Alhijr 88). Dalam sebuah hadits shahih bersabdalah Rasulullah saw.:

 إنّ الله أوحى إليّ أن تواضعوا حتّى لا ينبغ أحد على أحد ولا يفخر أحد على أحد

“Allah mewahyukan kepadaku, hendaklah kamu berendah diri sehingga tidak seseorang memperkosa seseorang dan tidak pula seseorang menyombongkan diri terhadap seseorang”. 

Melebih-utamakan orang lain atas diri sendiri adalah suatu sifat yang terpuji yang dapat me-eratkan hubungan antara sesama saudara dan mempertebal rasa setia kawan serta mengakibatkan semangat gotong royong dan tolong menolong. 

Allah swt telah memuji sahabat-sahabat Anshar karena sifat mendahulukan hajat orang lain di atas hajat dirinya sendiri: 

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (Al-Hasyr 9). 

Tolong menolong dan bersatu padu dianjurkan oleh Islam, karena dengan persatuan yang dijiwai oleh sikap gotong royong dan tolong menolong menjadi kuatlah suatu bangsa dan menjadi ringanlah semua tugas dan kewajiban kemaysarakatan. Air laut beasal dari setetes dan gunung berasal dari segumpal tanah. 

Dan Allah memberi kekuatan kepada jamaah yang bersatu. Allah berfirman: 

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Maidah 2). 

Membersihkan dada dari rasa dengki, iri hati dan benci yang tidak beralasan adalah syarat tercapainya persatuan yang kokoh dan persaudaraan yang kompak. Bersabda Rasulullah saw.:

 إنّ بدلاء أمّتى لم يدخلو الجنّة بكثرة الصّلاة ولا الصّوم وإنّما دخلوها بسخاوة الانفس وسلامة الصّدور ورحمة الله

“Sesungguhnya orang-orang saleh dari pada ummatku tidak masuk syurga akrena banyaknya bershalat dan berpuasa, tetapi mereka masuk syurga karena kebesaran jiwa, kebersihan dada dan karena rahmat Allah”. Berwasiat Rasulullah saw. kepada Anas r.a.:

 يابنيّ إذا أصبحت وأمسيت وليس فى قلبك غشّ لأحد فافعل، فإنّ ذلك من سنّتى ومن أحيا سنّتى فقد أحبّنى ومن أحبّنى كان معى فى الجنّة. 

“Hai puteraku, jika engkau di kla matahari terbit waktu pagi dan terbenam waktu senja, tidak mengandung dengki dalam hatimu terhadap seseorang, berbuatlah demikian, karena itulah sebagian dari sunnatku, dan barangsiapa menghidupkan sunnatku, ia telah menyintaiku, dan siapa yang menyintaiku akan bersama aku di syurga”. 

Pengekangan diri. 

Mengekang diri, menahan amarah dan mudah memberi ampun adalah di antara sifat-sifat yang dapat menjaga kelestarian hubungan persahabatan dan hubungan persaudaraan yang baik dan akarab di samping menandakan kesempurnaan akal dan keluhuran mental. Allah telah menggambarkan sifat-sifat itu sebagai sifat-sifat orang-orang yang bertaqwa:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali-Imran 133-134). 

Bersabdalah Rasulullah saw.:

 ليس الشّد يد بالصّرعة وإنّما الشّد يد الّذى يملك نفسه عند الغيب

“Bukanlah orang kuat itu pegulat yang kuat, akan tetapi orang yang kuat itu, ialah orang yang dapat mengekang dirinya di waktu marah”. 

Menjaukan diri dair hal-hal yang tidak berguna dan bermanfaat berupa kata-kata atau perbuatan juga mengekalkan tali persaudaraan dan persahabatan menambah kekompakan dan menghindarkan dari perpecahan dan pertentangan. Allah telah memuji orang-orang melakukan hal yang demikian itu dalam firmannya: 

“Dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". (Al-Qashash 55). 

Dalam sebuah hadits shahih bersabdalah Rasulullah saw.:

 من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه. 

“Sebaik-baik Islamnya seseorang ialah menjauhi apa yang tidak berguna bgi dirinya”. 

