Tawakal ialah menyerahkan segala keputusan dan segala sesuatu, ikhtiar, serta berusaha hanya kepada Allah SWT. Dia yang Maha Kuat dan Maha Kuasa, sedangkan kita manusia yang sangat lemah dan tidak punya daya sama sekali. Menurut pendapat dari Prof. Dr. Hamka.Di samping itu tawakkal juga dapat diartikan sebagai ....itu merupakan suatu sikap mental seorang shufi yang merupakan hasil dari keyakinan yang sangat bulat kepaada Allah SWT.
Sebab di dalam Tauhid diajarkan agar ia meyakini bahwa la itu ada dengan, sendirinya. Allah SWT. Dzat yang ciiriptakan segala-galanya, pengetahuan-Nya sangat luas, ...Nya dan juga kebijaksanaan-Nya Maha luas.
Sehingga dengan keyakinan yang demikian ini dapat menolong ia untuk menyerahkan segala urusan kepada Allah,karena dengan menyerahkan segala-galanya hanya kepada Allah membuat hati menjadi tenang dan tenteram serta tidak menimbulkan rasa curiga sedikit pun.
Menurut pendapat dari Imam Ghazali bahwa ia telah menerangkan tentang hakekat Tawakkal adalah merupakan suatu jiwa yang telah lahir dari Tauhid juga lahir pengaruh... ini dalam perbuatannya.
Akan tetapi menurut tokoh shufi, seperti yang dikatakan Abu Zakariya Al-Anshari yakni merupakan keteguhan hati la menyerahkan segala urusan kepada orang lain, dan ...semacam itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang yang diserahi urusan tersebut, bahwa ia mempunya sifat kasih sayang terhadap yang memberikan perwakilan, ia dapat membimbing terhadap orang yang memberikan perwakilan tersebut.
Telah berkata Sahal bahwasanya tanda-tanda orang yang bertaqwa itu ada tiga, yakni tidak meminta, tidak menolak dan juga tidak memaksa.
Untuk itu sangat perlu sekali diketahui bahwa tempat tawakkal itu adalah di dalam hati, dan tidak akan meniadakan tawakkal yang dilakukan dengan anggota hati, jika gerakan yang dilakukan itu dengan anggota lahir, Lebih-lebih seorang hamba yang menyatakan bahwa ketentuan hidup itu semata- mata dari Aliah Subhanahu Wa Ta'alah.
Maka sesungguhnya segala sesuatu yang sangat sulit adalah merupakan ketentuan dari Allah, serta segala sesuatu yang telah relevan itu hanyalah merupakan kemudahan dari Allah Subhanahu Wa Ta'alah semata-mata.
Jadi tawakkal itu berarti setelah berusaha dan ikhtiar, artinya adalah kita tidak keluar dari garis tawakkal, jika berusaha menghindarkan diri dari kemelaratan, baik itu menyinggung diri ataupun harta benda, anak keturunan baik kemelaratan itu yakin akan datang ataupun berat fikiran akan datang. Demikianlah merupakan keterangan dari Hamka.
Adapun yang disebut tawakkal itu sendiri adalah harus selalu bersabar, yakni harus berani dalam menghadapi demi untuk mempertahankan sebuah kehormatan, dan jika dengan mempertahankan diri tersebut sudah tidak sanggup lagi, maka baru' ah kita mengelak.
Sebagai contoh di sini adalah . Pernah di zaman Rasulullah saw. terjadi, bahwa seseorang dusun tidak memasukkan untanya ke kandang, katanya dia telah tawakkal kepada Allah, maka oleh Rasulullah saw. perbuatan tersebut tidak diperbolehkannya, bahkan Rasulullah saw. bersabda : "Ikatlah dahulu untamu itu, barulah kamu bertawakkal kepada Allah SWT.".
Sebuah peristiwa yang sangat penting dan pantas sekali untuk diingat, kita sebagai ummat Islam yakni ketika Rasulullah saw. pergi meninggalkan negeri Mekkah hendak menuju ke Madinah bersama dengan Abu Bakar, beliau berdua telah bersembunyi di dalam goa di atas bukit gunung Tsut, ketika dikejar-kejar oleh pasukan kafir Quraisy.
Setelah bersembunyi dan tidak kelihatan lagi oleh musuh, Rosululloh saw. baru bersabda kepada Abu Bakar, "Jangan takut, sebab Allah SWT. bersama dengan kita". Semua ini adalah menunjukkan bahwa setelah kita berusaha sekuat tenaga, harulah kita berserah diri kepada Allah, dan rupanya ini yang dinamakan dengan Tawakkal.
Adapun mengenai hakekat Tawakkal Ibnu Atha' pernah ditanya, lalu ia menjawabnya : "Keragu-raguan tidak akan muncul dalam dirimu yang telah menyebabkan engkau sangat susah, sebab itu engkau selalu mendapatkan hakekat ketenangan menuju pada suatu kebenaran yang engkau tempuh.
