Kami telah menuturkan bahwa seorang yang beriman harus berlaku sabar ketika menghadapi musibah, dan tidak boleh berlaku yang tidak pantas. Tetapi pada zaman sekarang, sering kita lihat kenyataan yang bertentangan dengan apa yang dianjurkan oleh agama, dan bertentangan dengan apa yang seharusnya dilakukan yaitu berlaku sabar dan menerima kodrat Ilahi. Orang-orang zaman sekarang ketika ditinggal mati kerabatnya, banyak yang menangis sambil menjerit-jerit, menyobek-nyobek baju mereka, mencakar muka dan menjambak-jambak rambut sambil menepuk tangan atau menepuk-nepuk pipi. Semua perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dilarang oleh agama Islam.
Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda :
ليس منا من ضرب الخدود وشق الجيوب ودعا بدعوى الجاهلية (رواه البخارى
“Bukan termasuk golonganku orang yang memukul pipinya dan merobek-robek bajunya serta mengatakan perkataan jahiliyah (Hadits riwayat Bukhari)”.
Ada riwayat lain yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak bertanggung jawab terhadap orang-orang yang bersuara keras ketika ditimpa musibah.( Hadits riwayat Bukhari ) Pada riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang menangis sambil menjerit-jerit(Hadits riwayat Abu Daud). Dan ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang menempeleng mukanya; yang menyobek-nyobek kantong bajunya dan mendoakan celaka bagi dirinya (Hadits riwayat Ibnu Majjah).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda :
الميت يعذب فى قبره بما نيح عليه (رواه البخارى
“Mayit akan disiksa dalam kuburnya disebabkan oleh tangan ahli kerabatnya (Hadits riwayat Bukhari)”.
Segolongan ulama salaf berpendapat terhadap hadits tersebut dari segi lahiriyah; dan sebagian ulama lagi ada yang menentang pendapat itu dengan dalil firman Allah berikut ini:
“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tak akan memikul dosa orang lain”. (QS. 6 : 164).
Hadits di atas, mungkin bisa diinterpretasikan dengan pengertian berikut. Bahwa pengertian disiksanya mayit oleh sebab tangan kerabatnya itu, karena sewaktu hidupnya si mayit tidak pernah melakukan amar makruf nahi munkar terhadap kebiasaan yang berlaku pada kaum kerabatnya. Oleh sebab itu, si mayit disiksa dalam kuburnya; atau bisa juga karena si mayit berwasiat agar di kala ia mati harap semua kerabatnya menangisinya. Tentu saja wasiat semacam ini dilarang oleh Islam, oleh sebab itu si mayit disiksa.
Niabah (menangis) yang diharamkan ialah ketika seseorang menjerit-jerit sambil menangis dan sambil menyebut-nyebut perilaku si mayit. Mengenai menangis secara wajar, hal itu tidak dilarang oleh agama.
Hadits berikut ini meriwayatkan perihal Rasulullah SAW ketika ditinggal mati anaknya, Ibrahim:
روي ان النبي صلى الله عليه وسلم دخل على ابنه ابراهيم وهو يجوذ بنفسه, فجعلت عينا رسول الله تذرفان, فقال له عبد الرحمن ابن عوف وانت يا رسول الله؟ فقال : يا ابن عوف إنها رحمة ثم اتبعها بأخرى فقال : ان العين تدمع والقلب يحزن, ولا نقول الا ما يرضى ربنا وانا بفراقك يا ابراهيم لمحزونون (رواه البخارى
“Rasulullah SAW memasuki rumah (tempat anaknya, Ibrahim), Ibrahim telah meninggal dunia; kemudian kedua mata Rasulullah berlinang air mata. ‘Abdurrahman ibnu ‘Auf berkata : “Wahai Rasulullah apa yang anda lakukan?”. Rasulullah SAW menjawab : “Wahai Ibnu ‘Auf, air mata ini sebagai pertanda kasih sayang”. Lalu beliau melanjutkan sabdanya : “Mata menangis dan hati menjadi sedih; kami sekali-kali tidak akan berbuat sesuatu kecuali apa yang diridhai oleh Tuhanku. Sesungguhnya berpisah denganmu hai Ibrahim hati sangat sedih(Hadits riwayat Bukhari).
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah diberitahu mengenai cucu lelakinya yang bernama naza’ (mendekati kematian), kemudian kedua mata beliau menangis. Sahabat Sa’ad bertanya “Wahai Rasulullah, kenapa anda begitu?” Rasulullah menjawab : “Ini adalah rahmat yang diciptakan Allah dalam hati hamba-hamba-Nya; sesungguhnya Allah hanya mengasihi hamba-hamba-Nya yang mempunyai rasa belas kasihan (Hadits riwayat Bukhari)”.
Rasulullah bersabda dalam kesempatan lain :
ان الله لا يعذب بدمع العين ولا بحزن القلب ولكن يعذب بهذا واشار الى لسانه او يرحم, وان الميت يعذب ببكاء أهله عليه (رواه البخارى
“Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa disebabkan karena air mata dan tidak dengan sedihnya hati. Tetapi Allah hanya akan menyiksa disebabkan ini (sambil menunjuk pada mulut beliau), atau Tuhan akan mengasihi disebabkan rasa kasihan hamba-Nya. Dan sesungguhnya mayit akan disiksa disebabkan tangisan kaum kerabatnya (Hadits riwayat Bukhari).
Itulah wasiat Rasulullah SAW yang hendaknya menjadi perhatian bagi ahli mayit. Alangkah baiknya jika mereka mengganti kebiasaan menangis sambil menjerit-jerit, menampari muka dan merobek-robek baju, dengan berlaku sabar dan mengharapkan pahala dari Allah atas musibah yang menimpanya. Atau sebaiknya ahli mayit melakukan istighfar, membaca Al-Qur’an dan melakukan shodaqoh atas kematian salah satu keluarganya. Hal ini, semuanya akan membawa pahala bagi yang tertimpa musibah, sekaligus si mayit akan mendapat pahala kebaikan pula.
Rasulullah pernah bersabda:
يقول الله تعالى : ما لعبرى المؤمن عندى جزاء اذا قبضت صفية من اهل الدنيا ثم حسبه الا الجنة (رواه البخارى
“Allah SWT berfirman : “Tak ada balasan yang lebih patut bagi seorang hamba-Ku, apabila Ku-coba dengan matinya salah seorang dari kerabatnya, kemudian ia berlaku sabar dan mengharapkan pahala dari-Ku, kecuali pahalanya adalah surge (Hadits riwayat Bukhari)”.