Agama Islam menghendaki dari tiap muslim amal dan usaha yang sungguh-sungguh untuk dunia dan akhirat bersama, sebagai difirmankan oleh Allah swt.: . 

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash 77). 

Pembersihan. 

Hendaklah dilakukan pembersihan masyarakat dari sarana-sarana kejahatan dan kerusakan dan pembersihan kehidupan dari benih-benih kemunafikan dan dari sebab-sebab yang dapat menimbulkan fitnah dalam masyarakat, seperti berita-berita yang belum ternyata kebenarannnya yang diisukan oleh orang-orang fasiq dan orang-orang yang diragukan kejujurannya. Berita-berita semacam itu harus ditolak sebelum di cek kebenarannya, sebagaimana difirmankan oleh Allah swt.:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujuraat 6). 

Dan membasmi fitnah denganmengejar dan menuntut orang yang menyebarkannya dan menjadi biang keladinya adalah suatu perintah yang harus dilaksanakan, sebagaimana difirmankan oleh Allah swt:

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfaal 25).

Dan seharusnya diadakan sanksi dan hukuman yang tepat bagi orang-orang yang mengganggu ketentraman masyarakat mukmin dengan penyiaran berita-berita bohong dan tuduhan-tuduhan yang tidak pernah diperbuat. Allah swt. berfirman: 

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab 58).

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (An-Nuur 19). 

Berjihad melawan kekafiran dan kemunafikan adalah termasuk hal-hal yang penting yang diperintah oleh Allah:

 “Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.” (At-Tahrim 9). 

Persatuan dan kesatuan umat islam dikehendaki oleh agama, yang bertujuan menjadi umat Islam suatu kekuatan yang kompak diikat oleh satu aqidah, satu syari’at, satu kiblat, dan satu tujuan. Tiap perpecahan di dalam barisan umat Islam dan tiap kegoncangan di dalam tubuh ke satu itu merupakan dosa yang harus dipertanggung jawabkan. Karena perpecahan dalam barisan umat Islam menghilangkan kekuatan dan membawa kelemahan yang akan membinasakan agama dan para penganutnya:

“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.” (Al-Anfaal 46). 

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka.” (Al-‘An’aam 159).

 “Dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar-Ruum 31-32). 

Mendamaikan permusuhan. Hendaklah para muslimin segera berusaha mendamaikan jika terjadi perselisihan, pertengkaran dan permusuhan antara sesama muslim atau antara suatu golongan dengan golongan Islam yang lain untuk mencegah jangan sampai melemahkan barisan islam. Fadhilah atau pahala mendamaikan orang tidaklah kurang dari fadhilah dan pahala iabadah lain seperti sembahyang dan berpuasa, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: menurut apa yang diriwayatkan oleh Abuddarda:

 ألا أخبركم بأفضل من درجة الصّيام والصّلاة والصّدقة؟ إصلاح ذات البين فإنّ فساد ذات البين هى الحالقة ألا أدلّك على صدقة يحبّها الله ورسوله؟ تصلح بين النّاس إذا تباغضوا وتفاسدوا. 

“Tidakkan akan kuberitakan padamu apa yang lebih afdhal (utama) dari tingkat puasa, sembahyang dan sedekah? Yaitu mendamaikan permusuhan. Karena putusnya hubungan (kekeluargaan atau persaudaraan) adalah penghapus pahala (bagaikan mencukur agama)”. “Sukakah kutunjukkan kepadamu sedekah yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya? yaitu mendamaikan orang-orang yang sedang membenci dan bertengkar”. 

Kata-kata yang baik dapat mengumpulkan mereka yang sudah berpisah dan mempersatukan mereka yang sudah bercerai berai, adalah termasuk amal kebajikan yang dapat mendekatkan orang kepada Allah.

 “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisaa’ 114). Agama Islam tidak membolehkan orang berdusta, kecuali utuk kepentingan mendamaikan orang-orang yang berselisih dan melunakkan hati mereka yang sedang bermusuhan. Bersabda Rasulullah saw.: 

ليس الكذّاب الّذى يصلح بين النّاس فيمني خيرا أو يقول خيرا. 

“Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan orang, lalu membawa kebaikan atau mengucapkan kata-kata yang baik”. 

