Tahu harga diri dan pantang dihina dan
didhalimi adalah di antara sifat-sifat dan norma-norma moral utama yang
dibawa oleh islam.
“Kekuatan
itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin,
tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (Al-Munaafiquun 8).
Kesadaran
akan harga diri akan tampak dalam sikap menuntut kebaikan dan menjauhi
kejahatan, berpegang pada sifat-sifat kesatriaan dan cita-cita yang
tinggi dan luhur, bebas dari pengaruh hawa nafsu dan tidak terbelenggu
oleh syahwat-syahwat duniawi, tidak tersilau oleh kemegahan-kemegahan
dan pangkat-pangkat yang kosong.
Sifat-sifat
yang demikian itulah yang mengangkat manusia ke tingkat yang layak
sebagai makhluk Tuhan yang termulia, sedang sifat-sifat dan tingkah laku
yang bertentangan dengan itu akan menurunkan derajat manusia dari
tingkatnya yang termulia itu ke tingkat makhluk-makhluk Tuhan yang
rendah.
Bersabda Rasulullah saw.:
من
سرّه أن يكون أعزّ النّاس فليتّق الله ومن سرّه أن يكون أقوى النّاس
فليتوكّل على الله ومن سرّه أن يكون أغنى النّاس فليكن بما فى يدالله أو ثق
منه بما فى يده.
“Barangsiapa
ingin menjadi orang yang termulia hendaklah ia bertaqwa kepada Allah,
dan barangsiapa ingin menjadi orang yang terkuat hendaklah ia
bertawakkal kepada Allah, dan barangsiapa ingin menjadi manusia terkaya
hendaklah ia beranggapan bahwa apa yang ada di tangan Allah lebih kekal
dan lebih pasti dari apa yang ada di tangannya sendiri.”
Kemuliaan
dan kewibawaan seseorang hanya dapat dicapai dengan menunjukkan sikap
kesatria melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan menjauhi
tindakan-tindakan yang buruk dan tercela. Allah swt. suka dari pada
hama-Nya agar menjadi orang yang tahu harga diri penuh dengan cita-cita
dan angan-angan yang luhur.
Rasulullah saw. bersabda:
إنّ الله يحبّ معالى الأمور وأشرافها ويكره سفسافها.
“Sesungguhnya Allah menyukai hal-hal yang luhur dan mulia dan membenci hal-hal yang keji dan rendah.”
Di
antara tanda-tanda tahu harga diri, ialah semangat membela kebenaran,
menolak kedzaliman, enggan menerima penghinaan yang dilawannya dengan
segala jalan yang patut dan diterima oleh akal.
Keberanian
itu adalah tamengnya orang yang tahu diri bagi menolak segala macam
penghinaan yang ditujukan kepadanya, dan menjadi senjata yang ampuh buat
memerangi kedzaliman dan perbuatan sewenang-wenang dari mana pun
datangnya.
Imam
Syafi’ie dalam sebuah syair yang dirangkainya menunjukkan bagaimana
beliu sadar akan harga dirinya, dan bahwa ia tidak memperdulikan apa
pun dalam mempertahankan kehormatannya.
Berkatalah
beliau:
“Jika aku tetap hidup aku tidak akan kekurangan makanan, dan jika aku
mati tidaklah aku tidak akan kebagian kuburan. Semangatku dan
angan-anganku adalah semangat dan angan-angan raja-raja sedang jiwaku
adalah jiwa seorang ksatria yang menganggap penghinaan adalah sama
dengan kekafiran.”
من أصبح وهمّه الدّنيا فليس من الله فى شيئ ومن لم يهتمّ بالمسلمين فليس منهم ومن رضى الذّ لّة من نفسهطائعا غير مكره فليس منّا.
“Barangsiapa
bangun pagi dan pikirannya hanya berpusat pada urusan-urusan duniawi,
maka tiada ada hubungannya dengan Allah sedikit pun, dan barangsiapa
tidak memperhatikan kepentingan-kepentingan orang-orang Islam, maka ia
bukanlah tergolong kepada mereka, dan barangsiapa rela menerima kehinaan
bagi dirinya secara tidak terpaksa maka ia tidak termasuk dari golongan
kami.”
Islam membangkitkkan keberanian dan semangat berjuang untuk jalan Allah walaupun membawa resiko hilangnya nyawa.
