Di dalam wudhu’ juga erdapat amalan-amalan sunnah yang banyak. Di sini kami sebutkan yang terpenting di antaranya, yaitu:
1. Dimulai dengan membaca Basmalah.
Karena, menurut riwayat an-Nasa’i (1/61) dengan Isnad Jayid dari Anas RA, dia berkata:
طَلَبَ بَعْضُ اَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضُوءًا، فَلَمْ يَجِدُوا مَاءً، فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: هَلْ مَعَ اَحَدٍ مِنْكُمْ مَاءٌ، فَاُتِىَ بِمَاءٍ فَوَضَعَ يَدَهُ فِى اْلاِنَاءِ الَّذِى فِيْهِ الْمَاءُ ثُمَّ قَالَ: تَوَضَّأُوْا بِسْمِ اللهِ
Beberapa orang sahabat Nabi SAW mencari air wudhu’, tetapi mereka tidak menemukan air. Maka bersabdalah beliau SAW: “Adakah seorang dari kamu sekalian mempunyai air?” Maka, didatangkanlah sedikit air, lalu beliau meletakkan tangannya dalam bejana yang berisi air itu, kemudian sabdanya: “Berwudhu’lah kamu sekalian dengan nama Allah.”
Maksudnya, dengan mengucapkan Basmalah ketika memulai berwudhu’.
Anas menceritakan: “Aku melihat air itu memancar di antara jari-jari beliau, sehingga mereka semua berwudhu’, padahal mereka ada kira-kira 70 orang.”
2. Membasuh kedua tangan sebelum dimasukkan ke dalam bejana, tiga kali.
Al-Bukhari (2183), dan Muslim (235) meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid RA:
وَقَدْ سُئِلَ عَنْ وُضُوْءِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ، فَتَوَضَّأَ لَهُمْ وُضُوْءَ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنَ التَّوْرِ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلاَثاً، ثُمَّ اَدْخَلَ يَدَهُ فِى اْلاِنَاءِ
Artinya:
Dia ditanya tentang wudhu’ Nabi SAW. maka dia menyuruh ambilkan bejana berisi air. Lalu dia memberi contoh wudhu’ kepada mereka seperti wudhu’ Nabi SAW: Dia kucurkan (air) pada tangannya dari bejana itu, lalu dia basuh kedua tangannya tiga kali, kemudian barulah dia memasukkan tangannya ke dalam bejana........
At-Taur: bejana dari tembaga
3. Bersiwak, karena menurut riwayat al-Bukhari (847), dan Muslim (252) dan lainnya, dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
لَوْلاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى لاَََمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ
Sekiranya takkan menyulitkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak pada setiap kali berwudhu’.
Maksudnya: niscaya aku perintahkan mereka dengan perintah yang mewajibkan.
Hadits ini menunjukkan bahwa bersiwak itu sangat mustahab.
4. Dan 5. Berkumur dan menghirup air dalam hidung (Istintsar) dengan tangan kanan, lalu menyemprotkan (Istintsar) dengan tangan kiri. Dalam hadits riwayat Abdullah bin Zaid RA tersebut di atas, terdapat kata-kata:
فَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقََّ وَاسْتَنْثَرَ بِثَلاَثِ غَرْفَاتٍ
.........
lalu dia berkumur, menghirup air dalam hidung dan menyemprotkannya dengan tiga kali cidukan.
Maksudnya, Abdullah berkumur dan menghirup air dalam hidung dengan satu kali cidukan. Hal ini dia ulangi dampai tiga kali.
Istintsara: menyemprotkan air yang telah dimasukkan dalam hidung.
6. Menyelai-nyelai janggut yang tebal
Abu Daud (145) meiwayatkan dari Anas RA:
اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ اِذَا تَوَضَّأَ اَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ، فَاَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ، فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ وَقَالَ: هَكَذَااَمَرَنِى رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ
Bahwasanya Nabi SAW apabila berwudhu’ beliau mengambil air sepenuh telapak tangan, lalu beliau masukkan sampai ke bawah langit-langit mulutnya, sesudah itu beliau menyelai-nyelai janggutnya dengan air, seraya bersabda: “Seperti inilah Tuhanku ‘Azza Wa Jalla menyuruh aku.