Syarat tawakkal sebagaimana yang diungkapkan oleh Abu l'urab An-Nakhsyabi, menurut Abu Nashr As-Siraj Ath-Thusi .Ialah melepaskan anggota badan atau tubuh dalam penghambaan, menggantungkan hati dengan ketuhanan, dan bersikap dengan merasa cukup.
Akan tetapi dia bersyukur, bila diberi sesuatu, dan dia berkibar apabila tidak mendapatkan pemberian sama sekali.
Yang dimaksud dengan tawakkal adalah meninggalkan semua hal-hal yang diatur oleh hawa nafsu untuk melepaskan diri dari daya upaya dan juga kekuatan, menurut dari Dzun Nun Al-Misri. Oleh karena itu seorang hamba akan selalu memperkuat ketawakkalannya apabila telah mengerti bahwa Allah SWT. itu selalu mengetahui dan melihat akan segala sesuatu perbuatan dari hamba-hamba-Nya.
Untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari, untuk mencari rizqi, maka kita harus berusaha dengan sekeras- kerasnya, dengan sekuat tenaga dan juga harta benda, dan jika kita sudah berusaha dengan sekeras hati, maka kita lalu berserah diri kepada Allah, sebab yang membagi rizqi itu adalah Allah sendiri, sesuai dengan firman Allah SWT. :
Artinya :
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah SWT. niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)''. (QS. Ath-Taalaq: 3).
Juga berdasarkan pada sebuah hadits atau sabda dari Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan ia mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hasan. Sebagai berikut bunyinya :
......
Artinya:
Dari Umar ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : "Seandainya kamu bertawakkal kepada Allah dengan benar-benar tawakkal niscaya Allah memberi rizqi kepadamu sebagaimana Allah telah memberi rizqi kepada burung, pagi-pagi kosong perutnya dan sore-sore perutnya penuh". (HR. Tirmidzi dan ia mengatakan hadits hasan).
Dari keterangan hadits tersebut di atas, hendaklah manusia dapat mencontoh seperti halnya dengan burung di dalam hal berusaha untuk mencari rizki, jangan hanya bermalas-malasan, dan setelah berusaha barulah berserah diri, Burung itu tidak hanya tinggal saja di dalam sarangnya, ia pergi pagi-pagi benar sudah terbang untuk mencari rizki dari dahan ke dahan, dari ranting ke ranting, dari sebidang tanah ke tanah yang lainnya, dari sawah ke sawah yang lainnya. Semua adalah merupakan gambaran agar manusia dapat mengerti dan berpikir.
Tawakkal adalah merupakan separoh Agama dan separohnya lagi adalah merupakan Inabah. Agama itu terdiri dari permohonan pertolongan Allah dan ibadah. Tawakkal merupakan permohonan pertolongan sedangkan Inabah adalah ibadah.
Yang merupakan suatu tempat persinggahan yang paling luas adalah Tawakkal. Yang mana senantiasa ditempati oleh orang secara beramai-ramai, karena sangat luasnya sehingga banyak yang singgah di sana.
Adapun tawakkal yang paling baik adalah tawakkal di dalam menjalankan suatu kewajiban guna untuk memenuhi hak kebenaran, hak makhluk dan juga hak pada diri sendiri.
Sedangkan tawakkal yang paling luas dan yang paling bermanfaat adalah tawakkal di dalam mementingkan faktor eksternal di dalam kemaslahatan beragama, atau menyingkirkan kerusakan pada Agama.
Tawakkal ini adalah merupakan tawakkalnya para Nabi dalam menegakkan Agama Allah SWT. dan juga untuk menghentikan kerusakan pada orang-orang yang telah rusak di dalam hidup di dunia.
Tawakkal semacam ini juga biasanya terdapat pada tawakkalnya para pewaris Nabi, kemudian tawakkal manusia setelah itu tergantung dari hasrat dan tujuannya.
Pada umumnya tawakkal ini merupakan keadaan yang telah terangkai dari berbagai perkara, yang umumnya tidak sempurna kecuali dengan seluruh rangkaiannya. Masing- masing mengisyaratkan kepada salah satu dari perkara-perkara ini dua ataupun lebih, adapun perkara-perkara itu antara lain adalah sebagai berikut :
(1). Mengetahui akan Allah SWT., Sifat-Nya, Kekuasaan-Nya,
Kecukupan-Nya, Kesendirian-Nya serta kembalinya segala urusan kepada ilmu-Nya dan yang telah terjadi berkat ke¬hendak dan juga kekuasaan-Nya. Ini adalah merupakan derajat yang pertama yang menjadi pijakan kaki seorang hamba saat berada di tempat persinggahan tawakkal.
Menetapkan sebab dan juga akibat, siapa yang telah meniadakan hal semacam ini, berarti tawakkalnya adalah tidak beres, ini adalah kebalikan dari suatu pendapat yang mengatakan bahwa menetapkan suatu sebab itu bisa menodai tawakkal, dan meniadakan sebab ini merupakan suatu kesempurnaan tawakkal. Oleh karena itu ketahuilah bahwa tawakkalnya mereka itu yang telah meniadakan sebab tidak akan benar sama sekali. Sebab tawakkal itu termasuk sebab yang paling kuat untuk mendapatkan apa yang ditawakkalinya. Maka tawakkal semacam ini adalah bagaikan do'a yang dijadikan oleh Allah sebagai sebab untuk mendapatkan apa yang dikehendaki oleh seorang hamba di dalam do'a itu.
Memantapkan hati pada pijakan tauhid. Jika tauhidnya benar maka tawakkal seorang hamba itu bisa dikatakan benar, akan tetapi sebaliknya tauhidnya seorang hamba tidak benar, maka tawakkalnya juga dianggap tidak benar. Bahkan hakekat tawakkal itu adalah tauhidnya hati. Selagi di dalam hati seorang hamba itu masih ada kaitan-kaitan syirik, maka tawakkalnya itu adalah cacat, dan seberapa jauh mengenai kemurnian tauhid, maka sejauh itu pula kebenaran akan tawakkal.
Menyandarkan hati kepada Allah SWT. dan merasa lebih tenang sebab telah bergantung kepada Allah, sehingga di dalam hati itu tidak ada lagi rasa kegelisahan karena terkena godaan sebab dan tidak merasa tenang telah bergantung kepadanya, sebagai tandanya adalah ia tidak peduli lagi di saat menghadapi sebab itu atau di saat melepaskannya, dan hatinya tidak gelisah sama sekali di saat melepaskannya apa yang menjadi kesukaannya juga di saat meng¬hadapi apa yang dibenci, sebab penyandarannya telah dia tujukan atau sandarkan hanya kepada Allah SWT. juga ketenangannya bergantung kepada Allah SWT. yang telah melindungi dirinya dari rasa ketakutan.
Berbaik sangka terhadap Allah SWT., seberapa jauh baik sangkamu terhadap Allah SWT, maka sejauh itu pula tawakkalmu terhadap-Nya, sehingga pada sebagian dari Ulama' menafsiri tawakkal ini dengan baik sangka terhadap Allah SWT. Yang benar baik sangka ini mengajak kepada tawakkal. Sebab tawakkal itu tidak bisa digambarkan dengan datang dari orang yang berburuk sangka kepada Allah SWT. atau dari orang yang tidak mengharapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'alah.
Ketundukan dan juga kepasrahan hati kepada Allah serta memotong seluruh perintah Allah, sebab itu ada yang menafsirkan bahwa tawakkal ini dengan berkata : "Hendaknya seorang hamba itu di hadapan Allah bagaikan mayat di tangan orang yang sedang memandikannya, yang membolak-balik jasadnya itu sekehendak hatinya, dan sang mayat itu sudah tidak mempunyai hak lagi untuk menggerakkan tubuhnya atau mengatur. Dengan arti lain bahwa tawakkal itu membebaskan diri dari pengaturan, atau penyerahan pengaturan kepada Allah SWT, akan tetapi semua ini tidak berlaku untuk perintah dan juga larangan, namun untuk hal-hal yang telah diperbuat oleh Allah SWT. terhadap dirimu dan bukan dalam perkara-perkara yang diperintahkan-Nya agar kamu mengerjakannya.
Pasrah, ini adalah merupakan dari ruhnya tawakkal, inti dan juga hakekatnya adalah menyerahkan semua urusan kepada Allah SWT, tanpa ada menuntut atau menentukan pilihan, bukan merasa dipaksa ataupun terpaksa. Kepasrahannya kepada Allah bagaikan kepasrahannya seorang anak yang lemah tak berdaya kepada ayah dan ibunya, yang menyayangi, mencintai, menangani segala macam kebutuhan serta melindunginya secara terus- menerus.
Dengan jalan menyempurnakan ke tujuh tingkatan tersebut di atas, maka dengan begitu seorang hamba telah menyempurnakan tawakkalnya dan juga pijakan kakinya itu sudah mantap di dalam tempat persinggahan ini.
Yang merupakan suatu tempat persinggahan yang paling luas dan juga umum ketergantungannya kepada Asma'ul Husna itu adalah tawakkal. Karena tawakkal itu mempunyai ketergantungan secara khusus dengan keumuman perbuatan dan juga sifat-sifat Allah.
Semua sifat Allah SWT. itu dapat dijadikan sebagai gantungan tawakkal, maka barangsiapa yang lebih banyak ma'rifat- nya tentang Allah, maka tawakkalnya itu juga lebih kuat dan kokoh.
Dengan keterangan-keterangan di atas dapatlah kita ketahui apa yang dimaksud dengan sebenarnya tawakkal itu, yaitu berserah diri kepada Allah setelah kita berusaha dan juga ikhtiar dengan sekuat tenaga, sekuat pikiran, dan juga sekuat harta benda.
Sedangkan kalau berserah diri kita kepada Allah tidaklah didahului dengan usaha dan berikhtiar, maka itu bukanlah na¬manya tawakkal akan tetapi perbuatan seperti itu adalah meru¬pakan perbuatan sia-sia dan juga boleh disebut dengan bunuh diri.