Wudhu’ menjadi batal dikarenakan lima perkara:
1. Ada sesuatu yang keluar dari salah satu di antara dua jalan, seperti kencing, tahi, darah atau angin.
Allah berfirman:
......atau datang salah seorang di antara kamu dari tempat buang air. (Q.S. an-Nisa’: 443)
Maksudnya, sehabis berak atau kencing. Sedang al-Gha’ith itu sendiri asalnya berarti tanah rendah, yang biasanya digunakan buang hajat. Sementara itu al-Bukhari (135), dan Muslim (225), telah meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata:
قاَلَ رَسُوُلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَيَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ اَحَدِكُمْ اِذَاَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ، فََقاَلَ رَجُلٌ مِنْ اَهْلِ حَضْرَ مَوْتَ مَالْحَدَثُ يَااَبَا هُرَيْرَةَ؟ قاَلَ فُسَاءٌ اَوْضُرَاطٌ
Rasulullah SAW bersabda: “Allah tidak menerima shalat seseorang dari kamu sekalian, apabila berhadats, sebelum dia berwudhu’.”
Maka bertanyalah seorang lelaki dari Hadramaut: “Apakah hadats itu, hai Abu Hurairah?”
Jawab Abu Hurairah: “Kentut, yang tidak kedengaran maupun yang kedengaran.”
Dikiaskan kepada hal-hal tersebut di atas, apa saja yang keluar dari qubul atau dubur, sekalipun berupa barang yang suci.
2. Tidur yang tidak mantap
''
Adapun kemantapan, yang dimaksud ialah tidur sambil duduk, sedang pantatnya menempel rapat di tempat duduk. Dan tidak mantap, yang dimaksud apabila ada kerenggangan antar pantat dengan tempat duduk.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ ناَمَ فليَتَوَضَّأَ
Barangsiapa tidur, maka hendaklah berwudhu’ (H.R. Abu Daud 203, dan lainnya).
Adapaun orang yang tidur dengan sikap yang mantap, maka tidaklah batal wudhu’nya. karena, dia dapat merasakan apa yang kiranya keluar dari dalam tubuhnya. Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (376), dari Anas RA, dia berkata:
اُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ وَ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُناَجِىْ رَجُلاً، فَلَمْ يَزَلْ يُناَجِيْهِ حتّى ناَمَ اَصْحَبُهُ، ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى بِهِمْ
Shalat telah didirikan, sedang Nabi SAW berbicara sendirian dengan seseorang. Beliau harus berbicara dengannya sehingga para sahabatnya tidur, barulah kemudian beliau datang lalu shalat bersama mereka.
Yunaji: berbicara sendirian dengan seseorang sehingga tidak ada orang lain yang mendengarnya.
Dan dari Abu Hurairah pula, ia berkata:
كَانَ اَصْحَابُ رَسُوُلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَناَمُوْنَ، ثُمَّ يُصَلُّوْنَ ولا يَتَوَضَّأَوْنَ
Para shabat Rasulullah SAW pada tidur, kemudian mereka shalat tanpa berwudhu’. (Lihat: al-Bukhari: 541, 544 dan 545)
Jelaslah bahwa yang dimaksud, mereka tidur sambil duduk dengan sikap yang mantap. Karena mereka berada dalam masjid, menunggu shalat dan berharap Nabi SAW akan segera menyudahi pembicaraannya lalau shalat bersama mereka.
3. Hilang akal, dikarenakan mabuk, atau pingsan, atau sakit, atau gila. Karena, apabila seseorang terkena salah satu di antara hal-hal tersebut, besar kemungkinan akan ada sesuatu yang keluar dari dalam tubuhnya, tanpa dia sadari. Dan hal ini juga dikiaskan kepada tidur. Karena maknanya tentu melebihi daripada sekedar tidur.
4. Bersentuhan antara laki-laki dengan isterinya atau wanita asing, tanpa adanya penghalang. Akibat kejadian ini, maka batallah wudhu’ laki-laki itu maupun wudhu’ si wanita. Adapun wanita asing, yang dimaksud ialah tiap-tiap wanita yang halal dikawini oleh laki-laki itu. Allah Ta’ala berfirman ketika menerangkan hal-hal yang mewajibkan wudhu’: yang artinya"
Atau kamu menyentuh wanita. (Q.S. an-Nisa’: 43).
Laamastum (kamu menyentuh dengan bersangatan) yang dimaksud ialah laamastum (kamu menyentuh), sebagaimana menurut qiraat yang mutawatir.
5. Menyentuh farji sendiri atau farji orang lain, baik yang depan maupun yang belakang, dengan perut telapak tangan atau jari-jari, tanpa adanya penghalang.