عَلِمََ وُجُوْدَ الضَّعْفِ مِنْكَ فَقَلَّلَ أَعْدَادَهَا وَ عَلِمََ احْتِيَاجَكََ اِلَى فَضْلِهِ فَكَثَّرَ أَمْدَادَهَا٠
“Allah mengetahui kelemahanmu. Karena itu Allah menyederhanakan jumlah rakaat salatmu (menjadi lima waktu). Allah swt lupa mengetahui akan hajatmu (untuk mendapatkan) jadilah Nya, maka Allah swt pun menggandakan pahala-Nya."
Semua ini adalah sebagai anugerah yang besar dari Allah swt yang telah memberi keringanan kepada hamba-Nya, sehingga salat yang semula berjumlah lima puluh waktu sehari semalam menjadi hanya lima waktu. Karena Allah swt Maha Mengetahui kemampuan hamba-Nya, akan tetapi tetap memperbanyak pahalanya (sama dengan pahala lima puluh waktu). Itulah anugerah yang sangat utama dari Allah Swt, sebagai nikmat yang wajib disyukuri.
Kududukan seorang hamba di hadapan Allah swt dengan salatnya, mempunyai kekuatan yang luar biasa. Sebab, kehendak si hamba di ketahui oleh Allah swt. Si hamba menginginkan agar senantiasa berhadapan dan mohon ampunan terus menerus kepada Allah, dan dalam hidupnya senantiasa dilindungi oleh Allah, sangat diperhatikan oleh-Nya. Hamba yang tidak pernah absen memenuhi panggilan Allah dengan ikhlas dan taat, adalah mustahil ditinggalkan oleh Allah. Dia memaafkan si hamba, karena itulah pemberian yang paling berharga lalu melindunginya, karena itulah harapan yang paling mahal.
Allah swt Maha Mengetahui hajat dan kebutuhan hamba-Nya. Dia menganugerahkan kepada hamba-Nya yang beriman, pahala yang berlipat ganda. Allah Hf melipatgandakan setiap pahala menjadi 10 sampai tujuh puluh kali lipat. Ganjaran yang dilipatgandakan Allah itu sesuai dengan ibadah yang dikerjakan, kemampuan, keikhlasan dan ketaatan yang dikerjakannya. Ibadah selalu berkaitan dengan keikhlasan, dan keikhlasan bertautan dengan kemurnian, dan kemurnian bergandengan dengan ittiba' kepada sunah Rasulullah saw.
Syekh Ahmad Ataillah menjelaskan hal ini:
مَتَى طَلَبْتُ عِوَضًا عَلَى عَمَلٍ طُوْلِبْتَ بِوُجُُوْدِ الصِّدْقِ فِيْهِ وَيَكْفِى الْمُرِيْبُ وَجْدَانُ السَّلاَمَةِ
"Apabila kalian menghendaki pahala atas amal ibadah, tentu kalian akan diminta pula agar sempurna dan ikhlas dalam ibadahmu. Adapun bagi yang merasa ibadahnya belum sempurna, maka cukuplah baginya apabila ia telah bebas dari tuntutan.
Sesungguhnya ibadah yang diterima Allah adalah ibadah yang sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Itulah ibadah yang murni, benar dan sempurna. Ibadah yang tidak mencontoh tata cara yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, bukanlah ibadah yang sempurna, dan tertolak. Seperti diterangkan dalam Hadis: “Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan, bukan berasal dari tuntu Nabi Muhammad saw maka amalnya itu di tolak."
Ikhlas termasuk juga syarat di terimanya amal ibadah seorang hamba, karena ikhlas itu adalah ruhnya ibadah, dan setiap amal yang berbekas adalah karena keikhlasan dalam melakukan amal tersebut.
Kesimpulannya, bahwasanya amal ibadah yang patut mendapat pahala dari Allah dituntut untuk dikerjakan dengan sebaik-baiknya sesuai tuntunan Nabi saw, dengan hati yang penuh keikhlasan serta jauh dari sifat riya'.
Seorang hamba yang beribadah, hendaklah yakin akan pembalasan aras amal ibadahnya, serta percaya akan pembalasan dari Allah sebagai bagian dari perbuatan baik yang dilakukannya. Amal itu adalah menyelamatkan si hamba dan mendapat ampunan dari Allah swt.
Al Wasity berkata: "Ibadah yang mengharapkan ampunan dari Allah, lebih baik dari pada ibadah yang mengharapkan pahala." Demikian juga Khairum Nasaj, ia berkata: "Timbangan amalmu apabila tidak cocok dengan apa yang telah engkau perbuat, maka hendaklah engkau mohon timbangan anugerah dari Allah. Itulah amal yang paling sempurna dan yang paling baik. Seperti yang difirmankan Allah swt dalam Al Qur'an surat Yunus ayat 58: "Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
Manusia yang hidup di muka bumi ini, dianugerahi Allah dengan akal pikiran dan iman. Anggota badan dan perlengkapan jasmani adalah alat untuk mengamalkan semua yang diperintahkan Allah dalam bentuk iman dan amal saleh. Hanya dengan karunia dan rahmat Allah sajalah manusia akan mampu mengerjakan amal saleh. Karena manusia tidak dan bukan pemilik amal saleh itu.
Manusia hanya melengkapi amal saleh yang telah ditanamkan Allah di dalam dirinya. Allah swt jualah yang telah menciptakan manusia dan melengkapi seluruh kebutuhan lahir dan batinnya. Oleh karena itu manusia memerlukan kasih sayang dan rahmat dari Allah swt, dalam melaksanakan tugas hidupnya termasuk ibadah dan amal perbuatannya.