7. Mengusap seluruh kepala
Dalam hadits riwayat Abdullah bin Zaid RA tersebut di atas terdapat kata-kata:
فَمَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَاَقْبَلَ بِهِمَا وَاَدْبَرَ: بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ، ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا اِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا حَتَّى رَجَعَ اِلَى الْمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ
................lalu dia usapkan kedua tangannya pada kepalanya. Keduanya dia tarik ke depan dan ke belakang: dia mulai dari bagian depan kepalanya, kemudian dia tarik kedua tangannya sampai ke tengkuknya, sesudah itu ia tarik kembali, sehingga sampai pada tempat dimana dia memulai.
8. Menyelai-nyelai di antara jari-jari tangan dan kaki dengan air
Adapun kedua tangan, ialah dengan cara menjalinkan di antara keduanya. Sedang kedua kaki diselai-selai dengan menggunakan kelingking tangan kiri, dimulai dari kelingking kaki kanan, dan berakhir pada kelingking kaki kiri.
Dari Laqith bin Shabirah RA:
قُلْتُ يَا رَسُوُلُ اللهِ اَخْبِرْنِى عَنِ الْوُضُوْءِ؟ قَالَ: اَسْبِغِ الْوُضُوْءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ اْلاَصَابِغِ وَبَالِغْ فِى اْلاِسْتِنْشَاقِ اِلاَّ اَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا(رواه ابو داود 142 وصححه التّرمذى 788 وغيرهما)
Pernah aku berkata: “Ya Rasulullah, ajarilah aku berwudhu’.” Maka beliau bersabda: “Sempurnakanlah wudhu’, dan selai-selailah di antara jari-jari, dan hiruplah air ke dalam hidung dengan bersangatan, kecuali jika kamu sedang berpuasa. (H.R. Abu Daud: 142, dan disahkan oleh at_Tirmidzi: 788, dan lainnya.
Asbigh: sempurnakanlah dengan menunaikan semua rukun-rukun dan sunnah-sunnahnya.
Dan dari al-Mustaurid, dia berkata:
رَاَيْتُ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَخَلَّلَ اَصَابِعَ رِجْلَيْهِ بِخِنْصِرِهِ
Pernah aku melihat Nabi SAW berwudhu’. Belkiau menyela-nyleai jari-jari kedua kakinya dengan kelingkingnya. (H.R Ibnu Majah: 446).
9. Mengusap dua telinga luar – dalam, dengan air yang baru, bukan air bekas mengusap kepala.
Dari Ibnu ‘Abbas RA
اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا(رواه التّرمذى 36 وصححه
Bahwa Nabi SAW mengusap kepala dan kedua telinganya, luar dan dalam. (H.R. at-Tirmidzi: 36, dan dia mengesahkannya)
Sedang menurut an-Nasa’i (1/74):
مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاُذُنَيْهِ بَاطِنِهِمَا بِالْمُسَبِّحَتَيْنِ وَظَاهِرِهِمَا بِاِبْهَامَيْهِ
Kemudian mengusap kepala dan kedua telinganya, bagian dalam dengan kedua jari telunjuk, sedang bagian luar dengan kedua ibu jarinya.
Dan ‘Abdullah bin Zaid berkata:
رَاَيْتُ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأَ، فاخذ ماء لاُذُنَيْهِ خلاف الماء الّذى اخذه لِرَأْسِهِ(رواه الحاكم 1\151) وقال عنه الحافظ الذهبى صحيح
Aku melihat Nabi SAW berwudhu’. Beliau mengambil air untuk kedua telinganya, selain air yang beliau ambil untuk kepalanya. (H.R. al-Hakim 1/151. Hadits ini dinyatakan oleh al-Hafidz adz-Dzahabi: shahih).
10. Meniga-kalikan basuhan pada seluruh anggota wudhu’, baik yang fardhu maupun yang sunnah:
Diriwayatkan oleh Muslim (230), bahwa ‘Utsman RA berkata:
اَلاَ اُرِيْكُمْ وُضُوْءَ رَسُوُلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ ثُمَّ تَوَضَّأَ ثَلاَثاً ثَلاَثاً
Tidakkah aku tunjukkan kepadamu wudhu’nya Rasulullah SAW? Kemudian dia berwudhu’ (dengan membasuh) tiga kali – tiga kali.
11. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri, ketika membasuh kedua tangan dan kedua kaki:
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اِذَا تََوَضَّأتُمْ فاَبْدَءُوْا بِمَيَامِنْكُمْ(رواه ابن ماجه 402
Apabila kamu berwudhu’, maka mulailah dengan anggota kananmu. (H.R. Ibnu Majah: 402)
Hal ini ditunjukkan pula oleh hadits riwayat Abu Hurairah RA di atas, yang menyebutkan tentang fardhu fardhu wudhu’.
12. Menggosok, yakni melewatkan tangan pada anggota wudhu’ ketika membasuhnya.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya (4/39), dari Abdullah bin Zaid RA:
اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ، فَجَعَلَ يَقُوْلُ هَكَذَا يَدْلُكُ
Bahwasanya Nabi SAW berwudhu’, yang kata Abdullah, “Begini” seraya menggosok.
Dalam al-Mishbah: Dalakta ‘sy-Syai’a –dari Bab Qatala, artinya; kamu menggosok sesuatu dengan tanganmu. Sedang: Dalakta ‘n-Na’la bi ‘l-Ardhi, artinya: kamu menggosokkan sandal pada tanah.
Maksudnya: Abdullah menerangkan dengan kata-kata, tentang praktek yang dilakukan Nabi.
13. Berturut-turut
Yakni membasuh anggota-anggota wudhu’ secara berturut-turut tanpa terputus-putus, dengan cara membasuh anggota yang kedua selagi anggota yang pertama belum kering. Dasarnya, karena mengikuti Nabi SAW, sebagaimana yang telah diterangkan kepada anda dalam hadits-hadits mengenai itu.
14. Memperpanjang ghurrah dan tahjil
Ghurrah, maksudnya: membasuh sebagian dari kepala bagian depan. Sedang tahjil: membasuh sebelah atas siku, ketika membasuh kedua tangan, dan sebelah atas mata kaki ketika membasuh dua kaki.
Rasulullah SAW bersabda:
اِنَّ اُمَّتِى يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ اَثاَرِ الْوُضُوْءِ، فَمَنِ اسْتَطَعَ مِنْكُمْ اَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ(رواه البخارى 136 ومسلم 246)
Sesungguhnya umatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan cemerlang kening, kedua tangan dan kedua kaki mereka, karena bekas-bekas wudhu’. Oleh karena itu, maka barangsiapa dapat memperpanjang kecemerlangannya, maka lakukanlah. (H.R. al-Bukhari: 136, dan Muslim 246).
Sedang dalam riwayat lain menurut Muslim:
فل يُطِلْ غُرَّتَهُ وَتَحْجِيْلَهُ
Maka hendaklah ia memperpanjang ghurrah dan tahjilnya.
Ghurrah, jamak dari agharra, artinya: orang yang mempunyai ghurrah, yaitu warna outih di kening. Sedang muhajjalin, berasal dari kata at-Tahjil, yaitu warna putih dan kedua tangan dan kaki. Ini adalah tasybih (perumpamaan). Karena pada asalnya, ghurrah dan tahjil itu ada pada kening kuda dan kaki-kakinya. Sedang maksudnya di sini: cahaya yang memancar dari orang-orang yang beriman pada hari kiamat.
15. Menghemat air tanpa berlebih-lebihan dan jangan pula terlalu kikir.
Karena, menurut riwayat al-Bukhari (198) dari Anas RA:
كَانَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأَ بِالْمُدِّ
Nabi SAW berwudhu’ dengan (air) satu mud.
Mud: bejana, yang panjang, lebar dan dalamnya, masing-masing ± 10 cm.
16. Menghadap kiblat ketika berwudhu’, karena kiblat adalah arah yang paling mulia.
17. Tidak berbicara ketika berwudhu’, karena menconoh kepada Rasululah SAW.
18. Membaca tasyahhud dan berdoa, sesudah selesai berwudhu’ dengan mengucapkan:
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسَوْلُهُ(رواه مسلم 234
Aku bersakdi bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. (H.R. Muslim: 234).
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ(رواه التّرمذى 55
Maha Suci Engkau ya Allah, dan (aku mensucikan Engkau) dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku memohon ampun kepada-Mu, dan bertaubat kepada-Mu. (H.R an-Nasa’i dalam Bab Amalan-amalan sehari-semalam, sebagaimana dikatakan oleh Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar).