Bolehkah Cinta yang Mendalam dalam Islam?

Pemuda yang berjalan di jalan ini [perasaan cinta yang mendalam] telah menentukan masa depannya dengan kesia-siaan. Dengan demikian, apabila cinta itu hanya datang dari satu sisi, yaitu dari dirinya sendiri saja tanpa ada sambutan dari lawan jenisnya, maka dia akan merasakan kesengsaraan dan siksaan cinta. Dan apabila  pemudi telah membuang rasa rindu dan ungkapan-ungkapan cinta yang meluap-luap, maka dari sisi ini cintanya akan berakhir dengan kehancuran.

Ada seorang penyair muda yang kuat tekadnya. Dia tidak menjadikan pemikiran-pemikiran yang sakit ini inenguasai hati dan akalnya. Dan hal itu tidak memalingkan dirinya dalam mencapai nilai-nilai luhur yang disenandungkannya. Kemudian dia bersyair:

Selamat buat orang yang memikatku dengan kecantikannya, dengan kilauan pipinya dan kerdipan matanya.
Kecantikannya yang mengkaburkan akhlaknya telah mencela dan menimpa diriku.
Aku berkata, jauhilah aku, jauhilah aku, karena aku telah terpikat (Jatuh cinta) untuk menuntut ilmu.
Diriku tidak membutuhkan segala dendang lagu dan semerbaknya.
Inilah orang yang menginginkan perasaan cinta mengalir ke dalam hatinya pada saat kelalaian akalnya. 
Maka dia menghalau hatinya dan berkata kepadanya, "Bukanlah saatnya untuk bercinta".
Ketika nafsu cinta merasuk dan membebani diriku
Aku berkata kepada hatiku, hati-hati dan berhentilah
Tuhan tidak menyuruhmu untuk jatuh cinta
Ibnu Qayyim membagi cinta yang mendalam ke dalam tiga jenis/bagian: 

Pertama, cinta adalah kedekatan dan ketaatan. Yang dimaksud dengan cinta ini adalah kecintaan seorang laki-laki kepada istri-istri dan para pelayan-pelayannya. Rasa cinta ini adalah rasa cinta yang bermanfaat, karena rasa cinta itu mengarah kepada tujuan-tujuan yang disyari'atkan oleh Allah, yaitu menikah dan menahan pandangan serta had dari memandang kepada orang yang bukan keluarganya. Orang yang mencinta seperri ini akan di puji dihadapan Allah dan manusia.

Kedua, cinta yang dibenci oleh Allah dan jauh dari rahmat-Nya. Cinta  dalam bentuk ini adalah suatu perasaan cinta yang paling berbahaya bagi seorang hamba, baik di dalam agama maupun dunianya. Cinta ini adalah kecintaan seorang laki-laki kepada laki-laki juga. Orang yang diuji dengan perasaan cinta ini tidak lain adalah orang yang telah jatuh dari pandangan Allah, telah diusir dari pintu-Nya dan telah dijauhkan hatinya dari-Nya. Cinta dalam bentuk inilah yang menjadi penghalang terbesar yang memisahkan dirinya dari Allah, sebagaimana dikatakan oleh beberapa yang terdahulu, "Apabila seorang hamba telah jatuh dari pandangan Allah maka Allah mengujinya dengan perasaan cinta kepada sesama jenis." Percintaan semacam inilah yang menyebabkan terjadinya suatu bencana yang menimpa kepada kaum Nabi Luth. Dan mereka tidak memberikan kasih sayang kecuali dalam bentuk percintaan semacam ini. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

"Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan). " (Qs. A1 Hijr (15): 72)

Dan satu-satunya penyembuh dari penyakit ini adalah dengan berdoa kepada Yang membalikkan hati (Allah), membenarkan adanya tempat kembali kepada-Nya, menyibukkan hari-harinya dengan mengingat-Nya, menggantikan rasa cinta yang tersesat dengan bentuk kecintaan kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dan berpikir tentang pedihnya adzab yang diberikan kepada kecintaan semacam ini. Selain itu juga memikirkan bahwa kenikmatan itu akan musnah dengan adanya perasaan cinta ini. Dengan demikian maka dia akan mengalami kehancuran yang dahsyat dan juga akan mendapatkan kebencian. Apabila dirinya menghadapi dan terpengaruh dengan perasaan cinta semacam ini, maka bertakbirlah atas dirinya dengan takbir jenazah. Hal itu agar dirinya mengetahui bahwa bencana telah mengepungnya.

