Menimbun yang diharamkan oleh Islam ialah, menumpuk kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, dan tidak menjualnya sambil menunggu sampai harga barang di pasaran menjadi naik. Dengan disekapnya kebutuhan-kebutuhan pokok itu, maka barang-barang tersebut hilang dari peredaran, padahal rakyat sangat membutuhkannya. Setelah situasi sudah sampai ke taraf ini, maka para penimbun dan tengkulak-tengkulak akan menjual barang-barangnya dengan harga yang amat tinggi. Tentu saja, akibat ulah mereka, maka beban yang dipikul oleh rakyat makin bertambah. Oleh karena itu, Islam mengharamkan perbuatan ini, dan perdagangan semacam ini tidak dihalalkan menurut pandangan Islam.
Sebagai akibat dari perbuatan menimbun ini keseimbangan pemerataan akan kacau dalam tubuh masyarakat, karena para tengkulak terus menyedot sebagian besar kekayaan rakyat tanpa mengenal belas kasihan. Sebagai akibatnya maka harga barang-barang di pasaran akan mengalami kenaikan yang drastis, dan keadaan pasaran menjadi guncang karena tidak adanya stabilitas harga barang-barang. Melihat situasi yang labil ini, rakyat pun berlomba-lomba melakukan pembelian barang yang lebih dari kebutuhannya, sekalipun harga barang amat mahal karena takut habis. Yang menjadi korban utama ialah kaum fakir miskin. Mereka tak dapat meraih kebutuhan-kebutuhan pokoknya disebabkan kemampuan daya beli mereka yang terbatas. Hal ini tak akan bisa terjadi seandainya tidak ada para tengkulak yang memborong semua kebutuhan-kebutuhan pokok, dan mencegahnya dari peredaran.
Antara kaum penimbun dan kaum peraba, kedua-duanya sama saja. Mereka menindas rakyat dengan cara menguasai kebutuhan-kebutuhan pokok mereka. Hanya saja, kaum penimbun lebih terkutuk di sisi Allah karena dua hal :
- Penimbun kebutuhan pokok rakyat dan barang-barang serupa (Dan seorang ahli fiqih yang bernama Abu Yusuf mengatakan bahwa segala apa yang membahayakan manusia apabila disimpan/ ditimbun itu juga diharamkan, baik itu berupa bahan pakaian, emas dan padi dan lain sebagainya.), lebih berbahaya dari pada penimbunan yang dilakukan oleh orang-orang yang suka menjalankan riba, karena kaum peraba hanyalah menimbun uang saja.
- Bahaya yang ditimbulkan oleh penimbun kebutuhan pokok rakyat amatlah fatal, karena seluruh rakyat akan merasakan penderitaannya. Berbeda dengan riba, hanya golongan tertentu saja yang merasakan penindasannya yaitu golongan yang membutuhkan kapital.
Rasulullah telah menjelaskan kepada kita akibat menjalankan pekerjaan menimbun ini, bahwa harta yang dihasilkan dari usaha menimbun sama sekali tidak akan diberkahi oleh Allah. Dan pelakunya akan tertimpa penyakit yang paling kotor. Selain itu, pelakunya mendapat dosa yang amat besar karena sudah keluar dari garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah.
Untuk itu Nabi SAW bersabda mengenai masalah penimbunan ini :
من احتكر على المسلمين طعامهم ضربه الله بافلاس أو يحدام (رواه الإمام احمد
“Barang siapa yang melakukan penimbunan terhadap makanan kaum muslimin, Allah akan menimpanya dengan kerugian atau akan terkena penyakit lepra (Hadits riwayat Imam Ahmad)”.
Dan sabda Rasulullah SAW :
من احتكر طعاما فهو خاطئ (رواه مسلم وابو داود
“Barang siapa yang menimbun makanan maka ia adalah orang yang berdosa”( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Rasulullah pernah bersabda :
من احتكر طعاما أربعين ليلة فقد برئ من الله وبرئ الله منه (رواه احمد
“Barangsiapa menimbun makanan selama empat puluh hari, ia akan lepas dari tanggungan Allah dan Allah pun cuci tangan dari perbuatannya”( Hadits riwayat Imam Ahmad).
Rasulullah menegaskan sekali lagi mengenai masalah penimbunan ini dengan sabda beliau:
الجالب مرزوق والمحتكر ملعون (رواه ابن ماجه
“Orang yang menjual barang dagangannya akan diberkahi rezkinya dan orang yang menimbun dagangannya akan dilaknat Allah”( Hadits riwayat Ibnu Majjah).
Kemudian orang yang suka melakukan penimbunan akan dijauhkan dari rahmat Allah, karena ia tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap manusia, sedangkan Rasulullah SAW telah bersabda :
لا يرحم الله من لا يرحم الناس (رواه البخارى
“Allah tidak akan menaruh belas kasihan terhadap orang yang tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap orang lain (Hadits riwayat Bukhari)”.
Posting Komentar untuk "Menimbun Barang Dagangan/Bahan Kebutuhan Pokok"