Berkata Ummu Kaltsum menurut riwayat Abu Dawud: “Tidak pernah aku mendengar Rasulullah mengizinkan orang berdusta, melainkan untuk tiga macam tujuan. Bersabda beliau:

 لا أعدّه كاذبا: الرّجل يصلح بين النّاس يقول القول ولا يريد به إلاّ الإصلح والرّجل يقول فى الحرب والرّجل يحدّث امرأته والمرأة تحدّث زوجها

“Tidaklah aku menganggap pendusta: Orang yang mendamaikan yang mengucapkan kata-kata dengan hanya bertujuan perdamaian, orang yang mengucapkan kata-kata untuk kepentingan peperangan dan suami berderita kepada istrinya atau istrinya bercerita kepada suaminya”. 

Usaha mendamaikan golongan-golongan yang bermusuhan adalah suatu perintah yang wajib, walaupun kalau terpaksa diusahakan dengan jelan kekerasan untuk menjaga terpeliharanya persatuan umat dan rasa solidaritas Islam. Berfirmanlah Allah swt.:

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.” (Al-Hujurat 9). 

Akibat pengabaian ajaran-ajaran Islam yang telah digariskan untuk mengokohkan hubungan persaudaraan di antara sesama umat Islam dan yang seharusnya menjadi pedoman dan pegangan dalam pergaulan hidup di semua seginya maka mulailah benih perpecahan merayap dalam tubuh dan bangunan Islam yang kuat yang telah dibangun oleh Rasulullah dan para khalifah-khalifahnya. 

Berbagai bangsa dari berbagai keturunan dan berbagai warna kulit yang sudah menjadi satu seia sekata di bawah bangunan Islam, telah bercerai berai kembali, masing-masing mempertahankan keaslian keturunan dan rasnya, masing-masing suku membanggakan kesukuannya dan kedaerahan dan menggantikan asabiyah persatuan dan persaudaraan Islam. Rasa setia-kawan, gotong roong dan tolong menolong digeser oleh sifat-sifat iri hati, benci membenci, egoisme, dan haus kekuasaan sehingga pada akhirnya satu persatu negara Islam terlepas dari tangan umatnya dan menjadi daerah kekuasaan para penjajah. 

Demikianlah akibat yang wajar dari pengabaian ajaran-ajaran Islam dan tuntunan Ilahi yang telah menjadi tiang penegak kekuasaan islam di masa jayanya. Fanatisme (asabiyah) kegolongan, kesukuan adalah ciri-ciri zaman jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Rasulullah dan digantinya dengan ukhuwwah Islamiyah. Bersabda beliau:

 ليس منّا من دعا إلى عصبيّة وليس منّا من قاتل على عصبيّة وليس منّا من مات على عصبيّة

“Bukanlah dari golongan kami orang yang menyerukan asabiyah, berperang karena asabiyah dan mati karena membela asabiyah”. 

Dan memang sifat asabiyah tidak patut dimiliki oleh ummat Islam yang dalam kitab sucinya terdapat ayat: 
 
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.” (Al-Hujurat 10). 

Dan bersabda Rasulullah saw.:

 كونوا عباد الله إخوانا

“Jadilah kamu hamba-hamba Allah bersaudara”

. من لم يهتم بأمر المسلمين فليس منهم

“Barangsiapa tidak memperhatikan urusan-urusan Islam, maka ia tidak termasuk golongan mereka”. 

Para pemimpin pembaharuan menyadari nilai-nilai ajaran-ajaran Islam itu dan menyadari pula akan pengaruhnya dalam pembangunan sesuatu umat, maka mereka merasa berkewajiban menunaikan risalah yang menjadi amanat di pundak mereka terhadapa agama dan umatnya. Mereka berseru untuk bersatu kembali dan berjuang mempertahankan benteng Islam dari gangguan dan rogrongan Zionisme dan Imperialisme. Mereka dengan seruan itu ingin berbakti kepada Allah dan melaksanakan perintah-perintahnya sebagaimana tercantum dalam hadits dan ayat-ayat di bawah ini:

 المؤمن للمؤمن كالبنيان يشدّ يعضه بعضا

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah seperti suatu bangunan yang sebagian menguatkan bagian yang lain”. 

“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Al-Hajj 77-78).