Ketiga, cinta yang dibolehkan tetapi tidak harus dimiliki. Cinta semacam ini adalah kecintaan seseorang membayangknn perempuan yang cantik atau melihatnya tanpa disengaja, sehingga dia merindukan kepadanya. Kecintaan semacam ini bukanlah kemaksiatan. Namun, yang bermanfaat baginya adalah apabila khayalan itu memotivasi dan menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam hal ini, wajib bagi dirinya untuk bersabar dan menjaga kehormatan dirinya terhadap cobaan-cobaannya. Dengan demikian maka Allah akan memberikan pahala dan akan menggantinya dengan yang lebih baik. Hal itu dikarenakan kesabarannya yang ikhlas karena Allah, karena penjagaan kehormatan dirinya dan juga karena dirinya meninggalkan ketaatan kepada hawa nafsunya dan semangat keridhaan Allah dan apa yang ada di sisi-Nya.

Berkenaan dengan cinta dalam bentuk yang ketiga ini, Ibnu Aqil memperluas penjelasannya dengan berkata, "Cinta adalah penyakit yang menyertai jiwa-jiwa yang menganggur, hati-hati yang kosong dan lirikan-lirikan kepada gambar-gambar yang mendorong dan membantu dirinya menggemari percampuran. Dengan demikian akan memeperkuat kelembutan dan meneguhkan kenikmatan, sehingga dia akan terus merasa kecanduan. Cinta semacam ini tidak lain hanyalah penyakit yang terdapat dalam hati orang-orang yang bathil dan penyakit orang-orang yang sia-sia.

Adapun bahaya cinta semacam ini di dunia adalah mewariskan kebimbangan yang terus menerus, pikiran yang tidak wajar, was-was, sulit tidur, sedikit makan dan banyak begadang. Selanjutnya akan mempengaruhi seluruh anggota tubuh, maka tampaklah kepucatan pada tubuhnya, anggota tubuhnya menggigil, pandangannya kosong, hatinya tidak tentram, air matanya mengalir dengan derasnya, penyesalan datang secara terus menerus, tarikan nafasnya tidak teratur dan umurnya tidak panjang. 

Dan benarlah ketika seorang berkata:
Cinta itu dapat menghilangkan segala kebaikan
Dan mabuk cinta dapat menghilangkan segala hasrat

Dan sebuah pertanyaan untuk pemuda, "Bagaiama dia membolehkan dirinya melakukan hubungan haram dengan pemudi yang tidak halal baginya?

Tidakkah dia mengetahui bahwa hubungan ini memperdayakan saudara-saudara perempuannya kepada kehancuran, yaitu apabila mereka mengetahui hubungan ini?

Bagaimana perasaannya kalau dia sendiri mengetahui bahwa saudara perempuannya atau salah satu kerabatnya berhubungan dengan pemuda lain?

Apakah dia akan memberontak atau meluapkan kemarahannya kepadanya atau dia akan menutup dan memalingkan kedua matanya terhadap apa yang terjadi di sekitarnya?

Kita yakin bahwa jiwa muda itu akan membara apabila melihat hal itu. Sifat kelaki-lakiannya yang berakar di dalam dirinya pasti akan bergejolak dan perasaan cemburu akan muncul untuk menjaga kehormatannya. Dia tidak akan membiarkan masalah ini berlalu begitu saja dengan selamat. Jadi, bagaimana dia menghalalkan bagi dirinya apa yang diharamkan atas yang lainnya?

Kamu memberi resep terhadap orang-orang yang lemah dan sakit
Tapi bagaimana dia bisa sembuh, sedangkan kamu sendiri sakit

Seorang pemuda telah datang kepada Rasulullah dan bertanya, "Wahai Nabi Allah, apakah engkau mengizinkan aku untuk berbuat zina?" Mendengar perkataan itu, semua manusia berteriak kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda, "Mendekatlah kamu!" Maka pemuda itu mendekat dan duduk di hadapan beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Apakah kamu suka bila hal itu terjadi pada ibumu?" Dia menjawab, "Tidak, mudah-mudahan Allah menjadikanku sebagai pembelamu." Kemudian beliau bersabda, "Demikian pula manusia, mereka tidak menyukainya terjadi pada ibu-lbu mereka." Kemudian beliau bertanya lagi, "Apakah kamu suka bila hal itu terjadi pada anak perempuanmu?" Dia menjawab, "Tidak, mudah-mudahan Allah menjadikan saya sebagai pembelamu." Beliau bersabda, "Demikianlah manusia, mereka tidak menyukainya hal itu terjadi pada anak-anak perempuan mereka." Kemudian beliau bertanya lagi, "Apakah kamu suka hal itu terjadi pada saudara-saudaramu perempuanmu?" Dan beberapa riwayat menambahkan bahwa dia menyebutkan bibi, dan dia menjawab setiap pertanyaan dengan perkataan, "mudah-mudahan Allah menjadikanku sebagai pembelamu."

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangan di atas dadanya dan berdoa, "Ya Allah, sucikanlah hatinya, ampunilah dosanya, dan jagalah kemaluannya." Maka tidak ada sesuatu yang sangat dibenci oleh Rasulullah dari perbuatan itu, yaitu berzina.

Dengan gaya bahasa yang memuaskan dan jelas ini, kita kagum dengan seorang murid yang bertanya kepada gurunya, "Sesungguhnya saya mencintai seorang pemudi dengan kecintaan yang bebas." Maka seorang guru bertanya kepadanya, "Apakah engkau suka apabila seorang laki-laki mencintai salah seorang saudara perempuanmu dengan cinta yang bebas?" Dia menjawab, 'Tidak." Maka seorang guru berkata kepadanya, "Demikian juga manusia, mereka tidak akan menyukai hal itu terjadi pada saudara-saudara perempuan mereka."

Prof. Muhammad Quthb berkata di dalam bukunya yang berjudul At-Tarbiyah Al-Islamiyah:

Maka saat itu ada seseorang berkata kepadanya: "Sesungguhnya saya merasakan cinta di dalam lubuk hatiku yang paling dalam kepada jenis lain. Dan saya memiliki keinginan yang kuat untuk bertemu dengan salah seorang darinya dan melakukan hubungan bersamanya. Selain itu juga saya ingin menyatu dengan dirinya secara sempurna, seolah-olah kami menjadi satu bagian dan bukan dua bagian yang terpisah."

"Perasaan semacam ini, pada hakekatnya bukanlah suatu aib atau suatu kehinaan. Sebenarnya, hal itu adalah fithrah Allah yang diberikan kepada manusia. Setiap laki-laki dan wanita akan merasakan rasa cinta dan kesenangan semacam ini. Bahkan wajib bagi mereka merasakan perasaan cinta ini untuk menciptakan tujuan kehidupan dan menjaga keturunan di atas muka bumi."

"Dan susunan anggota tubuh menunjukkan pada tugas perasaan ini. Dengan demikian, psikis, biologis dan kimiawi itu semuanya disiapkan untuk melaksanakan tugas ini secara sempurna guna menghasilkan generasi-generasi baru dalam kehidupan. Dan tugas ini tidak akan sempurna tanpa adanya pertemuan antara dua orang, yaitu pertemuan antara suami dan istri."

"Akan tetapi, bukanlah berarti bahwa memikirkan masalah-masalah seksualitas itu menjadi pekerjaan pokok dan perkara yang membingungkan. Kehidupan bukan hanya untuk kepentingan seks semata, dan kehidupan juga tidak terbatas hanya pada satu tujuan saja. Pada diri kita ada tujuan lain yang diarahkan kepada diri kita sendiri dan di arahkan kepada manusia secara umum.

