Masa Hidup Abu Hanifah

Abu Hanifah hidup di zaman pamerintahan kerajaan Umawiyah dan pemerintahan Abbasiyah. Ia lahir di sebuah desa di wilayah pemerintahan Abdullah bin Marwan dan beliau meninggal dunia pada masa khalifah Abu Ja’far Al-Mansur.

Ketika hidupnya ia dapat mengikuti bermacam-macam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan baik di bidang ilmu politik maupun timbulnya agama. Zaman ini memang terkenal sebagai zaman politik, agama dan ideologi-ideologi atau isme-isme.

Waktu terjadi penggantian pemerintahan Umawiyyah pada raja ‘Adhudh, timbullah fitnah dan kekacauan di dalam negeri. Seruan kaum (Nationalist) Arab kelihatan dengan nyata dan begitu juga unsur-unsur yang anti pada bangsa asing.

Tekanan-tekanan yang kuat terhadap pemerintah terjadi, sehingga bermacam-macam hal telah timbul. Sering kedengaran isu-isu begitu juga siksaan terhadap keluarga Rasulullah telah terjadi.

Ketika pemerintahan Abbasiyyah ia dapat mengikuti perselisihan hebat antara mereka yang pro-Abbasiyyah dan yang pro-Umawiyyah.

Bermacam-macam agama dan ideologi telah timbul. Penerjemah buku-buku menyebabkan pertalian Islam dengan falsafah Yunani (Greek Tua) lebih luas dan begitu juga dengan ideologi Persi dan Hindu.

Ia hidup dalam satu masyarakat yang kacau balau disebabkan penduduk waktu itu terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Asing (bukan Arab) Persi dan Romawi.

Kehidupan yang rukun dan damai jauh sekali, pihak yang kaya bertindak sesukanya dan penindasan dan perbudakan menjadi kebiasaan.

Setelah kekayaan meliputi hampir seluruh negeri Arab, pengaruh kebendaan (material) mulai nampak dan merasuk di segenap kehidupan. Percobaan hendak menyatukan antara nas-nas agama dengan kehidupan sekular mulai timbul sebab itu timbul dua cara dalam memahami ayat-ayat Quran dan hadits-hadits Rasulullah.

Pertama : Berpegang kepada ayat atau hadits yang ada tanpa penambahan apapun.

Kedua : menggunakan akal sebagai tambahan dalam menafsirkan ayat-ayat Quran atau hadits yang ada kekeliruan (mutasyabihat).

Abu Hanifah hidup di kala Baghdad (ibu kota negara Irak) di mana perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat. Keadaan tersebut menyebabkan Irak terkenal sebagai pusat suku-suku ahli pikir dan dari situasi itu beliau juga banyak terpengaruh kepada paham-paham ahli pikir tersebut.