Shalat dapat mempererat hubungan seorang muslim dengan Al-Qur’an dan menjadikannya selalu berpegang teguh pada ajaran-ajarannya.
Seorang yang menjalankan shalat akan membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang dianggap mudah dalam kedua raka’at pertama sesudah surat Al-Fatihah. Isi dari bacaan-bacaan ini mengandung perintah-perintah dan larangan-larangan Allah; menuturkan masalah akhirat; adegan-adegan hari hisab (perhitungan amal); keagungan Allah, kekuasaan-Nya dan kemurahan-Nya terhadap umat manusia. Semua itu akan membuat hati bertambah takut untuk melakukan pelanggaran, dan otomatis ia tidak berani melakukan perbuatan munkar.
Hubungan erat antara membaca Al-Qur’an dengan shalat dan antara membaca Al-Qur’an dengan mencegah diri dari perbuatan yang melanggar perintah Allah, telah diisyaratkan oleh Al-Qur’an dalam ayat berikut ini :
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. 29 : 40).
Merupakan suatu perbuatan yang amat bodoh, jika seseorang membaca ayat-ayat atau surat-surat Al-Qur’an yang pendek-pendek diulanginya pada setiap shalat, teteapi ia tidak memahami arti yang terkandung dalam ayat-ayat atau surat-surat tersebut. Keadaan seperti ini, berarti seseorang belum memahami hakikat arti shalat secara benar.
Al-Qur’an adalah lapangan yang luas dan harus selalu dikunjungi oleh seorang muslim secara kontinyu. Dan ia dituntut untuk menghafalkan Al-Qur’an di luar kepala agar dapat dibaca pada setiap shalat. Dalam Al-Qur’an terdapat obat yang merupakan penyembuh bagi jiwanya. Dengan membaca surat-surat pendek tanpa memahami arti yang terkandung di dalamnya, berarti ia kehilangan kenikmatan bermunajat kepada Allah.
Mengenai memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dan menganekaragamkan surat-surat yang dibaca serta memahami arti-arti yang terkandung di dalamnya, dengan mengambil kitab-kitab tafsir sebagai rujukannya, berarti ia membekali dirinya dengan kekuatan ruhani yang baru secara terus menerus, sekalipun menikmati nikmatnya bermunajat kepada Allah. Segala perasaan bosan, jenuh, dan malas dengan sendirinya akan terbasmi, tidak sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang yang belum memahami hakikat shalat.
Rasulullah SAW sendiri gemar menganekaragamkan bacaan surat-surat Al-Qur’an dalam menjalankan shalat. Terkadang beliau memilih bacaan surat-surat yang panjang, dan terkadang memilih bacaan surat-surat yang pertengahan atau surat-surat yang pendek. Beliau tidak pernah mengambil surat-surat tertentu dan yang pendek-pendek dalam shalat beliau. Tidak seperti yang dilakukan kebanyakan kaum muslimin saat ini.
Termasuk di antara surat-surat yang selalu dibaca oleh Rasulullah SAW dalam shalat-shalat beliau ialah : Surat Al-A’la, Sura Ad-Dahr, Surat As-Sajdah, Surat Ar-Rum, Surat Ad-Dukhan, Surat Al-Ikhlash, dan surat-surat Al-Qur’an lainnya.
Seseorang yang melakukan shalat sendirian, ia boleh memilih surat Al-Qur’an yang akan dibaca, baik yang panjang, pertengahan atau yang pendek. Tentu saja, hal ini bertautan dengan kondisi dan persiapan melakukan ibadah.
Bagi seorang imam shalat, Rasulullah SAW memesankan agar sebaiknya membaca surat-surat yang pendek. Untuk itu beliau bersabda :
يا ايها الناس ان منكم منفرين فايكم ما صلى بالناس فليوجز فإن فيهم الكبير والضعيف وذالحاجة (رواه البخارى ومسلم
“Hai umat manusia, sesungguhnya di antara kamu ada yang membuat orang-orang merasa jengkel. Siapa saja di antara kamu yang melakukan shalat dengan orang banyak, maka ringkaskanlah bacaan (Al-Qur’an)nya. Karena di antara para makmum ada orang yang sudah tua, ada anak kecil dan ada orang yang mempunyai urusan penting.( Hadits riwayat Bukhari dan Muslim )