Datang seorang kepada Rasulullah saw. bertanya:
يارسول
الله أرأيت لو أنّ رجل جاء ليأخذ مالي؟ قال له لا تعطه مالك أرأيت إن
قاتلنى؟ فأنت فى الجنّة، قال: أرأيت إن قاتلته؟ قال هو فى النّار.
“Ya
Rasulullah, bagaimana pendapatmu, jika seorang datang kepadaku hendak
merampas hartaku? Rasulullah menjawab: “Jangan engkau berikan hartamu.”
“Bagaimana kalau ia menyerang aku?” tanya kembali orang itu. “Lawanlah
dia”, jawab Rasulullah. “Bagaimana kalau ia sampai membunuh aku?” tanya
orang pendatang itu. Rasulullah menjawab: “Engkau akan masuk surga.”
“Dan bagaimana kalau aku membunuh dia?” tanya orang itu. “Dia akan masuk
neraka,” jawab Rasulullah saw.
Sifat
kecut hati adalah serendah-rendahnya sifat yang dilekatkan pada
seseorang, karena sifat itu menjadikan seseorang yang tidak berharga dan
tidak berwibawa di mata masyarakat serta menimbulkan rasa rendah diri
pada jiwanya. Hal mana akan berpengaruh dalam sikap hidupnya
sehari-hari.
Suatu
masyarakat yang warga-warganya dihinggapi penyakit kecut hati akan
merupakan masyarakat yang rendah, hina dina, lemah dan mudah diperbudak
oleh golongan lain, bahkan pada akhirnya akan akan binasa dan lenyap
dari permukaan bumi.
Apakah
kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman
mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; Maka
Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah
menghidupkan mereka.” (Al-Baqarah 243)
Menurut
pendapat sebagian ahli tafsir, maut yang dimaksud dalam ayat ini,
bukanlah maut biasa, tetapi maut semangat yang menjadikan sesuatu bangsa
bisa kehilangan daya tahannya, kehilangan kepribadiannya dan pada
akhirnya akan kehilangan kedaulatannya atas tanah airnya sendiri.
Demikian pula kata “menghidupkan” dimaksud hidupnya semangat kembali
pada keturunan mereka yang telah bangkit dengan melemparkan jauh-jauh
sifat rendah diri dan kecut hati dari generasi yang mendahului mereka
dan dengan semangat dan jiwa baru mereka dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan nenek moyang mereka, lalu dengan bekal keberanian,
ketabahan, keuletan dan tahhu harga diri tersusunlah kembali masyarakat
yang sentausa , makmur, bahagia, merdeka dan, berdaulat, disegani dan
dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
Sebagai
ibrah dan pelajaran, Allah mengisahkan kepada kita cerita kaum Musa as.
Yang diperintahkan memasuki Palestina, namun mereka enggan menaati
perintah Allah itu karena takut dan tidak mempunyai keberanian cukup.
Maka oleh Allah sebagai pembalasan, diharamkanlah tanah suci itu atas
mereka selama empat puluh tahun, pada masa mana mereka berputar-putar
sebagai gelandangan di atas bumi Allah dan sebagai orang-orang fasiq
yang tidak perlu disesalkan.
“Dan
(ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah
nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat Nabi Nabi diantaramu, dan
dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa
yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat
yang lain". Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah
ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena
takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka
berkata: "Hai Musa, Sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang
gagah perkasa, Sesungguhnya Kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka ke luar daripadanya. jika mereka ke luar daripadanya,
pasti Kami akan memasukinya". Berkatalah dua orang diantara orang-orang
yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya:
"Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila
kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".
Mreka berkata: "Hai Musa, Kami sekali sekali tidak akan memasuki nya
selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu Pergilah kamu
bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya Kami hanya
duduk menanti disini saja". Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak
menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. sebab itu pisahkanlah
antara Kami dengan orang-orang yang Fasik itu". Allah berfirman: "(Jika
demikian), Maka Sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama
empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan
di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan
nasib) orang-orang yang Fasik itu." ( Al-Maaidah 20-26).
Rasulullah
saw. melihat bahwa hidup umatnya banyak tergantung dari kesadaran
masing-masing warganya akan harga diri dan sifat keberanian serta
kebesaran jiwa yang dimilikinya, dan bahwa jika sifat-sifat itu
ditinggalkan maka akan binasalah umatnya dan akan kehilangan apa yang
menjadi milik yang paling berharga bagi sesuatu umat, yaitu kemerdekaan
dan kedaulatan.
