Allah telah menentukan di dalam ibadah haji manasik-manasik yang harus dilakukan oleh kaum muslimin yang sedang melakukan ibadah haji, agar mereka mendapat pahala yang agung dari Allah. Manasik-manasik tersebut diberi nama syiar-syiar haji. Mengagungkan syiar-syiar adalah pertanda takwa.
Allah telah berfirman :
“Dan barangsiapa yang menggunakan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan”. (QS. 22 : 32).
Dalam pelaksanaannya syiar-syiar haji selalu dihubungkan dengan tempat-tempat tertentu. Karena di tempat-tempat itu telah terjadi suatu peristiwa bersejarah yang patut dijadikan contoh, guna membersihkan jiwa dan memperkuat hubungan antara kaum muslimin. Tempat-tempat tersebut bukanlah obyek dari ibadah, tetapi hanyalah karena tempat-tempat tersebut ada kaitannya dengan peristiwa-peristiwa bersejarah, dan mengingatkan kita untuk menghayati peristiwa yang terjadi di tempat itu.
Pada wuquf setiap syiar-syiar haji mengingatkan kita dengan peristiwa yang terjadi yaitu tempat untuk bertakarrub kepada Allah dan tempat mengevaluasi diri sendiri di hadapan Allah.
Ka’bah mengingatkan kita kepada bapak para Nabi yaitu Nabi Ibrahim AS dan putranya beliau Ismail ketika membangun Ka’bah ini, yang setelah usai membangun, mereka berdua berdoa kepada Allah :
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umatnya yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkan kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. 2 : 128).
Melakukan thawaf di sekeliling Ka’bah berarti meneruskan cara ibadah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, Ismail dan pengikut-pengikutnya, serta mempererat pertalian antara pemulaan Islam dengan masa sekarang untuk berpegang teguh pada agama Islam. Nabi Ibrahim adalah orang pertama yang menamakan agama yang kita peluk sekarang, yaitu Islam.
Ayat berikut ini menjelaskan hal itu :
“(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atsa segenap manusia”. (QS. 22 : 78).
Melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah berarti mengenang kembali peristiwa yang dialami oleh Hajar, ketika anaknya merasa kehausan, lalu Hajar berjalan bolak-balik dari Shafa dan Marwah mencari mata air. Dia sendiri merasa kehausan yang sangat. Dan seandainya tidak ada mukjizat dari Allah, dengan munculnya air Zam-Zam, maka dapat dipastikan bahwa dahaga akan menamatkan riwayat Hajar dan anaknya. Dari peristiwa ini dapat diambil kesimpulan, bahwa Allah akan mencoba kaum muslimin dengan berbagai bencana. Apabila mereka meminta pertolongan kepada Allah, maka Allah akan menolong mereka dengan rahmat yang diberikan.
Melakukan kurban juga termasuk salah satu syiar haji. Allah telah berfirman :
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian daripada syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur”. (QS. 22 : 36).
Sembelihan ini dinamakan Al-Hadyu. Melaksanakan kurban ini sebagai pertanda taat kepada Allah dan menjalankan perintah-perintah-Nya, serta ungkapan rasa syukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah.
Di dalam kurban ini, merupakan peringatan atas pengorbanan yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Ketika itu nabi Ibrahim menerima wahyu dari Allah berupa impian agar menyembelih anaknya, Ismail. Kemudian Ibrahim menceritakan hal ini kepada anaknya, sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat berikut ini :
“Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu”. (QS. 37 : 102).
Kemudian dijawab oleh Ismail dengan penuh rasa ikhlas terhadap pengorbanan demi membela jalan Allah:
“Ia menjawab : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. 37 : 102).
Dalam menghadapi ujian yang berat ini, yang oleh Allah sengaja ditimpakan kepada mereka berdua, untuk menguji sampai di mana keikhlasan mereka terhadap-Nya. Setelah Ibrahim hendak melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya, lalu Allah mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba. Dan Allah menyelamatkan keduanya dari percobaan yang teramat berat itu.
Kurban yang dilakukan oleh kaum muslimin ketika haji merupakan peringatan bagi apa yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, serta keikhlasan keduanya dalam menjalankan perintah Allah. Kurban juga merupakan rasa syukur atas diselamatkannya Nabi Ismail dari cobaan berat ini. Dari keturunan Nabi Ismail ini, muncullah nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad SAW.
Kurban ini terbagi menjadi dua. Ada yang wajib dan ada yang sunnah. Yang kedua ini dilakukan oleh orang-orang secara sukarela mengharapkan pahala dari Allah. Adapun yang pertama, memang sudah diwajibkan.
Kurban hukumnya wajib bagi yang melakukan haji qiran, yaitu orang yang dalam niatnya membaringkan antara ibadah haji dan ‘umrah. Dan wajib atas orang yang melakukan haji tamattu’ yaitu orang yang melakukan ihram terlebih dahulu, kemudian melakukan tahallul dari ihramnya sambil menunggu sampai datangnya masa haji. Dan wajib pula atas orang yang meninggalkan salah satu kewajiban haji, atau bagi orang yang melakukan larangan dalam haji.