Kita mempunyai kewajiban untuk belajar dan untuk berproduksi. Kita memiliki tugas untuk melihat masalah-masalah kemasyarakatan, apakah masyarakat berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan baginya ataukah dia menyimpang dari jalannya. Kalau menyimpang, apa sebab-sebab penyimpangannya itu? Dengan demikian kita memiliki tugas dan peranan untuk meluruskan penyimpangannya itu.

Dan kita juga memiliki kewajiban untuk memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah hal-hal yang munkar. Meskipun dalam nenjalankan tugas itu kita terkadang mendapatkan sesuatu yang nenyakitkan dari orang lain, akan tetapi kita harus tetap memberanikan diri untuk menanggung derita itu dan juga memberanikan diri untuk relawan kejahatan. Meskipun demikian kita harus melaksanakan tugas positif kita di dalam memberikan petunjuk kepada manusia untuk mendapatkan kebenaran. Dan cara yang terbaik untuk mengatasi itu adalah dengan memberikan “contoh”. Maka, wajib  bagi kita untuk menjadi seorang panutan yang baik. Kalau tidak demikian maka tidak ada nilainya apa yang telah kita ucapkan. Kalau kita berkata kepada manusia, "Sesungguhnya yang menghancurkan mereka adalah pembauran dengan penuh nafsu syahwat." Maka kita harus menjadi orang pertama yang memberikan contoh untuk tidak melakukan pembauran dengan penuh nafsu syahwat. Kalau tidak demikian maka apa yang kita katakan tadi tidak ada manfaatnya.

"Hal itu bukan berarti bahwa kita memaksa seorang pemudi agar kita dapat melampiaskan kesenangan seksualiatas, sedang dia bukanlah milik kita. Pemudi seperti ini bukanlah pemudi idaman kita. Kita tidak akan memilikinya sampai kita memanfaatkan keadaan kita dan keadaannya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan. Sesungguhnya, dia memiliki kehormatan yang dapat menyempurnakan kehormatan kita. Tidak boleh bagi kita untuk mengotorinya. Sesungguhnya kita menginginkan dia menjadi kehormatan kita yang bersih dan suci serta tidak terkotori oleh sesuatupun. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menjaga kehormatan pemudi ini. Dan pada saat itu juga, kita menginginkan dirinya menjadi istri yang bersih dan suci; suci ruh dan badannya secara keseluruhan. Dengan demikian, kita tidak mengabaikan keberhasilan pemudi ini bagi siapa saja yang ingin menjadikan dirinya sebagai istri. Demikian juga kita tidak akan mengabaikan kesucian dirinya sebagaimana diri kita juga menginginkan dirinya menjadi istri kita."

Kalau seandainya dia rela dengan kerelaan kita melampiaskan kesenangan seks bersamanya atau dia mengajak kita untuk melakukan perbuatan itu, maka tidak ada bedanya. Perbuatan itu tidak boleh bagi kita. Kalau demikian, maka dia itu seperti penjaga yang mengajak kepada manusia untuk mencuri harta yang dijaganya. Padahal, dirinya tidak boleh memberikan kesempatan atau hak kepada seorang manusia pun untuk mencuri. Karena, pada hakekatnya penjaga itu bukan yang memiliki harta.

Dan pemudi yang menjaga kehormatan dirinya ini tidak memiliki hak untuk menggunakannya. Dan dia juga tidak berhak mengajak kepada manusia untuk merampasnya. Karena, kehormatan itu bukanlah kehormatan dirinya saja. Sesungguhnya, kehormatan itu adalah kehormatan dirinya, kehormatan kedua orang tuanya, kehormatan keluarganya, kehormatan masyarakatnya dan kehormatan manusia secara keseluruhan. Sesungguhnya, kehormatan itu adalah amanah yang dititipkan oleh Allah kepada manusia yang harus dikembalikan kepada-Nya dengan keadaan bersih dan sempurna sebagaimana dia menerimanya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Pemilik Kebenaran (Allah).

Posting Komentar untuk "Bolehkah Cinta yang Mendalam dalam Islam?"