Bersabdalah Rasulullah saw.:
إذا هابت أمّتى أن تقول للظّالم ياظالم فقد تودّع منهم.
”Bila umatku pada suatu masa takut mengatakan kepada yang dzalim: “Engkau dzalim”, maka tunggulah saat akhirnya.”
Seorang
yang sadar akan harga diri dan bermental pantang menyerah pada
kedzaliman. Tidak akan rela berkompromi mengenai soal agamanya atau
soal-soal yang menyangkut kebebasan pribadinya. Karena mengalah dalam
soal aqidah dan kepercayaan adalah perbuatan tersesat dan merupakan
penyelewengan, sedang mengalah tentang kebebasan dan hak-hak asasi
pribadi adalah merupakan penghinaan dan perbudakan. Kesesatan dan
perbudakan adalah dua sifat yang dibenci oleh Allah dan diharamkan oleh
Islam. Karena itu Islam mewajibkan orang muslim bertahan dan melawan
jika ia dipaksa mengalah dan dikurangi hak-haknya dalam melaksanakan
kewajiban agamanya maupun hak-hak asasinya sebagai manusia merdeka.
Dalam hal ia tidak dapat bertahan dan tidak berkuasa menolak paksaan,
maka ia diwajibkan meninggalkan tempatnya dan berhjijrah ke tempat di
mana ia merasa aman dan bebas melakukan kewajiban agamanya dan
urusan-urusan pribadinya.
“Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu".
orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi
Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar 10)
Orang
yang rela dikurangi hak-hak keagamaannya atau kemerdekaan bergeraknya,
akan menghadapi murka dan adzab Allah sebagaimana di firmankan oleh
Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam Keadaan
Menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) Malaikat bertanya : "Dalam
Keadaan bagaimana kamu ini?". mereka menjawab: "Adalah Kami orang-orang
yang tertindas di negeri (Mekah)". Para Malaikat berkata: "Bukankah bumi
Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?".
orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik
laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya
dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), Mereka itu, Mudah-mudahan
Allah memaafkannya. dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
(Annisaa 97-99)
Dalam
pengertian itulah para nabi, rasul, pemimpin dan para da’i berhijrah
meninggalkan tempat di mana sudah tidak bisa diharap diperbaiki dan
diluruskan adat-istiadat dan tingkah-laku para penghuninya yang sudah
jauh tersesat. Mereka – para nabi, rasul dan para mushlih, rela
meninggalkan tempat mereka dan pergi jauh merantau ke negeri orang untuk
menyelamatkan aqidah, iman dan kepercayaan mereka dari gangguan dan
rongrongan pihak penindas yang ingin mengekang kemerdekaan dan kebebasan
mereka sebagai makhluk Tuhan yang merdeka.
Demikianlah
agama Islam menganjurkan orang agar mempertahankan agamanya,
kehormatannya dan harta bendanya. Itulah sifat dan sikap orang ksatria
yang sadar dan tahu akan harta dirinya.
Sifat tahu harga diri menengahi dua sifat yang tercela dan dibenci oleh Allah, yaitu sifat sombong dan rendah diri.
Bersabda Rasulullah saw.:
من قتل دون دينه فهو شهيد ومن قتل دون عرضه فهو شهيد، ومن قتل دون ماله فهو شهيد.
“Barangsiapa
mati terbunuh karena mempertahankan agamanya ialah syahid, dan
barangsiapa mati terbunuh karena mempertahankan kehormatannya ialah
syahid, dan barangsiapa mati terbunuh karena mempertahankan harta
bendanya ialah mati syahid.”
لايدخل
الجنّة من كان فى قلبه مثقال ذرّة من كبر، فقال رجل: إنّى أحبّ أن يكون
ثوب حسنا ونعلى حسنا، أذلك من الكبر؟ قال: لا، إنّ الله جميل يحبّ الجمل،
الكبر بطر الحقّ وغمظ النّاس.
“Bersabda
Rasulullah saw. : “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya
terdapat seberat semut pun rasa sombong.” Seorang sahabat bertanya: “Ya
Rasulullah, saya suka mengenakan baju bagus dan sandal bagus, apakah itu
termasuk ‘kibir’ sombong?” Rasulullah menjawab: “Tidak, sesungguhnya
Allah swt bagus dan suka kebagusan. Sombong itu ialah mengingkari haq
dan menindas menghina orang.”